Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Athar Farha
Foto Film Temurun (IMDb)

"Temurun" yang skripnya ditulis oleh Vontian Suwandi, merupakan film horor debut pertama Inarah Syarafina sebagai sutradara, serta debut pertama bagi rumah produksi Sinemaku Pictures membuat film bergenre horor.

Dalam debutnya, Sinemaku Pictures pun berkolaborasi dengan Legacy Pictures. Sebagai langkah pertama bagi banyak orang di balik layarnya, "Temurun" hadir dengan ekspektasi yang nggak terlalu tinggi.

"Temurun" bercerita tentang kakak beradik, Dewi (Yasamin Jasem) dan Sena (Bryan Domani), harus menghadapi serangkaian peristiwa supranatural setelah menerima warisan misterius dari orang tua mereka yang baru saja meninggal.

Warisan itu ternyata membawa kutukan dan rahasia kelam yang melibatkan leluhur mereka. Perjalanan Dewi dan Sena dalam mengungkap misteri di balik warisan ini menjadi inti dari cerita "Temurun".

Review Film Temurun

Film Temurun, selain sebagai debut pertama si sutradara, film ini juga sangat mencolok kemiripannya dengan film buatan Ari Aster, "Hereditary". Bahkan, ada adegan dalam "Temurun" tampak sangat mirip dengan adegan pada film "Hereditary". Meskipun mengambil inspirasi dari film lain, itu bukan hal yang sepenuhnya negatif.

Akan tetapi, menurutku, sangat penting untuk tetap membawa elemen-elemen orisinal dan memberikan sentuhan baru, supaya filmnya bisa dianggap berdiri sendiri. 

Dari segi akting, para pemainnya sudah menunjukkan performa yang cukup baik. Bryan Domani dan Yasamin Jasem, sebagai pemeran utama, berhasil menghidupkan karakter mereka dengan sangat oke. Keduanya tampil lebih kompleks dan tampak sekali sebagai sebuah peningkatan dalam performa akting mereka.

Minimal, plotnya cukup mampu bercerita dan ngajak penonton untuk duduk sampai akhir film, terlepas ending-nya bikin senam jantung. Kok senam jantung ya? Baca sampai akhir ya. 

Bagian ending, yang terasa terburu-buru dan nggak memberikan penyelesaian yang memuaskan. Durasi film yang pendek banget, 86 menitan doang, semakin memperparah masalah ini, seolah-olah nggak ada cukup waktu dan ruang untuk mengembangkan cerita dengan baik.

Endingnya yang terkesan dipotong secara tiba-tiba membuatku bingung, kecewa, dan ingin sekali aku berteriak, “Kok gini banget ya?” 

Ya, pokoknya, bagiku, naskah film ini kayak kurang mampu memberikan resolusi yang layak, seolah-olah film ini berakhir dalam keadaan yang nggak pasti.

Hal ini sangat disayangkan, karena memberikan kesan bahwa film ini belum sepenuhnya selesai. Alhasil, alih-alih meninggalkan kesan yang mendalam, "Temurun" justru berakhir dengan kata, “Ya sudahlah.”

Okelah kalau begitu. "Temurun" jelas termasuk film mengecewakan, meskipun ada beberapa aspek positif, seperti akting para pemain yang cukup baik, hal ini nggak cukup untuk menutupi kekurangan yang ada.

Dengan begitu banyaknya potensi yang dimiliki oleh orang-orang di balik layar dan bintangnya, "Temurun" seharusnya bisa menjadi film yang lebih baik dan mengesankan.

Pada akhirnya, skor dariku: 5/10. Terlepas masih ada banyak ruang untuk perbaikan, film ini masih bisa memuaskan buat para pencinta film horor kok. Aku berharap untuk para pembuat film ini, belajar dari pengalaman dan menghasilkan karya yang lebih baik di masa depan, biar nggak terlalu bikin kecewa penonton yang sudah beli tiketnya.

Dengan upaya yang lebih matang dan perencanaan yang lebih baik, aku yakin, Sinemaku Pictures dan tim di balik "Temurun" bisa menghasilkan film horor yang lebih memuaskan dan orisinal. Selamat nonton ya. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Athar Farha