Deathcore, subgenre dari musik metal yang menggabungkan antara death metal dengan metalcore, biasanya identik dengan lirik seputar kritik sosial, kemarahan, kehancuran, hingga kematian. Namun ada juga lagu dalam genre ini yang mengeksplorasi cinta, rasa sakit, kepedihan, dan tema emosional lainnya.
Salah satu contohnya ada "Pains Remains I : I Dancing Like Flames" dari Lorna Shore, lagu ini menggabungkan sentuhan ballad dengan elemen deathcore yang brutal.
Liriknya yang begitu mellow ditambah dengan vokal Will Ramos yang terdengar menyayat hati, seolah menyampaikan kepedihan dengan intensitas yang mendalam, membuat lagu ini cocok untuk menemani momen momen galau.
Dikutip dari Loudwire pada Selasa (17/11/2024), lagu yang merupakan bagian pertama dari trilogy Pains Remains ini, dimulai dengan kisah tentang seseorang yang terpesona oleh sosok dalam mimpinya. Namun ia memilih untuk kembali ke realita, karena ia menyadari bahwa setiap kali mendekatinya, rasanya justru semakin jauh.
Selain itu, lirik dalam lagu ini juga berbicara tentang kepedihan kehilangan, dan penderitaan.
Pada bait pertama, "Captivate me / Become my escape / I can't look away / You were my everything" (menawanku, menjadi pelarianku, aku tak bisa berpaling, kamu adalah segalanya bagiku) karakter lagu ini menggambarkan tentang cinta yang menyelubungi seluruh hidupnya.
"Captivate me" menunjukkan bagaimana orang yang dicintai menarik dan menguasai perhatiannya secara penuh.
Mereka menjadi satu-satunya pelarian dari kenyataan yang menyakitkan. "You were my everything" menekankan bahwa cinta ini adalah pusat kehidupan si karakter, satu-satunya hal yang membuat dunianya tetap berjalan.
Lirik lagu ini juga menggambarkan suatu hubungan yang indah namun hanya bersifat sementara, yang diibaratkan seperti api yang menyala di malam hari. Api tersebut memberikan cahaya dan kehangatan sejenak, tetapi juga memiliki sifat yang tidak stabil dan dapat padam kapan saja.
Hal tersebut tersirat dalam lirik "We're dancing like flames, flickering in the night / We sway in time with the wind before melting away" (Kita menari seperti api, berkelap-kelip di malam hari / Kita bergerak mengikuti alunan angin sebelum akhirnya lenyap)
Penggalan lirik "You're far from my reach but not far out of sight / You know the way to my heart but you just play the strings again" (Terlalu jauh untuk ku raih namun tak terlalu jauh dari pandanganku,kau tahu cara masuk ke hatiku, tapi kau hanya memainkan senar yang sama lagi) seolah menggarisbawahi bahwa orang yang dicintai oleh karakter, sebenarnya hanya ada dalam ilusi atau mimpi yang tak bisa dijangkau dalam dunia nyata, namun meskipun begitu, orang yang ia cintai seolah tahu bagaimana cara menyentuh hatinya, mungkin dengan membuat si karakter ini lebih bahagia meskipun hanya dalam imajinasinya saja.
Lirik "you just play the strings again" seolah menunjukkan bagaimana orang yang dicintai juga tahu cara memanipulasi emosi si karakter, seolah-olah mereka mempermainkan hatinya tanpa memberikan komitmen nyata.
Penggalan lirik "Before you go, show me what it's like to finally know/ the face behind the silhouette "(sebelum kamu pergi, tunjukkan padaku seperti apa rasanya akhirnya tahu, wajah di balik siluet itu)
Karakter dalam lagu ini meminta agar sebelum orang yang dicintai benar-benar menghilang, dia bisa melihat kenyataan di balik bayangan yang selama ini dia cintai.
Ini menggambarkan keinginan untuk memahami dan melihat secara utuh siapa sebenarnya orang yang dicintai itu, berharap bukan hanya imajinasi yang telah ia bangun di pikirannya.
Pada akhirnya si karakter menyadari bahwa tanpa orang yang ia cintai hidupnya tak lagi berarti, hal itu tersirat pada penggalan lirik " I finally see, the world without you isn't meant for me" (Akhirnya aku menyadari, dunia tanpa dirimu bukanlah untukku)
Ini juga bisa menunjukkan bahwa selama ini, dia berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa hidup bisa berlanjut tanpa orang yang ia cintai, namun akhirnya dia menyadari bahwa itu tidak mungkin.
Keseluruhan lirik lagu ini mencerminkan pergulatan batin yang mendalam. Setiap penggalan lirik membawa kita lebih dalam ke dalam kesedihan si karakter dalam lagu. memperlihatkan betapa cinta bisa menjadi sumber kebahagiaan terbesar, namun juga sumber rasa sakit yang paling dalam.
Secara musik, lagu ini menggabungkan elemen-elemen deathcore brutal khas Lorna Shore dengan aransemen orkestra, menciptakan suasana dramatis seolah mencerminkan isi emosional liriknya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ikon Metal Legendaris Ozzy Osbourne Meninggal Dunia di Usia 76 Tahun
-
7 Film dan Serial yang Dibintangi David Corenswet sebelum Jadi Superman
-
Review Film Havoc: Suguhkan Aksi Super Brutal tapi Naskah Terlalu Datar
-
Review Film F1: Aksi Balap Mendebarkan dengan Atmosfer Autentik Khas Formula 1
-
Review Film The Phoenician Scheme: Rekonsiliasi Ayah dan Anak di Tengah Proyek Ambisius
Artikel Terkait
-
Menyelami Lagu 'Set Me Free': Simfoni Cinta TWICE dan Kebebasan Berekspresi
-
Lee Jin Hyuk 'Relax': Mengatur Napas dan Bersantai Setelah Penat dengan Hidup
-
Energi Positif dalam Lagu 'Hello Future': NCT Dream dan Visi Masa Depan
-
Kemeriahan Konser Lifetime Tribute to Chrisye
-
Kisah di Balik Lagu 'One Bad Day', Wujud Reflektif Pamungkas Dalam Mengendapkan Pikiran
Ulasan
-
Review Novel Pulang: Kisah Eksil Politik yang Terasing dari Negara Asalnya
-
Belajar Merasa Cukup dengan Apa yang Kita Punya Lewat Buku Everything You'll Ever Need
-
Merangkul Luka untuk Menemukan Kekuatan di Buku The Strength In Our Scars
-
Seru! Belajar Sejarah Sampah di Buku Plastic: Past, Present, and Future
-
Ulasan Novel Dear G: Menebak Apa yang Terjadi di Masa Depan
Terkini
-
Bisa Baca Gerak Teman di Futsal? Itu Kerja Otak, Bukan Magic!
-
Move On yang Tertunda: Bagaimana Otak Menyimpan Hubungan yang Sudah Usai
-
5 Jurus Sakti Biar HP Bebas Iklan Ngeselin, Auto Adem Jiwa di 2025
-
4 Rekomendasi Toner dengan Willow Bark yang Ampuh Redakan Breakout Wajah
-
Jika Raih Gelar AFF Cup U-23 2025, Gerald Vanenburg Bisa Lampaui STY?