Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Sam Edy Yuswanto
Buku "Islam" (Dokumen pribadi/ Sam Edy)

Sebagaimana telah kita pahami bersama bahwa dalam hidup ini kita memiliki dua kewajiban. Pertama, kewajiban menjalin hubungan yang baik dengan Allah Swt. Kedua, kewajiban menjalin hubungan yang baik dengan sesama manusia. Bahkan dengan semua makhluk ciptaan-Nya pun mestinya kita berusaha berbuat baik dan berlaku adil.

Jangan sampai sebagai manusia kita mementingkan diri sendiri. Misalnya karena merasa sudah beribadah kepada Allah, sudah bisa secara rutin menunaikan shalat lima waktu, kemudian merasa tak perlu bersosialisasi dan merasa tak perlu berbuat kebajikan kepada orang-orang di sekitar kita. 

Kita tentu tahu bahwa hidup di dunia ini setiap manusia tidak dapat melakukan apa-apa sendiri. Kita membutuhkan bantuan atau pertolongan orang lain. Karenanya, menjalin hubungan yang baik dengan sesama merupakan hal yang tak boleh ditawar-tawar lagi. Berbuat baik dengan siapa pun mestinya menjadi budaya atau kebiasaan sehari-hari.

K.H. Husein Muhammad, dalam buku Islam (2021) menjelaskan bahwa ibadah personal merupakan cara manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Tuhan, membersihkan hati dan membebaskan diri dari ketergantungannya kepada selain Tuhan, tetapi pada saat yang sama, ia juga menuntut manusia untuk melakukan tanggung jawab sosial dan kemanusiaan. 

Sebenarnya bila kita berusaha memahami ajaran Islam dengan baik, kita tidak akan bersikap semena-mena. Kita tidak hanya sekadar memenuhi kewajiban beribadah tetapi lebih dari itu, yakni mampu memaknai esensi setiap ibadah yang kita kerjakan. Jangan sampai kita menjadi manusia yang bangkrut, sudah capai atau lelah beribadah tapi kita tidak memahami esensinya sehingga kita masih gemar melakukan hal-hal yang merugikan orang lain.

Perihal orang yang bangkrut, dalam buku ini, K.H. Husein Muhammad menguraikan hadits riwayat Muslim. Dalam sebuah perbincangan di masjid dengan para sahabat, Nabi Muhammad Saw. pernah bersabda:

“’Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut?’ Para sahabat menjawab: ‘Ia adalah orang yang tidak punya apa-apa lagi.’ Nabi memberikan penjelasan yang lain, ‘Tidak demikian. Orang yang bangkrut adalah orang yang datang pada Hari Kiamat dengan membawa daftar pahala shalat, puasa, dan zakat. Dalam waktu yang sama, ia juga membawa daftar kezaliman. Ia mengecam si A, menuduh si B, memakan harta si C, menumpahkan darah si D, dan memukul si E. Kepada mereka yang dizalimi, ia akan diharuskan membayar dengan kebaikan yang dimilikinya sampai habis. Manakala ia belum bisa melunasinya, maka dosa korban kezalimannya akan ditimpakan kepadanya. Sesudah itu, ia dilemparkan ke dalam api neraka.’”

Mumpung masih hidup di dunia, mari kita bersama-sama berusaha menunaikan tugas atau kewajiban utama kita, yakni berbuat baik kepada Tuhan, dan berbuat baik kepada sesama manusia. 

Sam Edy Yuswanto