Tabula Rasa adalah pemenang ketiga dalam Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2003. Novel Tabula Rasa kemudian diterbitkan oleh Grasindo di 2004 sebelum diterbitkan kembali oleh Gramedia Pustaka Utama di 2014.
Cerita dalam novel Tabula Rasa menggunakan alur campuran, yang mana sejak awal pembaca akan diajak untuk flashback ke sepuluh tahun lalu saat sang tokoh utama, Galih, pindah kuliah ke Rusia mengikuti orang tuanya yang menetap di sana karena pekerjaan ayahnya sebagai Duta Besar.
Di Rusia, Galih berkenalan dengan Kasnaya sebelum akhirnya mereka menjalin hubungan asmara. Sayangnya, situasi politik yang memanas di Rusia saat itu membuat Galih sekeluarga harus secepatnya kembali ke Indonesia.
Saat itu semua pihak yang mempunyai kedekatan atau hubungan dengan duta besar dicurigai. Sehari setelah kepulangan Galih, Kasnaya bersama ayahnya terbunuh.
Pada tanah, aku menahan amarah sebab dia telah menguruk kekasihku bersama cacing dan unsur-unsur hara, membuatnya semakin subur dan membiarkan belatung menikmati dagingnya. Tak ada suara tapi mulutku menganga, teriakan paling keras tanpa volume. (hlm 53)
Ketika sudah menjadi dosen, Galih tertarik pada mahasiswinya yang bernama Raras. Ia ‘melihat’ Kasnaya di dalam diri Raras bahkan menjumpai bahwa Raras pun senang melukis seperti halnya Kasnaya.
Kedekatan yang kemudian terjalin membuat Galih jatuh cinta pada Raras. Apalagi ia sudah belajar berdamai dengan kenangannya bersama Kasnaya. Namun, sayangnya Raras mencintai orang lain. Seseorang bernama Violet. Perempuan yang telah meninggal dunia karena over dosis.
Selain menyuguhkan kisah cinta yang tak biasa, novel ini juga disisipi dengan isu-isu politik, seperti: gerakan komunis di Soviet, kudeta Presiden Gorbachev, Gerakan 30 September 1965 di Indonesia, sampai ke masalah narkoba dan hal-hal yang dianggap tabu seperti LGBT dan pergaulan bebas.
Alur cerita yang bergerak maju mundur dari berbagai sudut pandang para tokohnya, ditambah dengan gaya penceritaan memikat penuh dengan narasi metaforis, menjadikan novel ini demikian kaya.
Tabula Rasa menyuguhkan kompleksitas cinta dalam realita kehidupan. Menggali jati diri para tokohnya untuk meraih kebahagiaan dalam versi terbaiknya. Sesuai keinginan mereka. Sebagaimana harapan itu terus ditumbuhkan. Seperti yang pernah dikatakan Raras.
Vi, aku kini tahu siapa aku. Aku dilahirkan sebagai batu tulis kosong. Aku tabula rasa, aku adalah dogma dari aliran empiris dan aku terbentuk dari perjalanannya hidup. Aku tak pernah menyesalinya. Aku tak menyesali jalanku.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Novel Hantu di Rumah Kos, Banyak Logika Janggal yang Bikin Galfok
-
Ulasan Buku Imung: Siulan Kematian, Misteri Kematian Pengarang Nyentrik
-
Eksploitasi dan Kekerasan Seksual Anak Jalanan dalam Novel Sepuluh
-
Ulasan Buku Seri Mengenal Emosi: Malu, Mengajarkan Anak Mengatasi Rasa Malu
-
Ulasan Novel The Sinden: Kisah Absurd Pesinden bernama Dingklik Waranggana
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Hotel Royal Costanza: Kisah Seorang Jurnalis yang Disandera
-
Ulasan Novel Dari Arjuna untuk Bunda, Kisah Luka Seorang Anak
-
Ulasan Novel Hantu di Rumah Kos, Banyak Logika Janggal yang Bikin Galfok
-
Memperbaiki Kesalahan di Masa Lalu dalam Novel 'Ten Years Challenge'
-
Donne Maula Raih Piala Citra, Yura Yunita Beri Respon Tak Terduga:Sayang, Kamu Lupa...
Ulasan
-
Mama yang Berubah Jadi Peri di Mummy Fairy and Me 4: Keajaiban Putri Duyung
-
Jambi Paradise, Destinasi Wisata Pilihan Keluarga
-
Melancong ke Jembatan Terindah di Jambi, Gentala Arasy
-
Review Film Role Play, Menjelajahi Dunia Karakter dan Narasi
-
Ulasan Novel Hotel Royal Costanza: Kisah Seorang Jurnalis yang Disandera
Terkini
-
Ditanya soal Peluang Bela Timnas Indonesia, Ini Kata Miliano Jonathans
-
3 Rekomendasi Oil Serum Lokal Ampuh Meredakan Jerawat, Tertarik Mencoba?
-
Selamat! NCT Dream Raih Trofi ke-2 Lagu 'When I'm With You' di Music Bank
-
Disney Umumkan 5 Drama Korea yang Tayang di Tahun 2025, Ada Knock Off!
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda