Viktor E. Frankl adalah salah seorang yang pernah menjalani kehidupan di kamp konsentrasi NAZI pada 1942-1945. Bersama ribuan tawanan lainnya ia berusaha bertahan hidup di tengah berbagai tekanan, sementara orangtuanya, saudara laki-laki, dan istrinya yang tengah hamil akhirnya tewas dalam kamp.
Hidup sebagai tawanan memang tak ada pilihan lain selain pasrah menjalaninya. Selain ditempatkan di barak yang penuh sesak oleh ribuan tawanan, Frankl juga pernah dipekerjakan sebagai tenaga kasar pembuat galian untuk rel kereta. Pengalaman menyakitkan dan penuh siksaan fisik dan psikis inilah yang dikisahkan dalam buku Man's Search for Meaning.
Dalam buku ini, Frankl mengisahkan bagaimana para tawanan menjalani hidup. Pengalaman-pengalaman yang dialaminya selama di kamp konsentrasi dikisahkannya dengan penuh saksama, dan sanggup membuat pembaca syok. Betapa tidak, para tawanan harus berebut jatah makanan yang diberikan secara terbatas dan kadang membuat mereka harus saling bersitegang untuk bisa berebut jatah.
Pasca kebebasan dari kamp konsentrasi, Frankl yang memang seorang psikiater membuka klinik logoterapi bagi orang-orang yang mengalami berbagai tekanan hidup. Logoterapi adalah nama terapi yang diterapkan oleh Frankl dan bertugas membantu pasien menemukan makna hidup (halaman 149).
Selama membuka logoterapi, Frankl menerima banyak pasien yang memiliki masalah hidup seperti “kehampaan eksistensial”. Kehampaan eksistensial ini berhubungan dengan rasa bosan yang dihadapi oleh banyak orang, terutama di Eropa.
Membaca buku ini kita akan melihat banyak hal tentang sisi psikologis orang-orang yang pernah hidup sebagai tahanan perang. Hidup dengan keterbatasan gerak dan tidak bisa bebas beraktivitas membuat rasa stres menghinggapi hampir semua orang yang berada di bawah tekanan perang. Sebuah perjalanan hidup yang tidak pernah diharapkan oleh siapa pun di muka bumi ini.
Frankl (2017) menjelaskan bahwa, dorongan utama kita dalam hidup bukanlah kesenangan, tetapi penemuan dan pencarian dari apa yang secara pribadi kita temukan bermakna. Bagaimana kita bisa menemukan dan memaknai hidup inilah yang penting agar seseorang bisa pulih dari trauma masa lalu.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Benarkah Cuci Piring dan Beres-Beres Rumah Bisa Redakan Stres? Cek Faktanya
-
7 Obat Herbal Indonesia yang Terbukti Ampuh Atasi Stres dan Kecemasan
-
Mengenal Fangirling Sebagai Coping Mechanism untuk Bertahan Hidup
-
Lebaran Lebih Berwarna dengan Arisan Keluarga, Ada yang Setuju?
-
Menghadapi Mental Down setelah Lebaran, Mengapa Itu Bisa Terjadi?
Ulasan
-
Review Anime Bofuri, Main Game VRMMORPG yang Jauh dari Kata Serius
-
Baper, Film Jepang 'The Blue Skies at Your Feet': Cinta, Waktu dan Air Mata
-
Kisah Manis Keluarga di Novel 'Rahasia Keluarga dan Cerita-Cerita Lainnya'
-
Desa Wisata Bromonilan, Menikmati Sejuknya Udara khas Pedesaan di Jogja
-
Sambal Goang yang Super Pedas, Pecel Lele 5 Saudara Primadona Baru Jambi
Terkini
-
Nilai Tukar Rupiah Anjlok, Laba Menyusut: Suara Hati Pengusaha Indonesia
-
Ondrej Kudela Antar Persija Jakarta Teguk Kemenangan, Persik Kediri Makin Terpuruk
-
Jawaban Ryan Coogler Soal Peluang Sekuel Film Sinners
-
Mengulik Pacaran dalam Kacamata Sains dan Ilmu Budaya
-
Orang Baik Sering Tersakiti: Apakah Terlalu Baik Itu Merugikan Diri?