Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Athar Farha
Film Concrete Utopia (IMDb)

Kota Seoul terguncang oleh kekuatan gempa bumi yang mengerikan, dan segala sesuatu berubah dalam sekejap. Sementara dampak kerusakan akibat bencana alam ini belum dapat dipastikan secara pasti, satu gedung apartemen di tengah kota Seoul, dikenal sebagai Apartemen Hwang Gung, menjadi satu-satunya struktur yang masih tegak berdiri.

Di tengah kekacauan ini, para pengungsi datang berbondong-bondong mencari perlindungan dari cuaca dingin yang ekstrem. Kendati penghuni Apartemen Hwang Gung awalnya bersatu untuk membantu, seiring berjalannya waktu, jumlah pendatang yang terus bertambah mulai menguji keterbatasan fasilitas. Terancam oleh jumlah yang semakin besar, para penghuni kemudian bersatu untuk merumuskan aturan khusus bagi para pendatang alias penghuni baru. 

BACA JUGA: Ulasan Manhwa A Fairy Tale for the Villains: Alasan di Balik Peran Penjahat

Pada 23 Agustus 2023, penonton di bioskop, menyaksikan Apartemen Hwang Gung sebagai oase terakhir di tengah kehancuran. Filmnya berdasarkan webtoon "Pleasant Bullying" karya Kim Sung-nik. Disutradarai oleh Uhm Tae Hwa, film ini menggambarkan kehidupan setelah gempa di sekitaran Apartemen Hwang Gung, di mana penduduknya berasal dari berbagai latar belakang dan harus bersatu untuk bertahan.

Ulasan:

Film "Concrete Utopia" asal Korea Selatan yang dinobatkan sebagai film terlaris kala penayangannya, menghadirkan kisah yang memfokuskan pada perjuangan, persatuan, dan perubahan sosial di tengah bencana. Dengan sentuhan skenario dari Um Tae-hwa dan Lee Sin-ji, penonton diajak merenungkan makna kemanusiaan di saat-saat krisis. Apartemen Hwang Gung, di tengah kekacauan dunia luar, menjadi simbol ketahanan dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.

BACA JUGA: Ulasan Buku 'Belajar Gagal dari Tokoh-Tokoh Sukses Dunia', Jangan Takut dengan Kegagalan!

Meskipun alur cerita film ini solid, ada beberapa aspek yang tampaknya kurang konsisten. Salah satunya adalah mengenai nggak adanya bantuan memadai yang datang setelah gempa. Meskipun gempa hanya terjadi di wilayah tertentu, terasa aneh bila bantuan nggak datang/ada. Terlepas sudah dijelaskan alasannya di dalam film, tetap saja aneh. Pikiran penonton, pasti ada yang memikirkan helikopter. Kendaraan udara itu, sebenarnya bisa saja ada karena gempa itu hanya terjadi di Kota Seoul, bukan terjadi di berbagai negara. Hal ini jelas mengganjal logika dalam cerita.

Selain itu, beberapa karakter dalam film tampaknya kurang mendalam dalam pengembangan latar belakang hidup mereka. Seperti karakter 'perawat', yang paling humanis, nggak sepenuhnya dijelaskan mengapa dia bisa sangat peduli. Namun, pada klimaks film, adegan berdarah dan amarah, cukup memberikan pengalaman seru dan unik ketika menontonnya. 

Secara keseluruhan, "Concrete Utopia" adalah pengalaman menonton yang menyenangkan dan seru, dengan nilai 8,5/10. Intinya, film ini mampu menyajikan cerita yang kuat meskipun ada beberapa kekurangan dalam konsistensi dan pengembangan karakter. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Athar Farha