Drama Korea terbaru berjudul "The Worst of Evil" menampilkan Ji Chang-wook sebagai pemeran utamanya. Dalam drama laga thriller misteri yang seru ini, Ji Chang-wook beradu akting dengan Wi Ha-jun dalam penanganan kasus penyebaran obat-obatan terlarang.
Kisahnya berlatar belakang di Seoul pada era 1990-an. Jung Gi-cheul (diperankan oleh Wi Ha-jun), seorang mantan DJ, mengambil alih pimpinan sebuah geng kriminal dan mulai mengedarkan obat terlarang baru yang sangat populer, dikenal sebagai Gangnam Crystal. Obat ini menyebar dari klub-klub malam hingga mencapai pasar internasional, seperti China dan Jepang.
Jung Gi-cheul adalah sosok kompleks dengan dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, dia adalah seorang pemimpin geng yang tegas dan dingin, yang masa lalunya dipenuhi dengan kenangan yang menyedihkan. Di sisi lain, dia merindukan kasih sayang dari cinta pertamanya.
Dalam situasi yang semakin rumit, Park Jun-mo (diperankan oleh Ji Chang-wook), seorang petugas kepolisian tingkat desa, direkrut untuk menyamar dan menyusup ke dalam geng Gangnam Crystal dengan tujuan menjatuhkan Jung Gi-cheul dari dalam. Namun, informasinya sangat terbatas, sehingga Park Jun-mo harus merahasiakan tugas rahasianya dari semua orang, termasuk orang-orang terdekatnya.
Kisah semakin menarik ketika istri Park Jun-mo, Yu Eui-jeong (diperankan oleh Lim Se-mi), yang juga merupakan seorang rekan kerja, tiba-tiba memutuskan untuk bergabung dalam misi tersebut. Namun, ternyata Yu Eui-jeong juga memiliki masa lalu yang terhubung dengan dalang dari obat terlarang tersebut. Situasi ini membuat Park Jun-mo terjebak di antara kewajiban profesionalnya untuk menjatuhkan geng obat-obatan tersebut dan kekhawatiran akan keselamatan istri dan rekan kerjanya.
"The Worst of Evil" terdiri dari total 12 episode. Tiga episode pertama tayang pada tanggal 27 September, dan drama ini sudah berakhir dengan tiga episode penutup yang mantap. Kamu bisa menonton "The Worst of Evil" di layanan streaming Disney+ Hotstar.
Sebagai seorang penikmat film yang cenderung lebih memilih menonton film dua jam pertama, daripada menjalani serangkaian episode dalam sebuah serial, rasa-rasanya aku telah salah menilai seri drakor yang satu ini. Biasanya, aku menghindari serial dengan banyak episode, karena merasa jumlahnya bisa melelahkan. Namun, kali ini, aku menemukan bahwa pandangan itu keliru.
Serial ini mampu memikat hati penonton dengan kejutan dan ketegangan yang dihadirkan di setiap episode. Aksi yang digambarkan dalam serial ini nggak pernah mengecewakan. Meskipun penuh aksi yang mendebarkan, drama yang melibatkan tiga karakter utama (Park Jun-mo, Jung Gi-cheul, dan Yu Eui-jeong) memberikan lapisan emosi yang mendalam.
Drakor ini berhasil membuat penonton merasa terlibat secara emosional dalam perjalanan tiap-tiap karakter. Penonton merasakan kekesalan dan kegemasan ketika menyaksikan perselingkuhan yang terjadi, dan juga merasa sedih ketika beberapa karakter yang berperan penting dalam kesuksesan tokoh utama harus mengorbankan nyawa mereka.
Aksi yang menegangkan, drama percintaan yang memilukan, pengorbanan yang luar biasa, dan pengkhianatan yang membingungkan, semuanya terjalin dengan sempurna dalam 12 episode yang membuat hati penonton patah dan terharu. Serial ini adalah bukti bahwa Drakor juga mampu memberikan kualitas dan ketegangan yang tak tertandingi, bahkan bagi penonton yang sebelumnya skeptis terhadap serial dengan jumlah episode yang banyak. Dengan keberhasilan itu, skor 9/10 rasanya tepat diberikan. Jadi, jangan remehkan "The Worst of Evil".
Pesan moral yang bisa diambil dari "The Worst of Evil" adalah tentang pengorbanan dan keterlibatan dalam menghadapi kejahatan. Kisah ini menggambarkan bagaimana seorang petugas polisi, Park Jun-mo, bersedia meresikokan segalanya, termasuk kehidupan pribadinya, untuk menjatuhkan geng penyebar obat terlarang. Dia juga harus menghadapi kompleksitas hubungannya dengan istri yang terlibat dalam misi serupa.
Bahwa dalam upaya melawan kejahatan dan keadilan, pengorbanan, kesetiaan, dan keteguhan hati sangat penting. Selain itu, kisah ini mungkin menggambarkan bahwa kebenaran dan keadilan nggak selalu datang dengan mudah, dan terkadang kita harus menghadapi konflik internal dan mengorbankan sesuatu yang kita cintai untuk melindungi yang lebih besar. Yuk, ditonton!
Baca Juga
-
Emosional yang Begitu Sesak dalam Film Bila Esok Ibu Tiada
-
Ketika Horor Thailand Mengusung Elemen Islam dalam Film The Cursed Land
-
Review Film Laut Tengah: Ketika Poligami Jadi Solusi Menggapai Impian
-
Krisis Iman dan Eksorsisme dalam Film Kuasa Gelap
-
Kekacauan Mental dalam Film Joker: Folie Deux yang Gila dan Simbiotik
Artikel Terkait
-
Memerankan Ibu Egois di Family by Choice, Kim Hye Eun: Saya Siap Dihujat
-
Berakhir dengan Rating Tertinggi, Ini 4 Penjelasan Ending Drama Korea Family by Choice
-
Bae Doona dan Ryoo Seung Bum Bersatu Hadapi Villain di Drama Korea Family Matters
-
Curi Perhatian di Family by Choice, Inilah 3 Rekomendasi Drakor Seo Ji Hye
-
Spoiler Episode 3 When the Phone Rings, Chae Soo Bin Ketahuan Jadi Pemeras?
Ulasan
-
Review Gunpowder Milkshake: Ketika Aksi Bertemu dengan Seni Visual
-
Ulasan Buku My Home: Myself, Rumah sebagai Kanvas Kehidupan
-
Menggali Makna Kehidupan dalam Buku Seni Tinggal di Bumi Karya Farah Qoonita
-
Bisa Self Foto, Abadikan Momen di Studio Terbesar Kota Jalur
-
Ulasan Buku Bersyukur Tanpa Libur: Belajar Menerima Apa yang Kita Miliki
Terkini
-
PSSI Targetkan Timnas Indonesia Diperingkat ke-50 Dunia pada Tahun 2045 Mandatang
-
Memerankan Ibu Egois di Family by Choice, Kim Hye Eun: Saya Siap Dihujat
-
3 Serum yang Mengandung Tranexamic Acid, Ampuh Pudarkan Bekas Jerawat Membandel
-
3 Varian Cleansing Balm Dear Me Beauty untuk Kulit Kering hingga Berjerawat
-
Alfan Suaib Dapat Panggilan TC Timnas Indonesia, Paul Munster Beri Dukungan