Jika mendengar kata toko roti, apa yang kamu ingat? Kalau saya, ingat sama wanginya. Sekali lewat toko roti, pasti tercium aroma roti-roti yang baru keluar dari oven. Tetapi, bagaimana jika kamu melewati toko roti yang justru membuatmu tertarik bukan karena aromanya?
Toko roti yang satu ini membuat orang tertarik karena konsepnya yang bertemakan sihir. Toko ini menjual roti dengan bahan-bahan yang aneh, mungkin kalau seandainya ada di dunia nyata, akan membuat kita merasa mual saat mendengarnya. Tapi, bagaimana kalau penjual di toko ini benar-benar seorang penyihir?
Sekadar peringatan: Buku ini memiliki rating 17+
Penulis buku ini tidak menjelaskan nama dari tokoh utamanya, lalu menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal yang membuat saya suka dengan buku ini adalah, ceritanya melampaui ekspektasi sendiri.
Mengisahkan tentang seorang anak laki-laki yang dituduh melakukan hal yang tidak senonoh kepada adiknya, ia dituduh oleh ibu tirinya sendiri. Karena merasa tidak kuat, akhirnya ia memilih untuk melarikan diri. Di tengah perjalanannya, ia malah menghampiri sebuah toko roti, dan bersembunyi di sana. Ia tidak menyangka, bahwa banyak keajaiban yang menunggunya di sana.
Diceritakan untuk membeli roti, bisa memesan lewat online ataupun beli langsung di toko tersebut. Calon pembeli roti bukan hanya diharuskan sanggup membayarnya, tetapi juga harus sanggup menerima konsekuensi dan memikirkannya secara matang-matang. Hal tersebut membuat saya merasa kalau hal ini memiliki amanat yang cukup mendalam agar tidak gegabah dalam membuat permohonan.
Salah satu yang membuat saya tertarik dengan roti yang dijual adalah, Time Rewinder. Kue yang bisa memutar kembali waktu. Beberapa roti yang dijual sebenarnya agak membingungkan, rasanya seperti membaca buku tentang makanan pesugihan. Tetapi itu justru yang menjadi poin utama dari buku ini.
Selain itu, topik tentang pelecehan seksual yang dibawakan membuatku jadi lebih paham tentang banyaknya korban pelecehan seksual yang memilih untuk diam. Lalu, cerita ini juga memberikan sudut pandang dari orang yang tidak bersalah, tetapi juga menjadi korban.
Oh iya, ada hal yang cukup menarik. Untuk endingnya, sepertinya penulis memberikan referensi ending. Saya rasa, seperti mengarahkan pembaca ingin ending yang seperti apa?
Ada sebuah penggalan dialog yang menarik dari buku ini:
"Tubuh manusia itu sendiri adalah dunia, tetapi tidak ada sebagian kecil pun dari dunia itu yang bisa dikorbankan demi cinta, apalagi kebencian."
Baca Juga
-
Sirah Cinta Tanah Baghdad, Ketika Balas Budi Harus Tahu Batas
-
Review Novel Deessert, Masalah Cinta yang Belum Selesai
-
Review Novel Jadi Siapa Pemenangnya? Pilih Orang Baru atau Cinta Pertama?
-
Review Novel Romankasa, si Aktor Narsis dan Asisten Tak Berpengalaman
-
Review Novel Kembali Bebas, Ketika Menikah Lama Bukan Berarti Bahagia
Artikel Terkait
-
Pentingnya Mempelajari Ilmu Psikologi dalam Buku "Religius Psikologi"
-
Ulasan Buku Pembaca Bintang di Kedai Kopi Bulan Purnama
-
5 Rekomendasi Buku untuk Perempuan yang Ingin Hidup Merdeka
-
4 Tips Membuka Penyewaan Buku yang Bisa Dicoba, Manfaatkan Koleksimu!
-
4 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membeli Buku Bacaan Baru
Ulasan
-
Review Film 13 Days, 13 Nights: Ketegangan Evakuasi di Tengah Badai Taliban
-
5 Drama Korea Bertema Kehidupan Anak Kos yang Bikin Kamu Nostalgia
-
Ulasan Novel Aib dan Nasib, Pertarungan Eksistensial Melawan Stigma Sosial
-
Review Film Mertua Ngeri Kali: Pelajaran Cinta dari Mertua Gila!
-
7 Our Family: Luka Keluarga dari Sudut Anak Paling Terlupakan
Terkini
-
Virgoun Tanggapi Isu Rujuk dengan Inara Rusli, Tolak Mentah-Mentah?
-
Peer Preasure dan Norma Feminitas: Ketika Bullying Halus Menyasar Perempuan
-
Sekolah Darurat Pembullyan, Kritik Film Dokumenter 'Bully'
-
Redmi TV X 2026 Resmi Rilis: Harga Rp 5 Jutaan, Bawa Panel Mini LED 55 Inci
-
6 HP Rp 7-10 Jutaan Terbaik 2025: Mana yang Masih Worth It Dibeli di 2026?