Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Sam Edy Yuswanto
Buku "Katak Menembus Tempurung: 19 Kisah Inspiratif dari Balik Penjara" (Dokumen pribadi/Sam Edy)

Ujian kehidupan setiap orang memang sangat beragam. Dari semua ujian tersebut, kita dapat mengambil hikmah atau pelajaran berharga yang sangat berguna bagi kehidupan kita di masa depan.

Bicara tentang ujian hidup, kita perlu belajar pada para narapidana (napi) yang hidup di balik jeruji besi. Misalnya, kita bisa membaca sederet kisah menarik yang bisa dipetik hikmahnya dalam buku berjudul Katak Menembus Tempurung: 19 Kisah Inspiratif dari Balik Penjara. Buku ini berisi kumpulan kisah inspiratif yang ditulis oleh Warga Binaan Lapas Wirogunan Yogyakarta. Mereka adalah para pemenang lomba penulisan kisah inspiratif kerja sama Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wirogunan Yogyakarta dengan Penerbit Galangpress dan Rumah Terampil Indonesia beberapa waktu silam. 

Secara keseluruhan, ada 19 kisah inspiratif yang tersaji dalam buku ini. Salah satunya yang akan saya ulas berjudul Wirogunan Seperti Kawah Candradimuka karya Eko Setiawan. Salah satu pesan yang bisa saya petik dari kisah yang dipaparkan Eko adalah bahwa penyesalan itu selalu datang di akhir cerita. Berikut ini kutipan kisahnya:

“Rasa sesal pasti datang terlambat. Seperti itulah perasaanku sekarang. Menyesali apa yang sudah aku lakukan hingga akhirnya menjebloskanku ke dalam Lapas ini. Untuk pertama kalinya minum-minum keras hingga mabuk, tak pernah terpikir aku bisa melakukan kesalahan fatal. Pikiran tak sadar dalam pengaruh minuman keras, aku terlibat cekcok mulut, berkelahi, hingga menghilangkan nyawa orang. Akibat kejadian itu, aku harus rela meninggalkan keluargaku untuk meringkuk di penjara selama 4,5 tahun.”

Di dalam penjara, Eko menempati sel yang berisi 5 orang, termasuk dirinya. Ada begitu banyak pelajaran berharga yang bisa didapatkan oleh Eko selama mendekam di dalam penjara. Salah satunya ialah kedekatannya dengan sesama tahanan:

Keterbatasan melakukan aktivitas setiap hari bersama-sama membuat kami merasa dekat satu sama lain hingga muncul satu ikatan dan rasa terpanggil untuk saling menghibur, menasihati, serta membantu. Lengkaplah rasa persaudaraan di antara kami. Kusadari, beruntungnya diriku yang selalu dipertemukan dengan orang-orang baik selama berada dalam tahanan, meski orang berpikir mustahil menemukan orang baik di dalam bui (halaman 23).

Eko teringat nasihat yang pernah dilontarkan oleh Pak Sabar, petugas jaga Lapas tersebut. Pak Sabar pernah mengatakan padanya, “Orang hidup itu memang penuh dengan persoalan dan cobaan. Dan kamu telah digariskan untuk mengalami hal ini dalam hidupmu. Kamu tak bisa memungkiri atau menolak takdir Tuhan. Menyesali perbuatan dan kesalahanmu yang lalu, itu harus! Tapi tak usah berlarut-larut, karena itu akan merusak lahir dan batinmu. Membanggakan dosa dan kesalahanmu yang lalu, itu tidak benar! Karena sekali kamu membanggakan kejahatan, kelak kamu akan berbuat kejahatan yang lebih besar.”

Semoga kisah-kisah yang tersaji dalam buku ini dapat menjadi pelajaran penting yang berguna bagi para pembaca. 

Sam Edy Yuswanto