Siapa yang tidak kenal dengan Stonehenge? Semenjak kita kecil, kita diperkenalkan kepada kumpulan keajaiban-keajaiban dunia yang salah satunya terdapat sebuah monumen sejarah yang menyimpan segudang misteri dalam pembangunannya. Monumen sejarah tersebut tidak lain adalah Stonehenge. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul terhadap bangunan Stonehenge, mulai dari siapa yang membangunnya dan kenapa monumen itu dibangun.
Setidaknya, jawaban-jawaban tersebut dapat kita jawab melalui pelacakan historis mengenai catatan-catatan sejarah dan penelitian arkeologis yang telah dikumpulkan oleh banyak ahli. Setidaknya, beberapa sejarawan, arkeolog, dan antropolog telah menemukan beberapa bukti kuat yang menjawab misteri yang menyelimuti bongkahan batu misterius yang satu ini. Kali ini, mari kita bersama-sama menelusuri beberapa kumpulan fakta mengenai Stonehenge dari beberapa pendekatan keilmuan.
Arsitektur monumen Stonehenge
Monumen Stonehenge terdiri atas beberapa susunan batu yang dirangkai secara melingkar dan berlapis. Batu-batu tersebut berukuran besar dan konon telah dikikir sedemikian rupa agar bentuknya menjadi persegi, supaya dapat disusun secara sejajar dan membentuk seperti layaknya gapura (archway). Monumen Stonehenge dibangun melalui beberapa tahap.
Tahapan-tahapan tersebut masing-masing menyusun kumpulan batu secara melingkar, dengan sebuah ruang kosong di tengah. Kemudian tiap tahapan selesai, dilanjutkan dengan pola melingkar yang sama. Sehingga, pola monumen Stonehenge membentuk sebuah pola lingkaran yang berlapis, dengan beberapa batu berukuran lebih kecil yang ditempatkan di beberapa penjuru lingkaran tersebut sebagai aksen.
Konon, Stonehenge dibangun dengan teknik yang cukup canggih pada masanya. Sebelum disusun, batu-batu tersebut diukur membentuk persegi. Kemudian pemindahan batu tersebut cukup canggih. Salah satu teknik yang diyakini digunakan yakni menarik batu besar secara berkelompok, kemudian disokong oleh sebuah batu silinder berukuran lebih kecil agar mudah digerakkan.
Stonehenge dan peradaban kuno di Inggris
Konon, para ahli menemukan beberapa bukti arkeologis bahwa Stonehenge dibangun oleh peradaban kuno di kepulauan Inggris sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan. Peradaban tersebut sering disebut dengan julukan Druid. Masyarakat Druid memiliki kearifan lokal yang unik, yakni terkait dengan kepercayaan lokal dan pengetahuan yang mengenai alam semesta (folk lore).
Kearifan lokal tersebut juga terkait dengan pengetahuan mengenai astronomi, sehingga menunjukkan bahwa monumen tersebut adalah sebuah peta perbintangan. Hal ini didukung juga dengan posisi matahari saat menyinari susunan batu tersebut. Beberapa batu yang lebih besar disinari oleh titik balik matahari saat waktu-waktu tertentu di berbagai musim.
Stonehenge sebagai monumen megalitikum
Stonehenge adalah salah satu wujud kebudayaan manusia abad megalitikum. Abad megalitikum diberikan nama demikian karena pada masa itu manusia memproduksi berbagai karya melalui media batu-batu berukuran besar. Kata megalitik sendiri berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang berarti batu.
Bahkan, monumen batu dapat kita temukan di berbagai tempat lainnya seperti di Indonesia. Setiap monumen batu menjadi sebuah media untuk mengekspresikan kearifan lokal yang dimiliki oleh sebuah kelompok manusia di zaman kuno. Baik itu pengetahuan mengenai kematian, ilmu kealaman seperti perbintangan, hingga untuk menghargai dan memuja keberadaan kuasa alam semesta.
Nasib Stonehenge kini
Kini, monumen Stonehenge dipakai untuk kepentingan pariwisata. Beberapa pelancong dari berbagai negara turut berdatangan untuk menyaksikan monumen bersejarah ini. Uniknya, ada beberapa kelompok pelestari Paganisme Druid yang menggunakan monumen ini untuk kepentingan spiritual. Mereka melakukan berbagai perkumpulan di monumen tersebut sebagai upaya melestarikan keyakinan nenek moyang mereka.
Baik sebagai objek wisata maupun objek spiritual, Stonehenge kini tetap menjadi salah satu saksi sejarah kehebatan manusia. Meskipun waktu kian berlalu, monumen ini tetap berdiri gagah. Stonehenge kini tetap relevan dalam kehidupan manusia, meskipun dibangun jauh sebelum peradaban berkembang.
Referensi
- Chr. Chippindale et al.. 1990 Who owns Stonehenge?
- Chr. Chippindale. 2004. Stonehenge Complete
Baca Juga
-
Tips Ngabuburit dari Buya Yahya: Menunggu Berbuka tanpa Kehilangan Pahala Puasa
-
Mengenal Orang Tua Alyssa Daguise: Calon Besan Ahmad Dhani Ternyata Bukan Sosok Sembarangan
-
Profil Hestia Faruk: Tante Thariq yang Dahulu Sempat Dikenalkan ke Fuji
-
Menentukan Monster Sesungguhnya dalam Serial Kingdom: Manusia atau Zombie?
-
5 Langkah Awal Memulai Karier sebagai Desainer Grafis, Mulailah dari Freelance!
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Buku The Principles of Power: Tentang Menjadi Berpengaruh Tanpa Harus Berkuasa
-
Ulasan Novel How to End A Love Story:Ketika Cinta Harus Bertemu Luka Lama
-
Ulasan Buku Finding My Bread, Kisah si Alergi Gluten Membuat Toko Roti
-
Review Film Heart Eyes: Siapa Sangka Hari Valentine Jadi Ajang Pembunuhan
-
Pulau Karampuang, Salah Satu Wisata Wajib Dikunjungi saat Liburan di Mamuju
Terkini
-
Match Recap Malaysia Masters 2025 Day 2: 7 Wakil Indonesia Raih Kemenangan
-
Battlefield Labs Hadir: Uji Coba Gameplay Baru untuk Masa Depan Battlefield
-
SHINee Rayakan 17 Tahun Debut Lewat Single 'Poet | Artist' Ciptaan Jonghyun
-
7 Rekomendasi Drama China Genre Romance yang Dibintangi Member THE9
-
2 Nama yang Berpeluang Gantikan Denny Landzaat jika Tinggalkan Timnas Indonesia