Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Rie Kusuma
Cover novel Miss Pesimis (Doc. Ipusnas)

Novel Miss Pesimis terbitan Gramedia Pustaka Utama (2016) merupakan karya dari aliaZalea, penulis yang telah melahirkan sejumlah novel, di antaranya: The Wanker, The Devil in Black Jeans, Boy Toy, dan Celebrity Wedding.

Adriana Amandira, lajang 30 tahun, masih perawan, menghabiskan lima belas tahun hidupnya hanya untuk mencintai teman lelakinya semasa SMP, Thomas Baron Iskandarsyah. Lelaki yang tak pernah dijumpainya lagi sejak ia bertolak ke Amerika untuk menempuh pendidikan selepas lulus SMP.

Ketika berumur 27 tahun, Adri pernah dilamar oleh Vincent Blake, kekasihnya kala itu, tapi kemudian ia tolak karena sesungguhnya ia tidak pernah mencintai Vincent. Gadis itu belum bisa melupakan Baron dan masih berharap pada lelaki itu, yang ia sendiri tak tahu keberadaannya.

Saat kembali dari Amerika dan bekerja di Good Life, Adri berkenalan dengan Ervin Daniswara, teman sekantor yang seganteng Dewa Yunani tapi punya aktivitas seksual yang terlalu aktif. Ervin gemar gonta-ganti pacar sesering ia berganti pakaian.

Suatu hari dalam perjalanan liburan ke Singapura, Adri bertemu Kalvin, adik Baron, dan mengetahui bahwa lelaki pujaannya sejak SMP itu akan segera bertunangan dengan Olivia, teman satu sekolahnya di SMP.

Dalam satu kesempatan, Adri bertemu kembali dengan Baron yang ternyata bersahabat baik dengan Ervin. Justru dalam pertemuan itu Ervin tampak over protektif terhadap interaksi antara Adri dan Baron.

Hal yang sesungguhnya menjadi indikasi bahwa ia menyimpan ketertarikan pada Adri, seperti halnya Adri. Namun, hanya mereka berdualah yang tak menyadari bahwa sebenarnya diam-diam mereka telah jatuh hati.

Adri malah kemudian kedapatan patah hati—ketika Baron sempat memutuskan pertunangannya dengan Olivia dan bermaksud membatalkan pernikahan untuk menjalin kasih dengan Adri—karena Baron kembali ke pelukan Olivia.

Terus terang saja, bagi saya novel ini terlalu banyak unsur ‘kebetulan’nya. Seperti kebetulan pertama, yaitu saat Adri bertemu Kalvin, adik Baron, di bandara saat berangkat liburan ke Singapura dan ‘kebetulan’ bertemu Baron saat di bandara Singapura selepas pulang dari liburan.

Kebetulan kedua, Ervin mengajak Adri nonton musik jazz di Hardrock Cafe dan ternyata di sana bertemu Baron yang ‘kebetulan’ adalah sahabat Ervin.

Bahkan tiket nonton musik tersebut ‘kebetulan’ diberikan Baron pada Ervin. Padahal sebelumnya Baron-lah yang ingin mengajak nonton Adri.

Kebetulan ketiga, Adri bertemu dengan Eddie Tan—rekan kerja Vincent mantan pacar Adri, yang warga negara Malaysia—di Lembang saat Adri berlibur tahun baru di sana bersama Ervin.

Masih banyak lagi beberapa kebetulan dalam novel ini dan rasanya untuk sebuah novel, alangkah baiknya jika tak memuat banyak faktor kebetulan yang justru akan mencederai bangunan cerita.

Selain faktor kebetulan, dalam alur cerita novel Miss Pesimis ini juga terdapat beberapa hal yang mengganjal bagi saya selaku pembaca.

Misalnya, tentang profesi Adri yang di beberapa halaman dikatakan sebagai Training Human Development (Hal. 40), Manajer Personalia (Hal. 88), Human Resources Manager (Hal  269), yang ketiganya merupakan profesi yang sama. Namun, tiba-tiba ada narasi yang mengatakan profesi Adri sebagai psikolog.

"Selama hampir 10 tahun jadi psikolog, tidak pernah-pernahnya aku mau menyingsingkan lengan bajuku untuk menjadi marriage counselor, karena aku tidak mau pusing gara-gara memikirkan urusan cinta orang lain. Urusan cintaku saja berantakan, bagaimana mau mengurusi orang lain?" (Hal. 172)

Ganjalan berikutnya, Eddie, yang berada di Lembang untuk liburan sebelum melepas masa lajang. Kedatangannya itu menjelang tahun baru yang tiketnya tentu sangat mahal. Apalagi Eddie ke Indonesia bersama ketiga temannya. Namun, dia sampai bela-belain untuk datang ke Indonesia dan ‘cuma’ berakhir di Lembang.

Saya tidak bisa menyampaikan beberapa ganjalan lainnya, karena bisa jadi saya malah akan spoiler tentang ceritanya. Cuma harus saya akui, keresahan saya atas ganjalan tersebut karena membuat ceritanya jadi tidak ‘make sense’.

Namun terlepas dari kekurangannya tersebut, saya masih bisa menikmati ceritanya, apalagi ada Ervin yang gantengnya seperti Dewa Yunani dan sikapnya sangat peduli walaupun bergelar playboy.

Bagi kalian yang menyukai novel metropop dengan gaya bahasa ringan dan tokoh-tokohnya yang rupawan, saya pikir kalian akan cukup menyukai novel Miss Pesimis.

Pesimisnya ada di mana? Kalian akan tahu saat membacanya nanti.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rie Kusuma