Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Rie Kusuma
Cover novel Olga: Backstreet (Doc. Ipusnas)

Selalu menyenangkan membaca kembali karya-karya dari almarhum Hilman Hariwijaya. Saya jadi kembali bernostalgia ke masa remaja, kala buku-buku beliau menjadi bacaan wajib bagi saya yang penggemar genre komedi.

Kali ini novel karya Hilman Hariwijaya yang saya baca adalah Olga: Backstreet, yang diterbitkan pertama kali oleh Gramedia Pustaka Utama di tahun 1992 dan edisi digitalnya terbit di tahun 2019.

Olga tengah menjalin kasih dengan tetangga kompleks rumahnya yang bernama Andi. Namun, dari gelagat yang ditunjukkan Papi Olga, terlihat kalau Papi tidak suka jika anak gadisnya itu berpacaran.

Papi selalu menghalang-halangi niat Andi untuk ketemu Olga, dengan sengaja mengajak Andi main catur, ngisi bak mandi bareng, sampai mendengarkan Papi cerita masa mudanya pas zaman perang.

Walhasil, Andi jadi gagal ketemu Olga dan lama-lama semangatnya kian surut untuk datang ke rumah Olga. Sampai suatu kali, Wina, sahabat Olga, menyarankan Olga untuk backstreet saja dengan Andi.

Kucing-kucingan antara Papi dan Olga pun lantas dimulai. Olga kerap ketemuan dengan Andi di luar rumah. Awalnya, semua aman-aman saja. Sampai akhirnya, suatu hari Papi mergokin Olga sama Andi yang baru keluar dari kedai es krim. Tapi, Papi pura-pura tidak melihat mereka.

Kejutan menanti Olga ketika Papi sengaja menunggunya di rumah. Terutama alasan di balik senewennya Papi setiap Andi datang ke rumah, yang akhirnya diketahui Olga.

Selain Lupus, Olga adalah buku karya Hilman Hariwijaya yang saya gemari. Seperti halnya karakter Lupus yang konyol, Olga juga sama konyolnya dengan Lupus dalam versi perempuannya.

Beberapa kekonyolan Olga di dalam buku ini selain dalam bab Backstreet, juga ada di bab Bazar B-day saat Olga jadi dukun ramal gadungan. Lalu di bab Dangdut Fever!, Olga kebagian jadi panitia malam kesenian yang terpaksa ngundang Somad buat jadi bintang tamu. Padahal Olga ilfeel sama Somad yang selalu mengejar-ngejar cinta Olga.

Beberapa kisah dalam buku Olga: Backstreet tak melulu lucu, tapi ada juga kisah pilu para karyawan Radio Gaga yang gagal dapat bonus dalam Serenada Natal. Lalu kisah Olga mengumpulkan dana untuk operasi anak ibu kantin yang terkena kanker di bab Serum. Juga kisah Wina yang dimanfaatkan pacarnya.

Nah, di bab Wina ini ada sesuatu hal yang saya anggap sebagai kekurangan dalam buku ini. Yaitu ketika ada adegan Wina melampiaskan kekesalannya pada pacarnya, dengan menyakiti Felix, kucing pemberian pacarnya itu.

Seperti ketika kucingnya asyik tidur dan Wina tahu-tahu menendang Felix sampai mental keluar jendela. Felix yang digebuk sapu, dilempar dari lantai dua, dan yang paling parah, ketika Felix sama Wina dipegang buntutnya, diputar-putar, lalu dilempar ke udara.

Sebagai pencinta kucing, saya tidak menemukan humor atau hal yang bisa dianggap lucu dalam part tersebut. Saya lebih melihatnya sebagai bentuk kekerasan pada hewan peliharaan. Setidaknya itu menurut saya selaku pembaca.

Namun, selain dari hal tersebut, Olga: Backstreet menyajikan bacaan yang cukup menghibur dan membuat saya kembali bernostalgia. Terutama jadi teringat film Olga dan Sepatu Roda, yang dahulu dibintangi Desi Ratnasari dan Nike Ardilla.

Rie Kusuma