Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Fathorrozi 🖊️
Buku Wayahe Ngopi 3 (Dok.Pribadi/Fathorrozi)

Setiap saat sibuk pontang-panting, banting tulang demi beraktivitas urusan dunia, hingga tak terasa kulit tubuh berkerut, rambut kepala uban, sedikit demi sedikit fungsi organ tubuh berkurang, dan otomatis jatah umur semakin berkurang.

Apakah di semua aktivitas jerih-payah duniawi itu, kita sempat merenung apa makna menjalani hidup sebagai manusia? Siapakah diri kita yang sepertinya tidak pernah minta dilahirkan? Bahkan, kita tidak pernah benar-benar mengenal siapa diri ini sesungguhnya. Jika demikian, bagaimana kita bisa mengenal Tuhan, sedangkan sejatinya kita tidak mengenali diri kita sepenuhnya?

Ada waktunya kita mungkin perlu mengiringi segala aktivitas duniawi dan amal ibadah dengan kontemplasi, terutama ketika usia telah semakin mendekati senja. Dalam buku Wayahe Ngopi 3 ini, Tri Wibowo BS mengupas tuntas makna dan fungsi kontemplasi bagi kehidupan kita.

Kontemplasi adalah salah satu cara untuk mengambil jarak dari dunia; kontemplasi adalah cara untuk melatih agar kita tidak tergesa-gesa supaya melihat sesuatu dengan lebih saksama dan mendalam. Sesuatu akan kelihatan sisi unik atau keindahannya bila kita melihatnya dengan teliti, saksama, tenang, tidak buru-buru, perhatian dan rileks. Tanpa ketenangan dan perhatian yang cukup, hanya melihat sekilas, suatu ukiran seni atau perhiasan akan tampak biasa saja. (Halaman 7).

Barangkali seperti itulah hidup. Bila kita selalu buru-buru atau bergerak cepat karena ingin mendapat sesuatu yang sebenarnya masih berupa kemungkinan, kita bisa kehilangan banyak hal yang unik, indah, dan berharga dalam perjalanan hidup dari waktu ke waktu.

Seringkali, momen-momen spiritual, isyarat Ilahi, serta petunjuk Tuhan yang kita butuhkan dan penting bagi perkembangan ruhani, banyak terdapat di dalam hal-hal yang dekat dengan diri, namun terabaikan atau terlupakan karena kita terlalu bergegas mengejar keinginan dan kesenangan yang sementara. (Halaman 7).

Buku Wayahe Ngopi 3 ini, membahas tentang hal-hal yang sebenarnya dekat dengan diri kita sendiri, namun terkadang terlupakan atau tak sempat disimak karena kesibukan. Sepertinya, apa yang dituangkan di dalam buku terbitan Diva Press ini juga bersumber dari perenungan serta gagasan yang disampaikan di beberapa karya lain.

Setelah menjelaskan makna kontemplasi secara global, selanjutnya pada lembar berikutnya penulis mengulas kontemplasi spiritual. Kontemplasi spiritual tak lain adalah salah satu bentuk perjalanan ruhani (suluk) dengan menyimak "suara-suara pikiran, nafsu, dan hati" agar sampai pada kondisi mendengar firman Allah Swt. yang laa shautin wa laa harfin (tanpa suara tanpa kata). (Halaman 17).

Kehidupan kontemplatif adalah upaya masuk ke situasi keheningan spiritual. Ini bukanlah situasi sepi sebab hening, dalam konteks ruhani ini, bisa dialami di mana saja-saat sendirian, saat bersama orang lain, saat bercakap-cakap, saat di kafe, saat bekerja, dan seterusnya.

Hening di sini adalah semacam rasa sunyi yang melampaui ruang dan waktu, karena keheningan spiritual adalah suasana dzauq (cita-rasa spiritual) yang dianugerahkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya yang menjalankan tazkiyatun nafs, membersihkan jiwa dari hal-hal selain Tuhan.

Saat membaca kitab suci al-Qur'an kita perlu melakukan kontemplasi spiritual. Tanpa kehidupan kontemplatif, orang tetap bisa membaca dan mengerti arti dan penafsiran atas ayat-ayat Tuhan yang tertulis dalam kitab-Nya, namun ayat-ayat itu menjadi teks yang tidak hidup di jiwanya, tak bersuara di relung hatinya, sebab ia hanya berhenti menjadi bentuk pengetahuan intelektual, tanpa ada dzauq.

Misalnya, saat kita membaca sebuah ayat, kita paham maknanya melalui terjemahannya, lalu membaca tafsirnya dan mengerti penjelasannya, tetapi hati kita tidak bergetar, kita tidak merasakan kehadiran suara-suara lembut, dan tidak mendapat petunjuk yang lebih mendalam tentang apa yang dikehendaki Tuhan melalui ayat itu. Tidak merasakan suara-suara hangat dan lembut yang menggetarkan hati, sehingga tidak mampu juga merasakan belaian kasih sayang-Nya kepada kita.

Membaca buku ini, kita tergugah untuk mengamalkan kontemplasi spiritual dalam setiap denyut kehidupan. Mumpung masih diberi kesempatan menghirup napas, mari kita kenali diri kita, siapa kita, untuk apa kita diciptakan, dan ke mana kelak akan kembali?

Identitas Buku

Judul: Wayahe Ngopi 3

Penulis: Tri Wibowo BS

Penerbit: Diva Press

Cetakan: I, Maret 2024

Tebal: 268 Halaman

ISBN: 978-623-189-340-6

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Fathorrozi 🖊️