Munculnya fenomena pengibaran bendera One Piece jelang HUT ke-80 RI kini menjadi perbincangan yang kian hangat di berbagai kalangan.
Kemunculan bendera One Piece di tengah semarak menyambut HUT Kemerdekaan ke-80 RI ini dianggap sebagai bentuk aspirasi dan kritik yang disampaikan dengan cara unik.
Sayangnya, respons dari beberapa elite pejabat pemerintahan terasa berlebihan. Mereka melihat pengibaran bendera One Piece sebagai aksi yang bisa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan upaya makar dan pemecah belah bangsa.
Sikap yang kontraproduktif dan represif sudah terlihat di lapangan. Di Tuban, aparat melakukan razia dan menyitaan bendera One Piece. Di Sragen, mural One Piece dihapus atas arahan aparat.
Tindakan-tindakan seperti ini dapat menjadi bentuk perampasan kebebasan berekspresi dan berpotensi mencederai nilai-nilai demokrasi.
Fenomena kemunculan bendera One Piece, yang dipandang bisa menjadi tindak pidana hingga upaya makar, seharusnya menjadi cerminan dan introspeksi bagi pemerintah.
Penulis sendiri meyakini bahwa mereka yang mengibarkan bendera One Piece juga sangat mencintai bangsa ini dan sama sekali tidak ada niat untuk makar, apalagi sampai memecah belah bangsa.
Tak sedikit pengamat yang menilai pengibaran bendera One Piece jelang momen HUT Kemerdekaan ini adalah bentuk ekspresi kekecewaan dan kritik masyarakat terhadap kondisi sosial dan pemerintahan.
Jika kita melihat semesta anime One Piece, selain tentang kesetiaan, persahabatan, dan kebebasan, bendera bajak laut Jolly Roger ini memang melambangkan perlawanan terhadap kekuasaan absolut, penindasan, dan ketidakadilan.
Apabila benar-benar memahami hal ini, pemerintah seharusnya melihat fenomena ini bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai sinyal dari masyarakat yang harus direspon dengan tanggap dan tepat.
Maka dari itu, ketimbang mengambil tindakan hukum atau represi, berikut adalah beberapa tips yang bisa dilakukan pemerintah dalam menyikapi fenomena ini dengan bijak:
1. Kedepankan pendekatan yang humanis dan persuasif
Di mana pun, tindakan razia atau penghapusan paksa hanya akan menciptakan perlawanan. Pemerintah sebaiknya mendekati masyarakat dengan dialog dan pendekatan yang mengedepankan empati.
Dengarkan motif, keluhan, dan aspirasi mereka. Jelaskan dengan humanis mengapa bendera Merah Putih memiliki kedudukan istimewa tanpa merendahkan berbagai bentuk ekspresi lain.
Rasanya semua sepakat bahwa pendekatan persuasif akan lebih efektif dalam membangun kesadaran daripada menciptakan ketakutan.
2. Introspeksi
Fenomena ini adalah cerminan dari kritik publik. Maka, pemerintah perlu jujur dan berani untuk mengintrospeksi diri: Apakah kebijakan-kebijakan yang ditetapkan sudah benar-benar pro-rakyat dan adil? Apakah ada janji-janji semasa kampanye yang belum terpenuhi?
Dengan menjadikan momen ini sebagai bahan evaluasi, pemerintah menunjukkan bahwa mereka mendengarkan rakyat.
3. Mengakomodasi dan mengintegrasikan kreativitas
Pemerintah bisa mengubah momentum ini menjadi kesempatan untuk merangkul dan mengintegrasikan kreativitas generasi muda.
Alih-alih melarang, bukanlah lebih keren dan bijak kalau bisa memadukan semangat nasionalisme dengan budaya populer?
Misalnya, mengundang komunitas penggemar anime One Piece untuk merayakan kemerdekaan dengan cara-cara kreatif dan tetap dalam koridor nilai-nilai bangsa. Apresiasi kreativitas dan dengarkan aspirasi mereka.
4. Memperkuat edukasi nilai kebangsaan
Edukasi mengenai sejarah dan makna bendera Merah Putih perlu terus digalakkan, terutama di kalangan generasi muda.
Kampanye ini bisa dikemas secara menarik dan relevan dengan zaman. Misalnya melalui media sosial atau konten digital yang interaktif sehingga pesan nasionalisme bisa tersampaikan secara efektif.
Sebuah negara demokrasi harus mampu menampung berbagai ekspresi dari warganya. Pengibaran bendera One Piece di tengah momen menyambut HUT Kemerdekaan adalah sebuah "teriakan" yang tidak bisa diabaikan.
Ketika mampu mengambil pendekatan yang humanis, persuasif, dan introspektif dalam persoalan ini, pemerintah akan menunjukkan kematangan dalam berdemokrasi.
Sebenarnya, ini adalah momentum berharga untuk merajut dan memperkuat ikatan antara pemerintah dan masyarakat, berdialog, dan bersama-sama memperbaiki kondisi bangsa.
Baca Juga
-
Refleksi Hardiknas 2025: Literasi, Integritas, dan Digitalisasi
-
The Nutcracker and The Mouse King: Dongeng Klasik Jerman yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Membentuk 'Habit' Anak Indonesia Hebat
-
17 Tahun Itu Bikin Pusing: Inspirasi Menjadi Gen Z Tangguh Pantang Menyerah
-
Ulasan Buku Karya Rebecca Hagelin: Tips Melindungi Anak dari Konten Negatif
Artikel Terkait
-
Prihatin Bendera 'Bajak Laut' One Piece Berkibar Jelang HUT RI, Politisi: Jangan Nodai Kemerdekaan!
-
Sebut Pengibar Bendera One Piece Belum Bisa Dipidana, Mahfud MD ke Pemerintah: Kita Arif Sajalah!
-
Bikin Heboh, Felix Siauw Analisis Luffy One Piece: Sosoknya Seperti Imam Mahdi
-
Fenomena Bendera 'One Piece' vs Merah Putih: Sekjen Demokrat Sebut Ganggu Patriotisme
-
One Piece Jadi Polemik di Indonesia, Ibu Ini Santai Kibarkan Bendera Inggris di Depan Rumah
Kolom
-
Ternyata, Feminitas Toksik Masih Membelenggu Kebaya hingga Saat Ini
-
PKL Bukan Sekadar Formalitas, Saatnya Mahasiswa Belajar dari Realitas
-
Crab Mentality: Ketika Kesuksesan Teman Justru Jadi Beban
-
Hustle Culture dan Gen Z: Ambisi Gila Kerja atau Kehilangan Arah Hidup?
-
Antara Strategi dan Romantisme: Buku Langka dan Daya Tariknya
Terkini
-
Intip Keretakan Dunia dalam Pertunjukan Teater Boneka Unknown Territory
-
Ulasan Drama Korea Salon de Holmes: Ketika Ibu-Ibu Kompleks Jadi Detektif Dadakan
-
Madame Wang Secret Garden: Kafe ala Studio Ghibli di Tengah Kota Malang!
-
Mampir Jakarta! aepa Bagikan Jadwal Tur Konser Terbaru 'SYNK: aeXIS LINE'
-
5 Lapangan Futsal Paling Ikonik di Indonesia yang Wajib Kamu Tahu!