Buku berjudul Gue Cinta Rasul ini mencoba membimbing kita, terutama para remaja untuk mengenal lebih dekat Rasulullah Saw dan cara membuktikan cinta kita pada beliau. Dengan bahasa gaul khas remaja masa kini, penulis menyuguhkan hal mendasar, tentang keagamaan, dengan bahasa yang lebih ringan dan cair sehingga menarik untuk kalangan anak muda.
Di awal, kita disuguhi ulasan tentang bagaimana cara kita mencintai Rasulullah Saw. Seperti ungkapan “cinta tak cukup dengan sekadar kata-kata”, cinta harus dibuktikan dengan tindakan. Ada berbagai hal yang harus dilakukan untuk membuktikan cinta kita kepada Rasulullah Saw. Diantaranya mentaati Rasulullah Saw, meneladai Rasulullah Saw, mencintai apa yang dicintai Rasulullah Saw, dan sering-sering menyebut nama Rasulullah Saw atau bersholawat.
Lebih detail lagi, salah satu cara membuktikan cinta pada Rasulullah Saw adalah dengan mengenalnya. Mengenal di sini tak sekadar tahu siapa Rasulullah Saw. Kita perlu mengenal lebih jauh dengan mempelajari sejarah hidup beliau, sehingga kita bisa menemukan banyak mutiara kehidupan yang bisa diteladani (hlm 32).
Hal tersebut penting ditekankan. Terlebih, dalam konteks remaja masa kini. Sekarang banyak remaja yang justru mengidolakan tokoh-tokoh populer atau artis yang belum tentu memberi teladan yang baik. Di buku ini, ulasan tentang teladan dari Rasulullah Saw dibagi menjadi dua bagian, yakni terkait akhlak Rasulullah di bidang ubudiah dan bidang muamalah.
Ubudiah berarti peribadahan, pengabdian, hal yang berhubungan dengan masalah-masalah ibadah pada Allah Swt. Artinya, tentang bagaimana kita meneladai Rasulullah Saw dalam hal ibadah kepada Allah Swt. Sementara muamalah berkaitan hubungan antar manusia. Artinya, bagaimana kita meneladai Rasulullah Saw dalam hal hubungan dengan sesama.
Terkait ubudiah, seorang remaja muslim harus istiqamah dalam ibadah. Ibadah kepada Allah Saw menjadi cara seorang hamba mengabdi dan berserah diri pada Yang Maha Kuasa. Selain itu, juga menjadi cara memohon segala sesuatu kepada Allah Saw. Ketika doa sudah dikabulkan, bukan berarti kita lantas berhenti beribadah dan berdoa. Sebab, kebanyakan remaja mudah larut dalam kebahagiaan sehingga membuatnya lalai dan melupakan kewajiban. Di sinilah pentingnya istiqamah dalam beribadah.
Keterkait ibadah ubudiah, ada ulasan menarik tentang ibadah haji. Dijelasakan, sejak remaja, bahkan sejak dini, penting bagi seorang muslim menanamkan cita-cita menunaikan ibadah haji. Kita tahu, untuk bisa menjalankan ibadah haji, seorang muslim harus mampu. Baik mampu secara ekonomi, mental, maupun fisik.
Di samping itu, ibadah haji juga memerlukan pemahaman yang benar. Jadi, penting bagi seorang remaja untuk mulai menanamkan cita-cita menunaikan ibadah haji sejak awal. Hal itu bisa dilakukan, misalnya dengan mulai menabung sejak dini dan belajar memahami berbagai ketentuan dan rukun haji sejak awal.
Selanjutnya, mengenai muamalah atau hubungan sesama manusia, kita diajak meneladani berbagai akhlak mulia Rasulullah Saw dalam bersosialisasi. Beberapa hal yang diulas adalah tentang pentingnya mengucap salam dan tersenyum ketika bertemu orang lain, berkenalan, dan senantiasa menjaga tali silaturahmi.
Tentang yang terakhir, silaturrahmi berarti menghubungakan atau menyambung tali kekerabatan dan menyambung kasih sayang demi kebaikan. Artinya, sebagai sesama muslim, bahkan sesama manusia, kita diperintahkan saling mengenal dan membangun persaudaran. Sebaliknya, kita dilarang bertengkar dan bertikai.
Dalam konteks remaja masa kini, hal tersebut sangat penting ditekankan. Kabar-kabar tentang tawuran antar remaja atau pelajar yang masih terdengar menjadi potret minimnya pemahaman remaja tentang pentingnya membina tali persaudaraan dan silaturrahmi. Padahal, silaturrahmi merupakan hal yang dicontohkan dan diperintahkan Nabi Saw. Bahkan, ditegaskan, silaturrahmi adalah bagian penting dari keimanan dan ketakwaan. “Iman dan ketakwaan kita nggak akan sempurna tanpa adanya silaturrahmi” (hlm 140)
Buku ini menarik dijadikan bacaan bagi remaja masa kini. Apa yang diulas di dalamnya memberikan pedoman bagaimana cara seorang remaja muslim mencintai Rasulullah Saw dan meneladaninya. Bahasa yang gaul dan santai yang digunakan penulis menjadikan buku ini relevan untuk dikonsumsi remaja masa kini.
Baca Juga
-
Refleksi Hardiknas 2025: Literasi, Integritas, dan Digitalisasi
-
The Nutcracker and The Mouse King: Dongeng Klasik Jerman yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Membentuk 'Habit' Anak Indonesia Hebat
-
17 Tahun Itu Bikin Pusing: Inspirasi Menjadi Gen Z Tangguh Pantang Menyerah
-
Ulasan Buku Karya Rebecca Hagelin: Tips Melindungi Anak dari Konten Negatif
Artikel Terkait
-
Bobby Nasution: Kita Kembalikan Fungsi Masjid Seperti saat Zaman Rasulullah
-
Marshel Widianto Cari Nama Vespa Baru, Lutfi Agizal Usul Kasih Nama Dea Aja!
-
Kapolri: Penyelidikan Nama-Nama Mafia Minyak Goreng Terus Berlanjut
-
Marshel Widianto Minta Saran Nama Vespa Pemberian Arief Muhammad, Lutfi Agizal Beraksi: Dea Aja Bro!
Ulasan
-
Review Film Gowok - Kamasutra Jawa: Nggak Cuma Bahas Seksualitas yang Sensual
-
Bukan Cinta Tak Sempurna, Ini Makna Lagu SEVENTEEN 'Imperfect Love'
-
Humor Gelap di Balik Rencana Perampokan dalam Buku 24 Jam Bersama Gaspar
-
Novel Peniru dan Pembunuhan Tanpa Jasad: Uji Moral dan Permainan Psikologis
-
Petualangan Dua Sahabat di Laut Papua Nugini dalam Buku The Shark Caller
Terkini
-
Mangrove Tak Goyah: Tangguh Menahan Badai, Tahan Jejak Karbon
-
Menggerakkan Harapan Penghuni Panti Eks Psikotik Bersama Komunitas Perlitas
-
Pertambangan Nikel di Raja Ampat: Kronologi dan Bayangan Jangka Panjang
-
Setelah G20, Viola Davis Digaet Jadi Bintang Utama di Film Ally Clark
-
Segera Tayang Season 3, Kreator Beber Ide untuk Spin-off Squid Game