Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Hendra Fokker
Tragedi Trisakti (wikipedia)

Tepat 24 tahun yang lalu, sebuah peristiwa penting yang semakin terlupakan oleh generasi saat ini, adalah Tragedi Trisakti yang terjadi pada tahun 1998. Sebuah peristiwa yang menjadi bagian dari bergulirnya peristiwa Reformasi di Indonesia. Tidak hanya Tragedi Trisakti, ada Tragedi Semanggi atau peristiwa-peristiwa lain yang menjadi historiografi Reformasi 1998.

Peristiwa ini berangkat dari sikap mahasiswa Trisakti yang tergerak untuk mengadakan demonstrasi damai untuk mengkritisi persoalan krisis ekonomi yang melanda Indonesia kala itu. Demonstrasi damai yang digerakkan oleh segenap civitas akademika kampus, baik dosen hingga mahasiswa ini mengalami akhir yang memilukan. Dimana, empat mahasiswa Trisakti menjadi korban penembakan oleh aparat.

Berikut kronologis peristiwa Tragedi Trisakti yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber.

Pukul 10.30 Mimbar bebas digelar di lingkungan kampus Trisakti sebagai bentuk sikap terbuka terhadap persoalan kebangsaan. Mimbar bebas ini diapresiasi oleh segenap dosen, karyawan, dan mahasiswa Trisakti.

Pukul 12.20 Suasana mimbar bebas mulai memanas, karena kehadiran aparat keamanan yang tepat berada di area jembatan layang bersenjata lengkap.

Pukul 12.30 Massa aksi kemudian mempersiapkan aksi demonstrasi lanjutannya dengan tujuan gedung MPR/DPR dengan long march melalui jalan S. Parman.

Pukul 12.50 Massa aksi yang tergabung dalam kesatuan aksi damai Trisakti berhadapan dengan barikade aparat keamanan yang berjaga di sekitar bekas kantor Balai Kota Jakarta Barat.

Pukul 13.30 Negosiasi untuk melanjutkan aksi damai tidak mendapatkan respon positif dari aparat keamanan yang bersenjata lengkap. Aksi damai pun dilanjtkan dengan mimbar bebas di area Balai Kota dengan cara duduk bersama. Sedangkan para mahasiswi membagikan bunga mawar kepada barisan aparat yang berjaga.

Pukul 14.00 Hujan yang turun, tidak menghentikan upaya mahasiswa Trisakti untuk terus bernegosiasi dengan aparat yang berjaga. Begitu pula dengan massa aksi, yang terus melakukan orasi-orasinya.

Pukul 16.45 Usai dibujuk oleh Dekan FE dan Dekan FH, massa akhirnya bersedia bergerak mundur dengan agenda aksi selanjutnya. Hingga terjadi provokasi dari oknum mahasiswa (mengaku mahasiswa) diantara barisan aparat dan mahasiswa yang tengah melakukan undur diri.

Pukul 17.00 Suasana mulai memanas akibat serangkaian insiden antar massa aksi dengan aparat keamanan. Diawali dari umpatan dari oknum-oknum aparat yang memprovokasi mahasiswa yang akhirnya memilih mundur ke kampus.

Pukul 17.05 Di barisan depan telah terjadi kericuhan antara mahasiswa dengan aparat. Diiringi dengan suara tembakan serta gas air mata yang ditembakkan ke area mahasiswa yang tengah undur diri. Seketika suasana semakin tidak terkendali. Para demonstran memilih untuk segera undur diri ke kampus Trisakti.

Pukul 17.30 - 19.00 Tembakan ke area kampus semakin gencar dilakukan oleh aparat. Di mana kemudian empat mahasiswa gugur terkena tembakan. Sedangkan mahasiswa lainnya bergerak menyebar ke area kampus untuk menghindari kejaran aparat dengan cara bersembunyi.

Dari peristiwa ini, empat mahasiswa yang gugur adalah: Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka semua gugur di dalam kampus akibat tembakan peluru tajam yang mengenai organ vital. Seorang penulis sastra dan jurnalis menggambarkan peristiwa ini dalam buku Langit Merah Jakarta yang terbit pada tahun 2003.

Semoga dapat terus dikenang perjuangan dari para mahasiswa yang gugur demi membela Reformasi. Dapat terus diambil hikmah atau pelajaran bagi para generasi saat ini, khususnya bagi kalangan aktivis mahasiswa. Karena sejatinya perjuangan, adalah jalan tak ada ujung (Mochtar Lubis).

Hendra Fokker