Ghosting Writer, novel karya Aya Widjaja satu ini akan membawa pembaca ke dalam kehidupan Wilhelmina Ghaisani, atau akrab disapa Wilma. Sebagai penulis muda di platform menulis online T3, Wilma menghadapi tantangan berat untuk mempertahankan peringkatnya di tengah maraknya popularitas penulis lain dengan nama pena Ghosting Writer.
Wilma merasa frustrasi karena meskipun telah berusaha keras mempromosikan karyanya, Ghosting Writer mampu meraih popularitas tanpa usaha promosi yang berarti. Ini menjadi sumber ketegangan bagi Wilma yang sudah cukup tertekan dengan perlakuan kakak kelasnya, Ganindra, yang sering menggoda dan mengganggunya.
Cerita ini bukan hanya tentang persaingan di dunia kepenulisan, tetapi juga tentang perjalanan pendewasaan Wilma. Pembaca diajak untuk menyelami berbagai aspek kehidupan seorang penulis remaja, mulai dari tantangan internal seperti menyalurkan ide, menjaga komitmen, dan mengatasi ketidakpercayaan diri, hingga tantangan eksternal seperti tanggapan pembaca dan penerimaan penerbit. Aya Widjaja dengan cermat menggambarkan bagaimana Wilma harus menyeimbangkan antara idealisme dan realisme dalam menulis.
Novel ini juga menunjukkan betapa pentingnya dukungan keluarga dalam proses kreatif. Konflik antara keinginan Wilma dan harapan orang tuanya menambah kedalaman cerita, membuat pembaca bisa merasakan betapa kompleksnya dunia yang dihadapi oleh seorang penulis muda. Aya Widjaja berhasil menggambarkan bagaimana tekanan dari lingkungan sekitar dapat memengaruhi proses kreatif dan psikologis seorang penulis.
Selain itu, kehadiran karakter Ghosting Writer memberikan perbandingan yang menarik dengan Wilma. Ghosting Writer digambarkan sebagai sosok yang mampu menjaga keseimbangan antara mengikuti arus pembaca dan mempertahankan ciri khasnya, sementara Wilma masih sering terombang-ambing oleh pendapat orang lain. Perbedaan ini memberi pembaca wawasan tentang berbagai cara menghadapi tantangan dalam dunia kepenulisan.
Unsur romansa dalam cerita ini disajikan dengan pas, tidak berlebihan, dan terasa alami. Interaksi antara Wilma dan Ganindra menambah warna dalam cerita tanpa mengesampingkan fokus utama pada perjuangan Wilma sebagai penulis. Kisah cinta remaja yang sederhana dan manis ini membuat cerita terasa lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Ending novel ini memberikan kepuasan tersendiri. Proses belajar dan pendewasaan Wilma yang ditampilkan dengan baik membuat pembaca merasakan perkembangan karakter yang signifikan. Wilma yang awalnya sering cemas dan bingung, akhirnya mampu menjadi penulis yang lebih stabil dan matang.
Menurut saya, Ghosting Writer adalah bacaan yang sangat inspiratif, terutama bagi para remaja yang bermimpi menjadi penulis. Novel ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan banyak pelajaran tentang ketekunan, keberanian, dan pentingnya dukungan dari orang-orang terdekat. Bagi penulis pemula, novel ini bisa menjadi sumber motivasi dan panduan dalam menghadapi berbagai tantangan di dunia kepenulisan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Novel Komedi Kang Ojol: The Last Stop, Lika-Liku Hidup Sopir Ojol
-
Ulasan Novel Hi Serana Adreena, Perjuangan Anak Pertama yang Penuh Air Mata
-
Ulasan Novel Pelangi Waktu Malam, Kisah Luka dan Cinta yang Terlambat
-
Romansa Musim Dingin dalam Novel Cruel Winter with You
-
Ulasan Novel Blinded, Perjalanan Penyembuhan Diri dari Eksploitasi
Artikel Terkait
Ulasan
-
Curug Balong Endah, Pesona Air Terjun dengan Kolam Cantik di Bogor
-
Wonwoo SEVENTEEN Ungkap Pesan Cinta yang Tulus Lewat Lagu Solo 99,9%
-
First Impression Good Boy: Aksi Seru, Visual Keren, dan Cerita Bikin Nagih
-
Ulasan Don Quixote: Perjalanan Ksatria Gila dan Khayalannya
-
SHINee Ring Ding Dong: Anthem Ikonik K-Pop saat Cinta Datang Tak Diundang
Terkini
-
Rahasia Kulit Lembap dan Glowing, 4 Rekomendasi Masker Korea Berbahan Madu
-
10 Rekomendasi Drama China yang Memakai Kata "Legend" pada Judulnya
-
Doyoung Usung Tema Yakin dan Percaya di Highlight Medley Album Soar Part 3
-
Jackson Wang Ungkap Rasa Sakit Jalani Hubungan Toksik di Lagu Hate To Love
-
Mainan Anak dan Stereotip Gender: Antara Mobil-mobilan dan Boneka