Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Rie Kusuma
Novel Hantu di Rumah Kos (Goodreads.com)

Bagaimana jadinya, jika kita baru merantau ke kota yang masih asing, lalu tiba-tiba harus mengalami teror demi teror dari makhluk halus di tempat tinggal yang baru?

Hal itulah yang dialami Renata, tokoh kita dalam novel berjudul Hantu di Rumah Kos, sebuah karya duet dari Dini W. Tamam dan Erby S. Adapun novel ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (2018).

Gagal masuk perguruan tinggi favorit di Pekanbaru, Renata memutuskan kuliah di kota Bandung. Dibantu sang kakak, Radit, yang mengurus segala kepindahan sampai mencarikan kos-kosan, Renata pun tinggal di sebuah rumah kos yang bersebelahan dengan rumah tua bergaya Belanda, dengan dua buah pohon beringin di depannya.

Baru semalam tinggal di rumah tersebut, Renata sudah mengalami kejadian menyeramkan. Hal ini terus berulang setiap harinya, sampai Renata ketakutan dan kerap numpang tidur di kamar teman kosnya, Vivian.

Renata bermaksud pindah kos, tapi keinginan tersebut ditentang Radit. Ia lalu mencoba bertahan, walau semakin banyak hal aneh terjadi dan melibatkan orang-orang yang berkaitan dengan rumah kos tersebut.

Siapakah sosok hantu yang menghuni kamar Renata? Siapa pula sesungguhnya Ganjar, lelaki tampan misterius yang selalu tiba-tiba datang dan pergi begitu saja?

Waktu itu seperti ada yang menggelitik tengkuk Renata. Gadis itu berputar ke belakang. Tak ada siapa-siapa. Gelap dan sunyi melingkar di sekitar. Tipis dan melebar. Aroma berbahaya. (Hal. 74)

Sebagai penggemar novel bergenre misteri, horor, sampai thriller, saya berpikir akan menjumpai kisah hantu yang benar-benar mencekam dan menakutkan. Tapi, sayangnya saya tidak mendapatkannya di novel ini.

Para penulisnya memang berusaha menyuguhkan teror dan horor melalui narasi, tapi sangat disayangkan pengaplikasiannya tidak kena di pembaca. Ditambah lagi dengan sejumlah gambar ilustrasi di dalamnya yang terlalu manis dan imut, jadi horornya semakin hilang.

Saya juga bingung dengan alurnya yang kemana-mana dan terlalu banyak cacat logika bikin saya galfok sama ceritanya. Seperti ketika Radit mengingatkan Renata bahwa lusa dia harus mendaftar kuliah (Hal. 22), tahu-tahu besoknya Renata sudah ikut Ospek (Hal. 32).

Saya juga berasumsi jika Vivian bukan mahasiswa baru, berdasarkan narasi dan dialog dalam novel. Bagaimana Vivian menyambut Renata ‘si anak kos baru’, memberitahu hal-hal di kosan dan di mana cari tempat makan, sampai pamit mau ngampus. Lalu, kenapa tiba-tiba Vivian juga ikutan Ospek? (Hal. 38).

Saya juga merasa janggal dengan teror hantu gentayangan yang banyak sekali dan hanya mengincar Renata. Lalu ada dua kematian mendadak lainnya dan si tokoh sentral kita, Renata, lagi-lagi dihantui.

Novel Hantu di Rumah Kos (mungkin) karena ditulis oleh dua orang, jadi ada dua narasi yang terasa sekali berbeda. Salah satu penulis gemar sekali menggunakan narasi yang cenderung lebay dan bikin pusing. Selain itu ada penyebutan tokoh yang berbeda, semisal di sebuah narasi untuk merujuk pada Renata ditulis ‘perempuan’, di narasi lainnya ‘wanita’.

Kata sapaan ‘Den’ yang diucapkan Kang Jaya, tukang bersih-bersih di kosan, kepada Radit, rasanya juga tidak tepat karena latar tempat adalah di Bandung. Seharusnya ‘Jang’, Ujang.

Masih banyak lagi kejanggalan, cacat logika, dan plot hole dalam novel ini, tapi akan terlalu panjang untuk dikupas satu per satu. Apalagi, meski banyak catatan perbaikan untuk novel ini, tapi luar biasanya, novel Hantu di Rumah Kos dilirik sebuah Production House dan sudah difilmkan.

Jadi, bagi yang kecewa membaca novelnya seperti saya, ada alternatif lain bagi kalian dengan menonton filmnya. Semoga lebih baik dari novelnya.

BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE

Rie Kusuma