Selepas nonton Series Daredevil Born Again yang tayang sejak 4 Maret 2025, jujur saja, ini bukan tontonan superhero ringan dan fun kayak biasanya. Series ini justru kayak berkaca ke dunia kita sekarang yang penuh luka, sistem politik korup, dan pertanyaan moral yang bikin mikir, “Sebenarnya, siapa sih yang benar?”
Series ini disutradarai sama beberapa nama, tapi salah satu yang menonjol adalah Michael Cuesta (yang pernah garap ‘Homeland’ dan ‘Dexter’), bikin nuansa tegang dan brutalnya kerasa banget. Marvel Studios dan Disney+ kali ini jadi rumah produksinya, tapi nuansa Netflix-nya (yang dulu menaungi series ini) tetap terasa—gelap, kasar, dan grounded.
Selain Charlie Cox dan Vincent D’Onofrio, ada juga:
- Margarita Levieva sebagai Heather Glenn, pacar Matt yang sayangnya, penulisannya nggak semantap karakternya.
- Jon Bernthal kembali sebagai Frank Castle alias The Punisher.
- Kamar de los Reyes jadi White Tiger, vigilante lain yang bikin dunia dalam series ini makin abu-abu moralnya.
- Dan meski nggak selalu hadir, Deborah Ann Woll balik jadi Karen Page. Elden Henson juga muncul singkat sebagai Foggy Nelson.
Sebelum membahas poin impresi, yuk kita bahas dulu garis besarnya!
Sekilas tentang Series Daredevil Born Again
Matt Murdock (diperankan lagi sama Charlie Cox) adalah pengacara tunanetra yang juga menjalani hidup ganda sebagai Daredevil, vigilante bertopeng merah yang berani melawan kejahatan dengan tangannya sendiri.
Kali ini, hidupnya makin rumit. Wilson Fisk alias Kingpin (Vincent D’Onofrio) bukan lagi mafia jalanan. Dia sekarang jadi walikota New York. Bayangkan, penjahat yang dulunya kerja di balik bayangan, sekarang punya kekuasaan resmi. Gila banget, kan?
Matt harus membangun ulang hidupnya. Baik sebagai pengacara maupun sebagai Daredevil. Bersama dua orang baru: Cherry (Clark Johnson), mantan polisi yang jadi investigator, dan Kirsten McDuffie (Nikki M. James), partner hukum barunya, mereka bikin firma hukum kecil-kecilan.
Namun jelas, ini bukan bisnis biasa. Mereka harus menghadapi sistem hukum yang rusak, polisi yang nggak bisa dipercaya, dan kejahatan yang merajalela dari dalam pemerintahan.
Kerasa kerennya, kan? Sini kepoin lebih lanjut!
Impresi Selepas Nonton Series Daredevil Born Again
Kalau kamu penggemar Daredevil versi Netflix (2015-2018), kamu pasti sadar kalau ‘Born Again’ punya rasa yang beda. Lebih lambat di awal—iya. Episode pertamanya lebih banyak set-up daripada aksi. Bahkan sempat ada satu episode soal perampokan bank yang menurutku … ya, kayak filler saja.
Nah, begitu masuk ke episode 3 dan 4, cerita mulai nendang. Matt mulai menunjukan sisi heroiknya, bukan cuma lewat tonjokan, tapi juga lewat ruang sidang. Adegan pengadilan yang biasanya membosankan di film lain, di sini malah jadi momen terbaik. Murdock jadi pengacara yang bukan cuma pintar, tapi juga punya kompas moral yang kuat.
Yang aku suka, ‘Born Again: ngajak kita buat mikir: Kalau hukum gagal, dan polisi korup, apakah tindakan vigilante itu salah? Di dunia nyata, kita pasti bilang iya. Namun, di series ini, semuanya serba abu-abu.
Bahkan si Kingpin, walaupun jahat, tetap dikasih sisi manusiawi. Dia percaya kalau dia adalah satu-satunya yang bisa “menyelamatkan” kota. Ngeri banget, apalagi pas dia mulai ngacak-ngacak sistem buat balas dendam pribadi.
Dan soal kekerasan? Siap-siap tutup mata kalau kamu gampang jijik. Series ini nggak nahan-nahan soal darah, luka, dan kekerasan yang brutal. Gaya bertarungnya masih seperti dulu, close-combat yang intens, tapi sekarang ditambah potongan adegan yang smart gitu. Misalnya, fight scene Daredevil dan Kingpin dipotong saling silang buat nunjukin kalau mereka tuh sebenernya nggak beda jauh.
Yes, Series Daredevil -Born Again mungkin nggak sempurna. Temponya kadang lambat, dan ada subplot yang terasa tanggung. Namun, kekuatannya justru ada di keberanian untuk jadi relevan. Series ini bukan cuma soal jagoan dan penjahat, tapi juga soal korupsi, kekuasaan, hukum, dan gimana seseorang bisa tetap berjuang walaupun sistemnya sudah busuk total.
Aku sih merasa ini nggak cuma cerita superhero. Ini kayak seruan buat bangkit, buat lawan tirani, dan tetap pegang teguh nilai, bahkan kalau dunia di sekelilingmu udah kacau. Dan buat aku, itu jauh lebih menarik ketimbang aksi keren atau CGI bombastis.
Rating pribadi: 4/5
BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE
Baca Juga
-
Review Film Santosh: Melihat Borok Institusi Lewat Mata Sosok Polisi
-
Petualangan Magis di Dunia Roh dalam Film Spirited Away
-
Review Film Rumah Untuk Alie: Bukan Rumah tapi Neraka!
-
Pengepungan di Bukit Duri: Bukan Film Biasa, Tapi Tamparan dan Peringatan
-
Momen Emas Film Jumbo, Animasi Lokal yang Nggak Boleh Dianggap Remeh!
Artikel Terkait
-
Jejak Karier Nino Fernandez, Terbaru Main di Series Duren Jatuh
-
Serial Emily in Paris Season 5 Resmi Digarap, Mulai Syuting di Roma
-
Produksi Serial Prekuel Pacific Rim Dilanjutkan dan Tayang di Prime Video
-
Review Series The Queen Gambit: Perjalanan Anak Jenius di Atas Papan Catur
-
Apa Beda Kupu Malam Sinetron vs Web Series? Ternyata Hasil Adaptasi
Ulasan
-
Suka dengan Jumbo? Intip 5 Film Animasi dari Indonesia yang Gak Kalah Seru!
-
Sederet Anime dan Manga Ini Mengadaptasi Nama Tokoh Sejarah, Sudah Pernah Nonton?
-
Review Film iHostage: Kisah Nyata di Balik Mewahnya Toko Apple
-
5 Rekomendasi Film tentang Paus Fransiskus, Terbaru Ada Conclave
-
Review Film A Complete Unknown: Ketika Musik Berubah, Dunia pun Ikut Bergetar
Terkini
-
Taman Siswa Menggugat Daendels
-
Pariwisata Hijau: Ekonomi Sirkular untuk Masa Depan Bumi
-
Jadi Pengacara, Jinyoung GOT7 Ungkap Karakternya di Drama Korea Our Unwritten Seoul
-
Capai Rp768 Miliar, Sinners Geser A Minecraft Movie di Puncak Box Office
-
Uzbekistan Dapat Dua Kartu Merah Langsung, Wasit Berat Sebelah atau Memang Layak?