Saat libur panjang di vila cantik tepi laut, matahari nyaris nggak pernah padam. Hari-hari cuma diisi dengan tiduran santai, main kartu, atau ciuman manis di atas kapal layar. Kedengarannya kayak hidup ideal, ya? Eits, jangan salah, di balik cahaya matahari dan debur ombak yang tenang, ada juga rasa sepi yang diam-diam tumbuh—pelan-pelan, tapi nyata.
Itulah yang coba ditangkap Sutradara Durga Chew-Bose dalam debut penyutradaraannya melalui film Bonjour Tristesse, adaptasi dari novel klasik karya Françoise Sagan.
Film ini bukan adaptasi pertama. Tahun 1958, Otto Preminger sudah menyentuh cerita ini dengan gaya yang jauh lebih melodramatik dan struktural.
Nah, untuk yang versi 2025 ini berbeda. Lebih kalem, halus, dan jujur saja jauh lebih ‘nyeni’. Menariknya, Film Bonjour Tristesse perdana tayang di Festival Film Internasional Toronto (TIFF).
Penasaran dengan kisahnya? Sini kepoin bareng!
Sekilas tentang Film Bonjour Tristesse
Chew-Bose membawa pendekatan yang jauh lebih atmosferik pada sosok Cécile (diperankan Lily McInerny), cewek 18 tahun yang lagi liburan bareng ayah flamboyannya Raymond (Claes Bang) dan pacar ayahnya yang jauh lebih muda, Elsa (Naïlia Harzoune).
Cécile juga punya gandengan musim panas bernama Cyril (Aliocha Schneider), yang hobinya ngajak dia keliling laut dan malas-malasan. Ada yang aneh? Hehehe!
Simpel ya kisahnya. Eh, tapi jangan salah lho, plotnya jauh lebih dalam dari yang Sobat Yoursay kira.
Impresi Selepas Nonton Film Bonjour Tristesse
Dari awal, film ini nggak buru-buru. Nggak ada flashback intens atau dramatisasi berlebihan. Yang ditawarkan adalah suasana. Ada matahari sore yang lembut (indah dipandang mata), air laut yang biru banget, dan rumah mewah yang kayak di editorial majalah fashion. Cinematographer Maximilian Pittner benar-benar tahu caranya memanjakan mata.
Sayangnya memang, karena terlalu tenggelam dalam keindahan, film ini jadi agak kurang greget saat harus naik tensi. Ketika karakter Anne (Chloë Sevigny), sahabat mendiang ibu Cécile sekaligus fashion designer dari Paris, datang ke villa dan mulai mengacaukan dinamika hubungan di sana. Harusnya ini jadi titik balik cerita.
Sayangnya, kehadiran Anne terasa terlalu datar. Entah karena Sevigny terlihat terlalu dingin atau memang karakternya ditulis sehalus itu, tapi yang jelas nggak ada ledakan emosi yang cukup buat bikin aku merasa geregetan.
Hubungan antara Cécile dan ayahnya di versi ini juga dibuat lebih wajar, jauh dari kesan agak creepy seperti versi lama. Mungkin ini langkah yang lebih sehat, tapi sekaligus juga bikin cerita kehilangan gangguan psikologis yang seharusnya nempel di dalamnya.
Konflik batin Cécile yang nantinya meledak dalam keputusan buruk juga terasa agak mendadak. Seolah-olah kita lagi duduk nyaman di kursi pantai, lalu tiba-tiba ada badai tanpa peringatan.
Walau begitu, film ini masih punya momen-momen menarik. Ada dinamika halus antara tiga perempuan di rumah itu yang kadang terasa tajam, kadang malah rapuh. Mereka saling mengamati, saling menilai, dan kadang terlihat seperti saling menghindari. Obrolan-obrolan kecil mereka menyimpan lebih banyak dari yang terlihat.
‘Bonjour Tristesse’ versi 2025, mungkin bukan film yang bikin deg-degan atau bikin Sobat Yoursay mikir berat, tapi menawarkan pelarian yang cantik. Dan kurasa, ini cocok banget ditonton sambil santai makan camilan bareng pacar, teman, atau bahkan anggota keluarga tercinta. Yang penting jangan berekspektasi berlebihan. Selamat nonton.
Skor: 3.5/5
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Futsal: Saat Gen Z Memanfaatkan Teknologi Jadi Pembangkit Ekonomi Kreatif
-
Padel: Olahraga Hits yang Naik Daun di Kalangan Gen Z
-
Cita-Cita Profesional Gen Z Melalui Futsal
-
Lembaga Sensor Film Menggila, Jakarta World Cinema Dibantai!
-
Iklan Presiden Prabowo di Layar Lebar, Bioskop Jadi Panggung Politik?
Artikel Terkait
-
Review Film Wonderland: Kisah Haru di Balik Teknologi yang Canggih
-
Rilis 14 Mei, Final Destination: Bloodlines Tak Ada Pemotongan Adegan
-
Dapat Izin Remake, Produser Film Parasite Siap Garap Agak Laen Versi Korea
-
Review Vulcanizadora: Film Indie ala Meditasi Gelap tentang Hidup
-
Review Film Pavements: Yang Nggak Mau Jadi Dokumenter Musik Biasa
Ulasan
-
Review Film A Big Bold Beautiful Journey: Kisah Cinta yang Melintasi Waktu!
-
Ulasan Buku Kepada yang Patah: Pulih terhadap Luka yang Ditinggalkan
-
Like A Rolling Stone (2024): Sebuah Refleksi untuk Kaum Perempuan
-
Apakah Sahabat Bisa Jadi Cinta? Jawaban Umi Astuti dalam To Be Loved Up
-
Novel Yujin, Yujin Resmi Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia: Kenapa Harus Baca?
Terkini
-
Kulit Cerah Alami dengan 4 Toner Mengandung Ekstrak Bunga Sakura
-
POCO M8 Pro 5G Selangkah Lagi Debut Global, Yuk Intip Spesifikasi Gaharnya!
-
Nicholas Saputra Pilih El Putra Jadi Rangga, Berawal dari Duet Bareng Lyodra
-
Futsal dan Ekspresi Gen Z: Dari Maskot Hingga Nyanyian Yel-yel Suporter
-
Tom Holland Cedera, Produksi 'Spider-Man: Brand New Day' Ditunda