Kalau Jakarta punya Pecenongan sebagai salah satu pusat kuliner malam, Garut juga punya Pasar Ceplak. Posisinya yang strategis berada di tengah kota Garut membuat pasar ceplak ramai oleh pengunjung baik dari kalangan warga Garut hingga para wisatawan.
Meskipun disebut pasar, Pasar Ceplak hanya terdiri dari beberapa gerobak yang jumlahnya kurang lebih sekitar tiga puluh gerobak saja yang berderet memenuhi jalan siliwangi sekitar 300 meter. Walaupun hanya sedikit, Pasar Ceplak mampu membuat malam di kota Garut menjadi hidup. Pasar ini tidak pernah sepi dan selalu ramai terutama di malam minggu.
Pasar ini menyediakan berbagai jenis kuliner yang bisa dicicipi mulai dari yang ringan hingga berat. Di antaranya ada ongol-ongol, hingga martabak, ayam goreng, bebek goreng, sate, hingga soto. Tak hanya itu saja, ada beberapa makanan unik yang sering menarik minat para pelanggan di sini.
Contohnya ada kue putu pelangi yang memiliki warna yang cantik. Tidak seperti kue putu biasa yang hanya berwarna hijau saja, kue pelangi ini memiliki warna yang sesuai dengan namanya. Namun, rasanya tak kalah enak, gula merahnya terasa begitu manis dan lumer di lidah ketiga digigit.
Untuk menikmati makanan di sini Anda tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar. Semua harga makanan yang ada di sini ramah di dompet. Tapi walaupun begitu, kualitas dan rasa makanan di sini tak kalah lezatnya.
Untuk penamaan Pasar Ceplak sendiri dimulai pada tahun 1960-an ketika Indonesia tengah mengalami krisis pangan karena musim kemarau yang berkepanjangan. Karena kekurangan pangan itulah banyak masyarakat yang beralih dari makan nasi dengan oyék.
Keadaan yang sulit seperti ini sering menjadi bahan gurauan dan pembicaraan para pedagang di sekitaran Garut. Di antara yang sering menjadi bahan gurauan adalah bagaimana nikmatnya makan oyék sambil céplak. Saking enaknya, saat masyarakat mengkonsumsi oyek pun timbul suara ceplak (nyeplak) ketika mengunyahnya.
Sejak saat itu kata ceplak menjadi populer ketika seseorang tengah makan makanan yang enak hingga berbunyi. Kemudian ketika warga dapat menikmati kembali makanan dan jajanan yang enak-enak di pusat kuliner malam di Garut, mereka pun menamakan tempat itu dengan Pasar Ceplak.
Sedangkan jika dari sisi historis, mengutip dari halaman indonesia.go.id, budayawan lokal Garut Franz Limiart mengatakan pasar ceplak sebenarnya sudah muncul dari tahun 1940-an di mana pada saat itu banyak pedagang berjualan makanan di sekitar alun-alun Garut. Pada saat itu banyak pedagang yang menjajakan kue tradisional mulai pukul 16.00 WIB hingga tengah malam. Namun karena adanya penertiban dari pemerintah, akhirnya para pedagang pindah menuju lokasi yang tak jauh dari sana.
Para pedagang yang pindah ini akhirnya berjualan di Jalan Siliwangi yang kini sebagian jalannya menjadi lokasi Pasar Ceplak. Pada saat itu jajanan yang dijajakan berupa gurandil, klepon, jalabria (gemblong), dan kue cucur. Sedangkan untuk makanan beratnya ada berbagai jenis papaisan (pepes) mulai ikan hingga ayam serta masakan khas sunda lainnya.
Lalu lama-kelamaan berburu makanan di sekitaran pasar ceplak pada sore hari menjadi kebiasaan masyarakat sekitar Garut. Akhirnya kawasan sekitar pusat kota Garut tersebut dipenuhi pedagang lain dan pengunjung yang datang pun semakin banyak. Terutama pada saat bulan Ramadhan, pasar ceplak sering kali ramai oleh pengunjung baik yang sekedar mencari makanan untuk berbuka ataupun yang ingin berbuka disana.
Pasar Ceplak sampai saat ini eksistensinya masih ada. Biasanya para pedagang mulai bersiap-siap menyiapkan gerobak-gerobak atau warung tenda untuk mulai menjajakan makanan setelah shalat ashar dan tutup pada tengah malam hari. Atau dimulai sekitar pukul 16.00 WIB hingga 22.00 WIB. Sedangkan pagi sampai siang hari, jalan ini merupakan jalan umum yang ramai lalu-lintas kendaraan.
Bagi para wisatawan luar kota yang datang ke Garut dan ingin mencoba mencicipi kuliner Pasar Ceplak bisa datang ke mari menggunakan Kereta Api dan turun di stasiun Garut. Pasar ini hanya berjarak sekitar 650 meter saja dari Stasiun Garut, Anda hanya tinggal berjalan kaki saja sekitar lima menit dan bisa menikmati kuliner malam yang melegenda di Garut.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Kuliner Indonesia Makin Hits, Inilah 5 Tren Inovatif yang Wajib Dicoba
-
Perbedaan Ramen, Soba, dan Udon: 3 Jenis Mi Khas Jepang yang Sering Bikin Bingung
-
Pecinta Kuliner Merapat, Festival Bakso Ini Cocok Untuk Kumpul Bareng Komunitas Hingga Keluarga
-
Apa itu Kopi Pancong dan Kopi Sanger? Simak 6 Fakta Unik Soal Budaya Ngopi di Aceh
-
Jelajah Rasa Betawi yang Asli: 6 Kuliner Wajib Coba di Setu Babakan
Ulasan
-
4 Toko Kain Lokal Terbaik, Temukan Kain Impianmu di Sini!
-
Ulasan Buku Hal-Hal yang Boleh dan Tak Boleh Kulakukan, Kunci Hidup Bahagia
-
Ulasan Film Raatchasan: Mengungkap Pelaku Pembunuh Berantai Para Remaja
-
Ulasan Buku 'Seseorang di Kaca', Refleksi Perasaan terhadap Orang Terkasih
-
Resensi Novel Lari dari Pesantren: Sebuah Renungan dari Kisah Dua Santri
Terkini
-
Sambut Hari Anak Sedunia PBB, Doyoung NCT Donasi Rp1,1 Miliar ke UNICEF
-
3 Film Korea yang Dibintangi Song Kang Ho, Ada Sporty hingga Mendebarkan
-
Indonesia dan Lunturnya Budaya Malu, dari "Jam Karet" hingga Korupsi
-
4 Tips OOTD Rok ala Zara Adhisty yang Girly Abis, Cocok Buat Hangout!
-
TVXQ Resmi Merilis Album Perayaan Debut 20 Tahun di Jepang Bertajuk 'Zone'