Tiap orang tentu punya pemikiran yang berbeda-beda saat memandang sebuah pernikahan. Ada yang menganggap bahwa pernikahan adalah salah satu momen bahagia saat kita memulai biduk rumah tangga bersama orang yang dicintai, namun ada pula yang menganggap bahwa pernikahan adalah sebuah momok menakutkan karena identik dengan terputusnya kebebasan dan adanya seabreg tanggung jawab yang mengikat.
Terkait hal tersebut, membahas tentang pernikahan dalam sudut pandang yang berbeda-beda rasanya menjadi sebuah hal yang menarik. Khususnya dalam sudut pandang para perempuan yang di banyak kasus seringkali dianggap hanyalah objek dari sebuah pernikahan.
Itulah yang kemudian mendasari kumpulan cerpen berjudul 'Kitab Kawin' karya Laksmi Pamuntjak. Kumpulan cerita yang pernah memenangkan Singapore Book Awards tahun 2020 ini mengisahkan 11 sudut pandang para perempuan dalam memaknai perkawinan.
Di dalam Kitab Kawin ini, berbagai macam persoalan para perempuan terkait perkawinan begitu blak-blakan diungkap oleh penulis. Ragam kisah mengenai perselingkuhan, poligami, hubungan sesama jenis, hingga cinta terlarang antara mertua dan menantu.
Saat membacanya, beberapa kali saya bergidik ngeri membayangkan bahwa ternyata isu mengenai perkawinan bisa sekompleks itu. Oleh karena tokoh utama semuanya adalah perempuan, saya merasa lebih mudah berempati dengan jalan berbelok yang harus mereka tempuh.
Meskipun jika menilik norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, kisah Rosa bersama empat lelaki simpanannya, Celine yang jatuh cinta dengan istri abangnya, hingga Sofia yang terjebak dalam tragedi pembunuhan adalah hal-hal yang dianggap tabu untuk dibicarakan.
Walaupun kumpulan cerita di atas hanyalah kisah fiktif, namun saat kita bercermin pada beberapa kasus yang pernah terliput dalam dunia nyata, apa yang dialami oleh tokoh-tokoh perempuan yang ada di dalam buku ini bisa saja terjadi pada siapapun.
Lewat buku ini, Laksmi Pamuntjak dengan segala keberaniannya dalam mengeksplor sisi gelap perkawinan benar-benar menghadirkan sebuah cerita dengan konflik yang anti-mainstream. Selain itu, berbagai pesan moral yang hadir dalam tiap cerpen juga menjadi sesuatu yang rasanya amat berharga untuk ditelaah oleh para pembaca.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
-
Polemik Bu Ana, Brave Pink, dan Simbol yang Mengalahkan Substansi
Artikel Terkait
-
Zumi Zola Gandeng Putri Zulhas Ziarah ke Makam Ayah, Tanda Siap ke Jenjang Pernikahan?
-
Ulasan Novel Friendklops, Tentang Impian, Kepercayaan, dan Sahabat
-
Dibintangi Morgan Oey, Film Pernikahan Arwah Bakal Hadirkan Cerita Horor Tionghoa
-
Trump vs. Harris: Perebutan Hati Pemilih Perempuan di Pilpres AS 2024
-
Misteri Buku Nikah Rizky Febian-Mahalini, Pengacara dan KUA Saling Lempar Pertanyaan
Ulasan
-
Ulasan Buku "House of Sky and Breath", Kisah Romansa Antrologi Perang
-
Ketika Omelan Mama Jadi Bentuk Kasih Sayang di Buku Mama 050
-
Review Film No Other Choice: Ketika PHK Membuatmu Jadi Psikopat!
-
Novel Semesta Terakhir untuk Kita: Ketika Ego dan Persahabatan Bertarung
-
Years Gone By: Ketika Cinta Tumbuh dari Kepura-puraan
Terkini
-
Blak-blakan, Tora Sudiro Akui Jadi YouTuber karena Sepi Tawaran Syuting?
-
Dianggap Relate Dengan Kehidupan Mahasiswa, Apa Itu Sindrom Duck Syndrome?
-
5 Alasan Gachiakuta Wajib Ditonton, Anime Misteri Relate dengan Kehidupan!
-
6 OOTD Feminin Lee Si An Single Inferno dengan Sentuhan Dress dan Skirt
-
Bijak! Andre Taulany Sebut Hidup Itu Cuma Perkara Waktu: Ada Suka Ada Duka