Saya yakin, tak ada seorang pun yang ingin hidup dalam garis kemiskinan. Hal ini sangat manusiawi. Sebab, kemiskinan menjadi salah satu sumber penderitaan. Terlebih bila seseorang telah berkeluarga, ia tentu membutuhkan uang yang tak sedikit untuk menafkahi istri dan anak-anaknya.
Kadang kala, kemiskinan yang membelit kehidupan sebagian orang, bukan lantaran mereka enggan bekerja keras. Mungkin ada di antara mereka yang meskipun sudah berusaha bekerja keras sekuat tenaga, tapi terkadang tetap belum mampu mencukupi beragam kebutuhan keluarga yang seolah tiada ada hentinya.
Ada kisah yang begitu mengenaskan tentang keluarga miskin yang saya peroleh dalam buku kumpulan cerita pendek berjudul Nelayan itu Berhenti Melaut (2019) karya Safar Banggai. Dalam cerita pendek berjudul Ia Tak Sadar Air Matanya Jatuh, dikisahkan pasangan suami-istri (yang telah tua dan dijuluki kakek-nenek) hidup dalam kemiskinan yang sangat memprihatinkan.
Ya, saya katakan sangat memprihatinkan karena kakek dan nenek tersebut sebenarnya bisa mendapatkan hal yang lebih baik seandainya kedua anaknya mau merawatnya dengan cinta dan kasih sayang. Sayang seribu sayang, kedua anaknya sibuk sendiri, mengurus rumah tangga masing-masing. Sementara cucu-cucu mereka sibuk dengan aktivitas sekolah dan kuliah, bahkan ada beberapa cucu tak tahu di mana kampung kakek dan nenek mereka.
Di sebuah kampung, tepatnya di ujung Kampung Nelayan, kakek dan nenek tersebut hanya tinggal berdua di sebuah rumah panggung kecil. Kadang bila angin laut menerpa, rumahnya seperti buaian. Bila angin laut kencang, atap rumah mereka, yang terbuat dari daun anau, terbang bersama angin. Bila angin laut itu dibarengi hujan lebat, seisi rumah mereka basah. Tak ada yang menolong. Si kakek bersama istri hanya terpaku di sudut rumah dan saling memeluk. Terlebih kondisi kakek sudah lama terbaring di tikar tua dan tak mampu berjalan lagi.
Dari kisah tersebut kita dapat memetik pelajaran berharga, agar jangan pernah menelantarkan kedua orangtua kita di kampung halaman, sementara kita hidup berkecukupan di kota-kota besar. Jangan sampai kita menjadi anak yang tak tahu diri dan tak tahu balas budi kedua orangtua yang telah berjuang merawat dan membiayai segala hidup kita sejak kecil hingga dewasa.
Baca Juga
-
Cara Menghadapi Ujian Hidup dalam Buku Jangan Jadi Manusia, Kucing Aja!
-
Ulasan Buku Sukses Meningkatkan Kualitas Diri, Panduan Praktis Meraih Impian
-
Ulasan Buku Jangan Mau Jadi Orang Rata-rata, Gunakan Masa Muda dengan Baik
-
Panduan Mengajar untuk Para Guru dalam Buku Kompetensi Guru
-
Ulasan Buku Sabar tanpa Batas, Memaknai Hidup dengan Bijaksana
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Penaka: Kisah Istri Menghadapi Suami yang Kecanduan Game
-
Ulasan Novel The Privileged Ones: Dinamika Remaja dan Kelas Sosial
-
Silsilah Keluarga KH Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah, Bersambung ke Rasulullah SAW
-
Review Novel 'Iyan Bukan Anak Tengah', Ketika Anak Merasa Tidak Diprioritaskan
-
Budiman Sudjatmiko: Pengentasan Kemiskinan Lebih dari Sekadar Bansos
Ulasan
-
Ulasan Novel Penaka: Kisah Istri Menghadapi Suami yang Kecanduan Game
-
Ulasan Novel The Privileged Ones: Dinamika Remaja dan Kelas Sosial
-
Review Film Hotel Pula, Ketika Trauma Perang Memengaruhi Kehidupan Seseorang
-
Review Novel 'Iyan Bukan Anak Tengah', Ketika Anak Merasa Tidak Diprioritaskan
-
Lagu ENHYPEN 'No Doubt': Pengen Cepet Pulang Kantor buat Ketemu Si Dia
Terkini
-
Dua Wakil Indonesia Hari Ini Akan Berburu Gelar di Kumamoto Masters 2024
-
Profil Ole Romeny, Striker FC Utrecht yang Segera Perkuat Timnas Indonesia
-
Marselino Ferdinan Dipanggil Timnas Indonesia untuk AFF Cup 2024, Akankan Klub Beri Izin?
-
3 Film Sydney Sweeney yang Tak Boleh Kamu Lewatkan, Terbaru Ada Eden!
-
Sinopsis Drama Korea The Tale of Lady Ok, Dibintangi Lim Ji Yeon dan Choo Young Woo