Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Budi Prathama
Kiai Abdul Choliq Hasyim. (Website/Tebuireng Online)

Nama Abdul Choliq Hasyim mungkin terasa asing kita dengar sebagai pejuang bangsa, termasuk sebagai ulama besar. Padahal sosoknya sangat gigih untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Abdul Choliq Hasyim adalah ulama terkenal dan besar di lingkungan pesantren, beliau juga dianggap memiliki ilmu kanuragan yang sangat tinggi.

Seperti yang dijelaskan dalam buku, "Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan" karangan Johan Prasetya, Abdul Choliq Hasyim dilahirkan pada tahun 1916 dengan nama kecil Abdul Hafidz. Ia adalah putra dari ulama terkenal di Indonesia yakni Kiai Hasyim Asy'ari. Makanya tidak heran kalau Abdul Choliq Hasyim memiliki pengetahuan agama yang sangat bagus.

Sejak kecil Kiai Choliq dididik langsung oleh ayahnya. Setelah dianggap mampu, Kiai Choliq melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Sekar Putih, Nganjuk. Selanjutnya, Kiai Choliq melanjutkan ke Pesantren Kasingan, Rembang, Jawa Tengah dan kembali lanjut ke Pesantren Kajen, Juwono, Pati, Jawa Tengah.

Pada tahun 1936, Kiai Abdul Choliq Hasyim ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji dan bermukim di sana untuk memperdalam ilmu agamanya. Waktu itu umur Kiai Choliq masih 20 tahun. Pada tahun 1939, Kiai Choliq kembali ke tanah air, setahun kemudian ia menikah dengan Sitti Azzah keponakan Kiai Baidhawi.

Peran Kiai Choliq dalam merebut kemerdekaan RI terlihat jelas, sosoknya bereaksi dengan ilmu kanuragan yang tinggi dan masuk ke dalam dinas ketentaraan nasional. Sehingga dari situ, Kiai Choliq menjadi anggota PETA. Dirinya pernah berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) dan dekat degan Jenderal Sudirman sebelum memutuskan keluar dari anggota PETA.

Pada masa penjajahan kolonial Belanda, Kiai Choliq pernah ditahan tentara tanpa alasan yang jelas. Waktu itu ia dijatuhi hukuman mati. Saat detik-detik eksekusi mati, Kiai Choliq meminta kepada algojo untuk melakukan sholat dua rakaat terlebih dahulu. Setelah shalat, Kiai Choliq berdoa kepada Allah SWT. Anehnya, usai peristiwa itu pihak Belanda menyatakan bahwa Kiai Choliq dinyatakan tidak jadi dihukum mati.

Di lingkungan pesantren, Kiai Choliq menjadi pemimpin Pesantren Tebuireng setelah kepemimpinan Kiai Baidhawi. Pada masa kepemimpinannya, Kiai Choliq banyak melakukan pembenahan dan sistem pengajaran kitab kuning. Ia juga sangat menerapkan sistem kedisiplinan yang sangat tinggi di lingkungan Pesantren Tebuireng.

Kiai Choliq juga sangat disegani masyarakat karena memiliki ilmu kanuragan yang tinggi. Hampir setiap hari banyak tamu berdatangan di rumahnya, baik meminta doa-doa maupun syarat kesembuhan.

Pada bulan Juni 1965, Kiai Choliq menderita sakit yang membuat keluarga dan santri Tebuireng merasa cemas. Namun beberapa setelah itu, Kiai Abdul Choliq Hasyim meninggal dunia. Jenazah almarhum dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga Pesantren Tebuireng. 

Budi Prathama