Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Fathorrozi 🖊️
Buku Kopi Merah Putih (Gramedia Digital)

Bagaimana kondisi pendidikan terkini di Indonesia? Seberapa berkualitas pendidikan kita saat ini? Di mana letak kekurangan sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia? Dan seberapa penting dasi bagi penampilan dan kehormatan kita? Semuanya dibahas tuntas dengan bahasa ringan dalam buku Kopi Merah Putih.

Menikmati bahasan dalam buku ini senikmat menyeruput kopi di warung dekat pangkalan ojek atau nongkrong di kafe sederhana di tepi jalan. Suasana yang hangat, penuh keakraban yang terhidang dalam buku ini, sehangat segelas kopi dan topik masalah yang diusung.

Ngopi adalah aktivitas yang tak peduli status sosial. Kelas atas, menengah, dan bawah punya sesi ngopi masing-masing. Dari warung kopi kelas mahal ala Starbucks ke warung kopi kelas rakyat di pinggir jalanan. Dari ruang rapat sebuah perusahaan nasional ke balai-balai di beranda rumah. Tidak ada diskriminasi dalam ngopi. Semua bisa menikmatinya.

Kemampuan menikmati kopi adalah sesuatu yang datang dari pengalaman. Banyak di antara kita yang ketika kecil tidak suka kopi karena rasanya yang pahit. Tapi, perlahan-lahan kita belajar untuk menemukan kenikmatan dari kepahitan yang ada. Mulai mengerti bahwa dalam setiap cairan hitam pekat yang pahit itu, tersimpan kenikmatan dan kenangan manis yang sulit dibayangkan. Hehehe....

Kembali ke buku. Buku Kopi Merah Putih ini merupakan obrolan santai oleh sekumpulan warga Indonesia yang memiliki rutinitas sehari-hari yang sibuk, namun masih sempat nongkrong, ngopi, dan ngobrol mengenai negara kita tercinta, serta apa yang bisa kita lakukan.

Ketika ngobrol soal pendidikan, Indonesia kalah dibanding negara Jepang, Finlandia, Kanada, Singapura, dan Korea Selatan yang secara konsisten selalu berada di peringkat teratas berdasarkan studi OECD's Programme for International Student Assessment.

Keberhasilan pendidikan di negara tersebut tenyata bukan sebab uang, namun terdapat tiga hal yang mereka lakukan secara konsisten. Obrolan ini termaktub pada halaman 15:

"Apa rahasianya? Uang?"

"Tidak. Singapura, misalnya, mengeluarkan uang lebih sedikit untuk pendidikan dasar dibandingkan negara-negara maju lainnya."

"Waktu belajar anak yang lebih panjang?"

"Tidak juga. Di Finlandia, anak tidak memulai sekolah sebelum berumur tujuh tahun. Itu pun pada masa dua tahun pertama, mereka hanya menghabiskan empat sampai lima jam sehari di sekolah."

"Jadi, apa dong?"

"Ada tiga hal yang mereka lakukan secara konsisten: pertama, memilih calon yang tepat untuk dididik menjadi guru. Kedua, melatih guru-guru ini menjadi instruktur yang efektif. Ketiga, memastikan setiap anak dapat meraup menfaatnya."

Selain ngobrol mengenai pendidikan di Indonesia, warga yang tengah digambarkan sedang duduk-duduk santai di warung kopi itu juga ngobrol tentang fungsi Jas dan Dasi. Salah seorang di antara mereka bercerita bahwa asisten Joni di kantor tiba-tiba enggan mengantarkan dan mengambil dokumen di salah satu kantor yang berlokasi di sepanjang jalan Sudirman, Thamrin, dan Kuningan.

Usut punya usut, ternyata asisten itu kapok terhadap pertanyaan dan sikap satpam di gedung tersebut.

"Satpam-satpam di situ kasar. Biar pun saya sudah parkir motor dengan benar, sudah menunjukkan KTP, sudah menunjukkan isi tas, mereka tetap saja curiga. Tanya ini-itu. Lamanya minta ampun. Membentak-bentak pula." (Halaman 64).

Hal ini berbeda dengan Didik yang mengantarkan dokumen ke gedung yang sama, tapi dengan mengenakan jas, dasi, serta sambil memegang handphone mahal. Dengan penampilan seperti itu, Didik tidak pernah diberhentikan oleh satpam, tidak ditanya hendak ke mana, dan tidak diminta untuk meninggalkan KTP. Justru, ia mendapat perlakuan istimewa dari satpam. Satpam mengantarkannya sampai ke depan pintu lift dan menyilakannya masuk.

Obrolan-obrolan di dalam buku ini menjadi hangat dengan keluhan, pandangan, dan juga kritikan. Ide-ide dilontarkan. Pro dan kontra diperdebatkan.

Selamat membaca!

Identitas Buku

Judul: Kopi Merah Putih

Penyunting: Isman H. Suryaman

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Cetakan: I, 2009

Tebal: 181 Halaman

ISBN: 978-979-22-4529-5

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Fathorrozi 🖊️