Di antara 18 cerita yang Aant S. Kawisar suguhkan dalam buku ini, terdapat beberapa cerita yang sangat menarik perhatian. Ya, sangat menarik di antara beberapa lainnya yang taraf menariknya tergolong cukup. Salah satunya bertajuk sebagaimana judul buku ini yakni Sandiwara Kemerdekaan.
Dalam cerita Sandiwara Kemerdekaan, para pemeran sandiwara ribut, bising sekali. Sekelompok remaja berteriak-teriak di depan rumah sang sutradara.
"Saya jadi dokter, Mas."
"Saya jadi menteri."
"Saya yang jadi konglomerat."
"Saya mahasiswa aja, Mas."
"Lalu, siapa yang mau menjadi petani, supir angkot, tukang becak, dan para buruh?" si sutradara bertanya.
Para remaja itu tetap saling berebut peran.
"Siapa yang mau jadi petani?" tanya sutradara.
Kurang-lebih lima belas remaja yang ada di situ saling tunjuk, dan tak satu pun yang bersedia menerima peran sebagai petani, tukang becak, buruh, dan supir angkot.
"Peranan petaninya dibuang saja, Mas!" kata salah seorang dari mereka.
"Iya, juga peranan buruh, tukang becak, dan supir angkotnya!" teriak yang lain, mendukung.
"Soalnya tidak ada yang mau menjadi petani nih. Apalagi supir dan buruh. Bosan, Mas. Sekali-sekali jadi orang penting dong. Masak jadi rakyat kecil terus!" timpal yang lain lagi (halaman 25).
Inilah yang menjadi inti cerita itu. Mereka akan mementaskan sandiwara tentang kemerdekaan. Mereka bebas memilih peran yang mereka inginkan, karena bukankah itu salah satu makna merdeka, merdeka menentukan pilihan.
Tapi, menampilkan peranan rakyat kecil itu juga penting. Sebab, dalam mengisi pembangunan, peranan petani, tukang becak, supir angkot, dan buruh itu juga sangat penting. Tanpa mereka, negeri ini akan runtuh. Demikianlah pesan yang terselip dalam cerita ini.
Berikutnya, cerita yang tidak kalah menarik bertajuk Datuk, yang menjadi cerita di urutan pertama dalam buku ini. Datuk yang terbaring lemas di atas kasur itu kerjaannya hanya menceracau.
Anaknya disangka istrinya, dan seringkali kencing di tempat tidur. Dalam sakitnya ia selalu memikirkan kambing, sampan, jala, ubi, kopi, kebun karet, dan semacamnya. Bahkan, tak jarang anak cucu yang menjaganya selalu kena damprat.
"Kau pencuri... kau pencuri... habis semua kau curi, kebun karetku, kebun kelapaku, kambing-kambingku, ayam-ayamku, sampan dan jalaku, semua!" (halaman 8).
Bahkan, sesaat sebelum meninggal dunia, datuk terus saja mencecar anak cucunya yang dengan sabar telah merawat dan menjaganya, "Sudahlah! Rasanya percuma saja aku masih hidup sekarang ini. Lebih baik aku mati. Mati... entah di mana nanti kalian menguburku." (halaman 9).
Baca Juga
-
Vivo Y400 4G Segera Rilis ke Indonesia, Desain Layar HP Flagship dan Lulus Sertifikasi Tahan Air
-
Poco X8 Pro Resmi Hadir di Database IMEI, HP Xiaomi Bawa Dimensity 8500 Ultra Rilis Waktu Dekat
-
Realme 13 Pro Turun Harga, Andalkan Chipset Snapdragon 7s Gen 2 dan RAM 12 GB
-
Motorola Luncurkan Moto G06 di Toko Online, Usung Chipset Mediatek Helio G81 Extreme
-
Bawa Desain Mirip iPhone 16, Tecno Spark Go 2 Resmi Meluncur dengan Harga Rp 900 Ribuan
Artikel Terkait
Ulasan
-
Echoes oleh ENHYPEN: Teman Melamun saat Tengah Malam, Liriknya Penuh Makna
-
Ulasan Novel The Star and I: Perjalanan Rindu yang Tak Pernah Punya Nama
-
Ulasan Novel Lautan dan Dendamnya: Mencari Tuhan dalam Balutan Romansa
-
Ulasan Novel Metaworld: Petualangan Menantang Mencari Batu Tazer
-
Ulasan Novel The Picture of Dorian Gray: Ketika Jiwa Terjual Demi Tampilan
Terkini
-
Iconic oleh xikers: Jalani Hidup dengan Ikonik Hingga Dipandang Ironis
-
Tayang 2026, Film Thriller HOPE Gaet Bintang Korea dan Hollywood Ini
-
Satoru Mochizuki Lebih Lama di Indonesia, Kembali Tukangi Timnas Putri?
-
Disia-siakan oleh Indonesia, Shin Tae-yong Justru Laris Manis di Korea Selatan
-
Bersinar di AFF U-23, Dony Tri dan Rayhan Hannan Tembus Tim Utama Persija?