Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Poster Film Love Forever (IMDb)

Romansa yang seharusnya manis, tapi berbenturan dengan tradisi (kebiasaan) keluarga terkait pernikahan, sehingga membuatnya jadi penuh tantangan. Konsep ini terdengar seperti fondasi yang kuat untuk sebuah drama romantis. Namun, Film Love Forever yang tayang sejak 14 Februari 2025 di Netflix dan disutradarai Staffan Lindberg, justru gagal membangun cerita yang emosional dan menarik. 

Dibintangi Matilda Kallstrom sebagai Hanna dan Charlie Gustafsson sebagai Samuel, film ini justru punya dinamika hubungan utama yang lemah tapi punya karakter pendukung yang lebih menarik. Kok bisa? Kepoin terus ya. 

Ketika Dua Orang Nggak Seharusnya Bersama, tapi Dipaksakan dalam Cerita

Dari awal, ‘Love Forever’ langsung menghadirkan premis yang (kemungkinan) akan membuatmu bertanya-tanya: Mengapa Hanna dan Samuel berpikir buat menikah? Hubungan mereka terasa hambar, minim chemistry, dan sejak menit pertama, mereka tampak nggak bahagia dengan keputusan besar yang mereka ambil.

Konflik muncul ketika Hanna, yang baru berpacaran selama setahun dengan Samuel, harus menghadapi keluarga tunangannya yang sangat tradisional (konservatif). Namun, bukannya membangun sisi emosional yang membuat penonton peduli dengan nasib mereka, film ini malah membuat pernikahan mereka terasa seperti kesalahan yang jelas sejak awal. Bahkan, interaksi mereka lebih banyak diisi dengan kebingungan dan ketidakcocokan daripada momen-momen romantis yang bisa membuat penonton ikut mendukung mereka.

Sebenarnya nggak salah sih kalau plotnya begitu, yang salah itu, kita nggak dikasih ruang buat kenal dan peduli sama karakter-karakter utama. 

Sebagai drama pernikahan, film ini gagal ngasih dinamika hubungan yang menggugah. Bandingkan dengan Film Crazy Rich Asians (2018), yang juga membahas konflik keluarga dalam pernikahan, tapi tetap menghadirkan hubungan yang terasa hidup dan penuh nuansa. Atau dalam Film Father of the Bride (1991 & 2022), yang mampu menyajikan bentrokan tradisi dengan humor dan kedalaman emosional. Nah, Film Love Forever justru terjebak dalam hubungan yang dingin, membuat penonton lebih ingin melihat mereka batal menikah ketimbang bersatu di altar. Ups. 

Karakter Pendukung yang Mencuri Perhatian

Ketika protagonisnya gagal membangun cerita yang kuat, perhatian penonton malah teralihkan ke karakter pendukung yang lebih menarik. Dalam film ini, Linda (Doreen Ndagire), sahabat Hanna, dan Marco (Philip Oros), sahabat Samuel, justru punya dinamika yang lebih menarik daripada pasangan utama.

Linda dan Marco punya sejarah bersama, dan sepanjang film, ketertarikan mereka satu sama lain terus terasa. Bahkan, subplot mereka mendapat lebih banyak momen menarik dibanding kisah utama. Hal demikian akan bikin kita mikir, seharusnya karakter utamanya jangan Hanna dan Samuel. 

Fenomena karakter pendukung yang lebih menonjol dari protagonis bukanlah hal baru. Film seperti The Devil Wears Prada (2006) menampilkan Miranda Priestly (Meryl Streep) sebagai sosok yang jauh lebih ikonik daripada tokoh utama, Andy (Anne Hathaway). Atau dalam Film Mean Girls (2004), Regina George (Rachel McAdams) justru lebih diingat dibanding Cady Heron (Lindsay Lohan).

Ketika karakter pendukung lebih menarik ketimbang tokoh utama, yang jelas itu tanda cerita utama nggak cukup kuat untuk menopang film. Satu kata, membosankan! Buat yang penasaran bisa langsung nonton di Netflix. 

Skor: 1,5/5

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Athar Farha