Lugas, cerdas, kritis, dan berani. Itulah kesan yang saya rasakan ketika membaca buku kumpulan esai Surat Merah untuk Bali karya Putu Fajar Arcana yang diterbitkan oleh Galang Press (2007) ini.
Tak hanya mengurai tentang berbagai hal yang berkaitan dengan Bali, tapi juga mengkritisi kondisi dan situasi Papua, Jakarta, bahkan negara lain seperti Paris dan Singapura juga menjadi pembahasan yang cukup menarik, serta semakin membuka wawasan yang mencerahkan untuk kita semua.
Bicara tentang Bali, Jean Couteau dalam prolog buku tersebut menjelaskan bahwa nama Bali, bagi pelancong mana pun, selama puluhan tahun, selalu menimbulkan citra eksotis. Dalam pencitraan tersebut tak tertolak peran yang dimainkan pengarang Meksiko yang merangkap seorang kartunis, yakni si trendy Covarrubias.
Bukunya yang klasik, Island of Bali memang menghadirkan sosok perempuan gemulai nan elok yang mengusung sesaji, atau tengah mandi tak berbusana di pancuran; pendeknya gambaran suatu firdaus duniawi. Itulah yang kemudian menjadi realitas imajiner yang melekat di benak, bahkan jauh sebelum kita mengalami kenyataan Bali sebenarnya.
Menurut Jean Couteau, di antara hal yang dikupas oleh Covarrubias adalah kecemasannya akan masa depan Bali dan akibat negatif pariwisata serta gempuran budaya asing. Memang Covarrubias mengkhawatirkan hancurnya kebudayaan Bali di hadapan ‘pembaratan’ dan serbuan kaum turis. Di lain pihak, dia menyadari mustahilnya pulau ini bertahan sebagai museum hidup sebagaimana digagas kaum kolonial zaman itu (halaman 11).
Dalam esai berjudul Ubud, Putu Fajar Arcana mengurai, Ubud hampir-hampir sudah jatuh dalam kosa kata yang mendukung terminologi komersial. Sesungguhnya sejak dua orang seniman asing bernama Rudolf Bonnet (Belanda) dan Walter Spies (Jerman) datang ke daerah itu di awal tahun 30-an dan bersama maecenas lokal Tjokorde Agung Sukawati mendirikan perkumpulan pelukis Pita Maha, Ubud sudah keluar dari konteks sosio-kultural yang berbasis kebudayaan agraris. Oleh karena itu mendengar kata “Ubud” diucapkan dulu dan sekarang sungguh-sungguh membangkitkan satu nilai rasa yang berbeda.
Pertengahan bulan Oktober 2004 lalu berlangsung sebuah perhelatan kebudayaan yang dinamakan Ubud Writers and Readers Festival, yang dipusatkan di satu restoran. Bukan sebuah kebetulan kalau sebagian besar penyelenggara dan peserta acara ini adalah orang asing, terutama Australia.
Ketika diundang sebagai pembicara, dengan tegas Putu Facar Arcana ungkapkan bahwa Ubud telah mengalami satu komodifikasi yang membuat daerah ini tidak lagi hanya dipandang dari perspektif eksotika kultural, tetapi telah menjelma menjadi semacam pencitraan tentang sebuah wilayah dengan unsur-unsur mediatif yang kental. Kita tahu industri pencitraan paling terutama dimanfaatkan pariwisata untuk memutar roda bisnis ini (halaman 61-62).
Terbitnya buku kumpulan esai ini selayaknya kita apresiasi. Melalui buku ini, kita akan mengetahui lebih jauh tentang Bali dan segala hal yang berkaitan dengannya.
Baca Juga
-
Cara Menghadapi Ujian Hidup dalam Buku Jangan Jadi Manusia, Kucing Aja!
-
Ulasan Buku Sukses Meningkatkan Kualitas Diri, Panduan Praktis Meraih Impian
-
Ulasan Buku Jangan Mau Jadi Orang Rata-rata, Gunakan Masa Muda dengan Baik
-
Panduan Mengajar untuk Para Guru dalam Buku Kompetensi Guru
-
Ulasan Buku Sabar tanpa Batas, Memaknai Hidup dengan Bijaksana
Artikel Terkait
-
Mahasiswa Bisnis Perjalanan Wisata UGM Gelar Olimpiade Pariwisata #13 Tingkat Nasional
-
Bangkitkan Ekonomi Lokal dan Perkuat Danau Toba, InJourney Sukses Gelar Aquabike Jetski World Championship 2024
-
Soroti Penerbitan Sertifikat, Kapolda Bali Beberkan Tantangan 'Sikat' Mafia Tanah
-
Berangsur Normal, Jumlah Penumpang di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali Meningkat
-
Aktivasi Co-Branding Wonderful Indonesia Ajak Masyarakat Jaga Keindahan Alam dan Budaya
Ulasan
-
Ulasan Buku Menjala Kunang-Kunang, Rayakan Patah Hati Lewat Sebuah Puisi
-
Ulasan Buku Karya Rebecca Hagelin: Tips Melindungi Anak dari Konten Negatif
-
Ulasan Buku Untuk Kamu yang Terlalu Banyak Berpikir Karya Aera Rein
-
I Hate Love Me: Buku yang Memberimu Pelukan Virtual saat Sedang Insecure
-
Ulasan Novel Luka Cita: Menemukan Harapan di Balik Kegagalan
Terkini
-
Sembunyikan Identitas Pangeran, Ini Peran Bae In Hyuk di Check In Hanyang
-
Garap Film Terbaru, Steven Spielberg Gandeng Josh O'Connor Jadi Pemain
-
Selain 'Bila Esok Ibu Tiada', Ini 4 Film Adinia Wirasti yang Wajib Ditonton
-
Ernando Ari Optimis Indonesia Raih 3 Poin, Minta Rekannya Waspadai Hal Ini
-
Anime Welcome to Demon School Iruma-kun Dikonfirmasi Lanjut ke Season 4