Bulan Ramadan ini, bioskop Indonesia memang dihantam gelombang film horor. Hampir tiap minggu ada film baru, dan salah satunya "Setan Botak di Jembatan Ancol" yang tayang 6 Maret 2025.
Dari judulnya, harusnya ini tentang Ozi, setan botak dengan tawa khasnya yang dulu melegenda. Namun, kenyataannya film ini malah lebih banyak membahas Si Manis dan sebuah misteri di panti asuhan. Ozi (Setan Botak) yang harusnya jadi pusat perhatian justru lebih banyak berperan sebagai "hantu peliharaan". Parah sih!
Disutradarai Anggy Umbara, yang juga menulis skenarionya bersama Alim Sudio. Diramaikan pula sama: Ozy Syah Putra, Indah Permatasari, Jameelah Saleem, Cornelio Sunny, dan masih banyak lagi. Film ini punya konsep yang menarik. Sayangnya, eksekusinya malah berantakan karena cerita yang nggak fokus dan banyak detail terlewatkan. Seakan-akan film ini berusaha terlalu banyak hal dalam satu cerita, tapi nggak ada yang benar-benar digarap maksimal.
Ceritanya Nggak Jelas!
Film ini sebenarnya punya dua fokus cerita, yang justru bikin bingung. Di satu sisi, ada kisah tentang pemukiman di Ancol, di sisi lain, ada misteri di Panti Asuhan, yang menyimpan rahasia kelam tentang anak-anak di sana. Dua plot ini berjalan beriringan, tapi nggak benar-benar terjalin dengan rapi.
Judulnya pakai nama Setan Botak (Ozy Syahputra) harusnya cerita lebih banyak mengupas tentang hantu botak ini. Faktanya, dia cuma jadi semacam "alat" yang dipakai buat nakut-nakutin orang. Cerita malah lebih banyak berpusat ke Si Manis dan konflik yang terjadi di panti asuhan. Jadi kalau ekspektasimu mau melihat kisah Ozi setelah meninggal di film sebelumnya, siap-siap kecewa karena dia malah kayak figuran di filmnya sendiri.
Latar Belakang Kurang Jelas!
Salah satu kelemahan terbesar dari film ini tuh, nggak ada penjelasan yang memadai buat beberapa elemen penting dalam cerita. Banyak hal yang seharusnya bisa bikin cerita lebih dalam, tapi malah dibiarkan menggantung tanpa penjelasan.
Misalnya, kenapa Si Manis (Indah Permatasari) tiba-tiba nolongin anak-anak di panti asuhan? Apa hubungannya? Kenapa Nirmala (Jameelah Saleem) bisa melihat hantu? Apakah ada sesuatu di masa lalunya yang bikin dia punya kemampuan ini? Apa alasan sebenarnya di balik rencana Bapak Harun buat beli tanah di desa itu? Kenapa Ozi bisa dikendalikan sama manusia biasa, padahal harusnya dia hantu yang cukup kuat? Kenapa ritual yang ada di film ini kesannya asal lewat tanpa ada build-up yang kuat?
Pertanyaan-pertanyaan itu nggak pernah benar-benar dijawab. Akhirnya, film terasa kayak rangkaian kejadian yang terjadi begitu saja tanpa ada alasan yang jelas. Seolah-olah penonton diharapkan menerima semuanya begitu saja tanpa perlu bertanya-tanya lebih lanjut.
Komedinya Mana?
Film ini katanya horor komedi, tapi jujur saja, unsur komedinya nggak terasa. Ada beberapa adegan yang lumayan lucu dari interaksi warga, tapi itu pun sangat sedikit. Ozi yang harusnya bisa jadi sumber kelucuan justru nggak dikembangkan. Dia lebih sering muncul hanya untuk efek horor, bukan buat menghadirkan komedi yang khas seperti dulu.
Aku pribadi berharap film ini bisa lebih menonjolkan sisi kocak Ozi, misalnya lewat interaksi dengan manusia atau bahkan hantu lain.
Film ini sebenarnya punya potensi besar buat jadi horor yang lebih mencekam. Ada unsur pesugihan, ritual mistis, sampai perdagangan organ, yang kalau digarap serius bisa bikin cerita makin menarik. Tapi semua itu cuma disinggung sekilas tanpa ada eksplorasi lebih lanjut.
Misalnya, ada adegan ritual yang harusnya bisa jadi momen menegangkan, tapi malah terasa datar karena kurangnya build-up. Begitu juga dengan latar belakang dukun yang katanya bisa mengendalikan Si Manis—gimana dia bisa punya kekuatan kayak gitu? Apakah ada sejarah panjang yang membuatnya bisa menaklukkan Si Manis? Film ini nggak pernah ngasih jawabannya.
Hal lain yang agak mengganggu adalah cara film ini membangun misteri. Beberapa subplot terasa seperti tambahan yang nggak benar-benar diperlukan, dan beberapa elemen yang harusnya penting malah nggak dikembangkan. Contohnya adalah hubungan Si Manis dengan Nirmala, yang awalnya terasa punya potensi buat jadi sesuatu yang lebih dalam, tapi akhirnya nggak ada perkembangan yang berarti.
Kalau kamu cuma mau nostalgia dan lihat sedikit penampakan Si Botak, mungkin film ini masih bisa dinikmati. Sebaiknya turunkan ekspektasimu sebelum nonton.
Skor: 1/5
Baca Juga
-
Review Film Whisper of the Heart: Mengejar Mimpi Lewat Kisah Romantis
-
Review The Gardener: Ketika si Pembunuh Merasakan Cinta
-
Cinta Pertama Anies Baswedan Jadi Film? Wah, Wajib Kepoin!
-
Film Jembatan Shiratal Mustaqim: Ketika Dosa Nggak Lagi Bisa Disembunyikan
-
Review Film Green Room: Thriller Brutal di Balik Panggung Musik Band Punk
Artikel Terkait
-
Jogja Film Pitch and Fund 2024 Digelar, Terpilih 4 Film Karya Sineas Lokal yang Menggugah Sanubari
-
Dari Reruntuhan ke Harapan: Kisah Jayadi, Penyintas Gempa Lombok yang Menginspirasi
-
Deretan Film Produksi Dee Company yang Diangkat dari Kisah Nyata, Terbaru Tumbal Proyek
-
5 Fakta Film Gundik, Diperankan Luna Maya dan Maxime Bouttier
-
Paus Fransiskus Wafat, Jumlah Penonton Film 'Conclave' Meningkat 283 Persen
Ulasan
-
Danau Laguna, Dikelilingi Perbukitan yang Semakin Membuatnya Tampak Menawan
-
Explore Bangka Belitung, Menelisik Sejarah Pertimahan di Museum Timah Indonesia
-
Review Film Whisper of the Heart: Mengejar Mimpi Lewat Kisah Romantis
-
Panoramanya Indah Danau di Atas Awan dalam Persona Wisata Habbema di Tanah Papua
-
TWS Ungkap Keberuntungan Dicintai dan Mencintai Lewat Lagu Lucky to be Loved
Terkini
-
Jin Ki Joo Jadi Artis Pertama Basecamp Company Milik Dua Aktor Ternama
-
Timnas Indonesia Diminta Introspeksi Diri Jika Ingin Lolos ke Piala Dunia
-
Spirit-Performatif Ki Hadjar Dewantara: Jalan Politik dalam Laku Pendidikan Bangsa
-
Kkuljaem Edu, Gerbang Menuju Impian Kuliah di Korea Selatan
-
PPG Bahasa Indonesia Tumbuhkan Minat Literasi dengan Pembelajaran yang Asik