Bila kita membahas tentang Sapardi Djoko Damono, maka yang langsung terlintas di benak kita ialah seorang penyair dan sastrawan ternama asal Indonesia. Penyair kelahiran Kota Solo 20 Maret 1940 ini telah banyak melahirkan karya-karya sastra yang luar biasa, di antara karya sastranya itu ialah kumpulan puisi, cerpen, novel, hingga karya terjemahan. Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas salah satu buku kumpulan puisi karya Pak Sapardi, yang berjudul "Duka-Mu Abadi."
"Duka-Mu Abadi" merupakan buku kumpulan puisi pertama karya Sapardi Djoko Damono. Buku ini diterbitkan oleh salah seorang sahabat semasa remajanya ketika ia masih tinggal di Solo, yakni Jeihan Sukmantoro. Pada waktu saat menerbitkan karyanya yang pertama, Sapardi berusia dua puluh tujuh tahun dan sedang menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada. Sementara sahabatnya itu sedang menempuh pendidikan di Institut Teknologi Bandung. Dengan jarak yang begitu jauh, persahabatan antara kedua seniman ini bisa tetap terjaga dan tetap bisa berkolaborasi melahirkan karya. Di satu sisi Sapardi sebagai sastrawan, di satu sisi lain Jeihan sebagai pelukis.
"Duka-Mu Abadi" berisi empat puluh dua puisi karya Sapardi. Puisi-puisi yang terdapat dalam buku ini kemudian terbagi menjadi dua dua bagian berdasarkan tahun dibuatnya: 24 puisi yang diciptakan pada kurun waktu 1967, dan 18 puisi yang diciptakan dalam kurun waktu 1968.
"Duka-Mu Abadi" mengangkat tema tentang pengabdian dan pengorbanan Tuhan kepada umat manusia. Tuhan di sini diartikan sebagai pelayanan manusia. Selain mengangkat tema-tema keagamaan, dalam buku ini juga terdapat beberapa puisi yang mengangkat tema-tema percintaan atau asmara, antara lain seperti puisi yang berjudul "Sonet: X".
Karakteristik yang pertama dalam buku kumpulan puisinya ini ialah bahasanya yang sederhana serta citraannya yang realistis. Pak Sapardi ketika pada awal penulisannya cenderung mengangkat tema sederhana dan mengaplikasikannya secara sederhana pula.
Karakteristik yang kedua dalam buku kumpulan puisinya ini ialah bentuk puisinya yang masih berbait-bait, seperti sajak pada umumnya. Memang dalam masa awal kepenulisanya, Pak Sapardi cenderung menggunakan bentuk sajak seperti umumnya (berbait), dan belum menggunakan bentuk naratif.
Karakteristik yang ketiga dalam buku kumpulan puisinya ini ialah terdapat beberapa lukisan tangan karya sahabatnya Sapardi yakni Jeihan Sukmantoro di awal bagian sajak-sajaknya (sisipan), sesuai dengan kurun waktu pembuatannya (1967 dan 1968). Sapardi dan Jeihan sesuai dengan profesinya masing-masing pada bidang keseniannya berkolaborasi dalam sebuah karya pertama dari Sapardi, yakni "Duka-Mu Abadi".
Itu tadi merupakan ulasan mengenai buku kumpulan puisi pertama karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul "Duka-Mu Abadi." Adapun ulasan ini bersifat pribadi berdasarkan analisis saya secara pribadi. Semoga bermanfaat.
Tag
Baca Juga
-
Ulasan Film Never Back Down: Kisah Remaja yang Mendalami Mix Martial Arts
-
Ulasan Film Warrior: Kisah Kakak-beradik yang Kembali Bertemu di Atas Ring
-
Ulasan Film Unbroken: Kisah Atlet Olimpiade yang Menjadi Tawanan Perang
-
Ulasan Film The Fighter: Kisah Seorang Pria Meraih Gelar Juara Tinju Dunia
-
Ulasan Film Rocky: Kisah Petinju Lokal Meraih Kesuksesan di Dunia Tinju
Artikel Terkait
Ulasan
-
Hada Cable Car Taif: Menyusuri Pegunungan Al-Hada dari Ketinggian
-
Ulasan Novel Janji, PerjalananTiga Santri Menemukan Ketulusan Hati Manusia
-
Review Film Avatar Fire and Ash: Visual Memukau, tetapi Cerita Terasa Mengulang
-
Ulasan Novel Grass, Kesaksian Sunyi Perempuan Korban Perang
-
Ulasan Drama Love in the Clouds: Takdir yang Tidak Pernah Melepaskan
Terkini
-
Dari Lumpur Pantai Baros: Mengubah Aksi Tanam Mangrove Jadi Seni dan Refleksi Diri
-
Menunda Pensiun Bukan Pilihan: 6 Alasan Pentingnya Memulai Sejak Dini
-
Pesan untuk Para Ibu di Hari Ibu: Jangan Lupa Mengapresiasi Diri Sendiri
-
Jangan Terjebak Ekspektasi, Ini Cara Sehat Mengelola Tekanan Sosial
-
Jangan Anggap Sepele! Larangan Selama Kehamilan yang Sering Diabaikan