Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Sam Edy Yuswanto
Buku 'Dag Dig Dug' (Dokumen pribadi/ Sam Edy)

Orang tua mana yang tak menginginkan materi yang cukup agar bisa membahagiakan seluruh anggota keluarganya? Hal ini sangatlah wajar karena dengan materi atau harta benda yang cukup, orang tua tentu dapat dengan mudah memanjakan anak-anaknya. 

Namun, terlalu memanjakan anak tentu tidak baik bagi perkembangan psikisnya. Anak yang terbiasa dimanja dan dituruti segala kemauannya, kelak akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang bahkan tidak mandiri.

Oleh karena itu, meskipun orang tua memiliki kekayaan berlimpah, sangat penting menanamkan kesederhanaan pada anak-anaknya sejak dini. Memanjakan anak dengan materi boleh dan sah-sah saja, asalkan jangan terlalu berlebih-lebihan.

Bicara tentang memanjakan anak, ada kisah yang bisa direnungi dalam bukuDag Dig Dug’ karya Sely Purbasari Suryani. Dalam buku tersebut dikisahkan, pada suatu hari Sely membawa serta anaknya yang masih kecil ke kantor. 

Mestinya hal semacam ini harus dijauhi, karena bagaimana pun juga membawa anak ke kantor itu akan mengganggu konsentrasi pekerjaannya. Dan tentu saja ini menyangkut keprofesionalannya dalam bekerja. Namun terkadang ada sesuatu hal yang sulit kita hindari. Misalnya, ketika pengasuh anak sedang sakit maka mau tak mau kitalah yang mengurus anak padahal posisi kita sedang bekerja.

Sebenarnya Sely awalnya ragu membawa anaknya (ikut kerja) ke kantor. Ia terpaksa (karena si Mbak sedang sakit), maka ia pun memutuskan untuk membawa anaknya ke tempat kerja. Di jalan, ia berusaha menyugesti diri sendiri bahwa ia bisa menjalani hari di kantor dengan sempurna. Toh, Syila, nama anaknya, sudah besar juga.

Namun, dugaannya meleset. Syila langsung berontak begitu bertemu orang banyak. Belum lagi tatapan tak suka dari senior yang seolah berkata, “Ngapain bawa anak? Di sini ‘kan tempat kerja, bukan ngasuh anak.”

Sely tentu merasa sedih dengan tatapan semacam itu, Tapi ia berusaha memaklumi. Dengan cuek, ia pun menyalakan laptop, memutar video anak-anak, mulai dari “Si Komo”, “Trio Kwek Kwek”, sampai video lagu “Anak Sholeh” demi menghibur Syila. Ibu dan anak itu pun bernyanyi bersama. Sebenarnya, Sely berusaha menyamankan situasi itu meski aslinya nggak nyaman sama sekali.

Persoalan muncul ketika anaknya ingin pup, sementara ia sedang sibuk disuruh-suruh. Belum lagi ketika anaknya berontak, nangis, karena mengajak tidur. Akhirnya ia meninabobokan anaknya di toilet.

Kisah yang dialami Sely ketika membawa serta anaknya yang masih kecil ke tempat kerjanya semoga dapat menjadi renungan bagi para ibu, agar jangan terlalu memanjakan atau menuruti segala keinginan sang anak, dan berusaha profesional ketika sedang bekerja. 

Memang, sebuah tantangan yang sangat berat, seumpama dalam sebuah rumah tangga, suami dan istri sama-sama bekerja di luar rumah, sementara mereka memiliki anak yang masih kecil yang butuh pengawasan ekstra dan kasih sayang orangtuanya. Semoga ulasan buku ini bermanfaat dan dapat menjadi renungan bersama.    

Sam Edy Yuswanto