Buku ini ditulis dalam bentuk surat-menyurat antara seorang ibu dan anaknya. Penulis berharap bahwa dengan ditulis dalam bentuk tersebut, pembaca akan lebih mudah memahami dan lebih terikat emosinya.
Buku ini mengisahkan tentang kepedihan dan kesedihan seorang ibu akibat kerinduannya terhadap anaknya yang disampaikan melalui sebuah surat. Anaknya dikisahkan telah menikah dan membina rumah tangga dengan istrinya, hingga sibuk dengan berbagai urusan sehingga melupakan baktinya kepada ibunya.
Dalam surat yang ditulis oleh ibu kepada puteranya, pembaca akan diajak untuk menyelami kehidupan seorang ibu yang telah banyak berkorban demi anaknya. Kepayahan yang dialami saat mengandung, melahirkan, mengasuh, mendampingi hingga dewasa, serta melepaskan anak tersayang saat menikah.
Betapapun beratnya kesulitan, berapa banyak waktu, dan berapa banyak tenaga yang telah seorang ibu habiskan untuk anaknya, kasih sayang seorang ibu lebih besar dari semua itu. Namun, dimasa tuanya dia justru mengalami kepayahan yang lebih besar dari kepayahan yang pernah dialaminya, kerinduan kepada anaknya justru hal yang paling berat dan menyiksanya.
Gaya bahasa penulis yang indah mampu membuat pembaca bisa merasakan emosi yang dialami ibu tersebut, dan perasaan sedih serta sakit hati yang dialami ibu tentu membuat pembaca menitikan air mata.
Surat balasan untuk ibu yang ditulis oleh sang anak mengisahkan tentang penyesalan anak tersebut kepada ibunya, ia terlena akan kehidupan barunya yang dia bina dengan istrinya, dan ia sibuk mencurahkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Meski berulang kali istrinya mengingatkannya untuk mengunjungi ibunya, ia sibuk dengan hal lain dan melupakan baktinya tersebut.
Kisah di dalam buku ini banyak kita jumpai dalam kehidupan nyata. Banyak orang tua lanjut usia yang sangat merindukan anaknya, sementara anaknya sibuk menciptakan kebahagiaan bersama keluarga barunya.
Buku saku setebal 46 halaman ini diharapkan dapat menyadarkan anak-anak akan pentingnya tidak pernah melupakan bakti kepada orang tua, sebab bakti kepada orang tua itu berakhir setelah anak tersebut meninggal.
Setelah dia menikah, bakti tersebut mesti ia rajut dengan cara rajin mengunjunginya atau menelpon agar menghilangkan kesepian seorang ibu yang terpisah jarak dengannya. Bahkan setelah orang tua wafat, ia harus tetap merajut bakti tersebut dengan mendoakannya dan melakukan amalan yang sesuai syariat yang bisa mendatangkan pahala untuk orang tuanya di kubur.
"Orang tua adalah pintu surga yang di tengah, sekiranya engkau mau, sia-sia kan-lah pintu itu atau jagalah! ". (HR.Ahmad).
Baca Juga
-
Totto-chan The Little Girl at The Window, Film yang Sayang untuk Dilewatkan
-
Restorasa, Restoran Bergaya Klasik yang Mencuri Perhatian di Stasiun Garut
-
Review Buku Tentang, Untuk, Karena: Sebuah Perjalanan Melepaskan Keterikatan
-
Melihat Makna Sebuah Perjalanan Lewat Buku Nomadic Heart
-
Dimulai Besok, Jangan Sampai Lewatkan War Tiket Film Laut Bercerita
Artikel Terkait
-
Geger! Megawati Dibunuh Anak Kandung, Publik Naik Pitam: Anak Biadab
-
5 OOTD Hijab Turban Kekinian Camilia Azzahra Anak Ridwan Kamil Sebelum Putuskan Lepas Kerudung
-
5 Tahun Nikah, Jawaban Habib Ja'far Saat Ditanya Belum Punya Anak Bikin Adem
-
Jangan Cuma Buat Beli Mainan, Begini Tips Orang Tua Kelola THR Lebaran Anak Dengan Efektif
Ulasan
-
Dari Utas viral, Film Dia Bukan Ibu Buktikan Horor Nggak Lagi Murahan
-
Review The Long Walk: Film Distopia yang Brutal, Suram, dan Emosional
-
Menyikapi Gambaran Orientasi Seksualitas di Ruang Religius dalam Film Wahyu
-
Review Film Janji Senja: Perjuangan Gadis Desa Jadi Prajurit TNI!
-
Review Film Dilanjutkan Salah, Disudahi Perih: Drama Romansa Penuh Dilema
Terkini
-
4 Serum Ekstrak Lemon yang Ampuh Bikin Wajah Cerah Seketika, Kaya Vitamin C
-
The Apothecary Diaries Umumkan Musim 3 dengan Misteri Baru di Luar Istana
-
Dia Bukan Ibu: Ketika Komunikasi Keluarga Jadi Horror
-
Jangan Sampai Ketipu! Bongkar 7 Trik Jitu Bedakan Sepatu KW vs Ori
-
AXIS Nation Cup adalah Kampus Nyata Para Champion Masa Depan