Romance comedy atau yang disingkat romcom ternyata nggak hanya tersaji dalam drama saja. Ada buanyak genre romcom yang disuguhkan lewat novel, maupun komik hingga manhwa. Tentunya, romcom adalah genre ringan yang nyaris nggak ada konflik beratnya sama sekali, sehingga readers enjoy kala membacanya. Seperti manhwa berjudul The Perks of Being A Villainess.
The Perks of Being A Villainess adalah manhwa yang diadptasi dari novel karya Mango Kim, yang mengusung genre utama romcom dalam intrik historical dan isekai. Manhwa ini memiliki rating 15+ dengan nuansa art dewa yang kece dan khas.
The Perks of Being A villainess memiliki awal yang klise, yang nyaris menjadi ciri khas genre isekai. Dengan kehidupan seorang perempuan bernama Dohee, yang agak tragis menurutku karena kebaikannya dimanfaatkan oleh orang lain. Mulai dari pacar, kawan, hingga keluarganya sendiri. Suatu hari, Dohee mengalami kecelakaan setelah ditabrak oleh mobil.
Walau bukan truk, tapi kecelakaan merupakan jalan isekai paling klise dan umum.
Dohee rupanya terbangun dalam karakter Deborah Seymour, putri seorang Duke yang antagonis dalam novel Swallow the Black Thorn. Yah, tipe isekai ada umumnya, dimana female lead akan mengubah alur cerita.
Persis seperti yang dilakukan oleh Dohee alias Deborah sih. Dia sebisa mungkin mengubah alur cerita awalnya, dengan komedi yang mengocok perut. Tingkah-tingkah Deborah kayaknya nggak layak disebut villainess atau antagonis, saking ngabrutnya. Aku nggak habis pikir bagaimana artist mengeksekusi novel Mango Kim dengan begitu istimewa.
Walau, kita juga akan disajikan situasi haru ketika scene Deborah bersama sang Duke, yakni ayahnya. Maklum lah, tingkah-tingkah Deborah yang semula memalukan karena haus perhatian dan efek psikologis ketidakhadiran sang ibu–kemungkinan meninggal ya karena mewariskan beberapa surat–ditambah lagi dia ini anak perempuan satu-satunya dari empat bersaudara. Ketiga putra Duke digambarkan memiliki rambut putih, sebagaimana ayah mereka. Sedangkan Deborah, memiliki rambut ungu yang begitu mirip ibunya.
Selain scene Deborah dan ayahnya, readers akan disuguhi scene-scene kocak. Bahkan, situasi yang tegang dan agak berbahaya pun diselipi humor-humor yang lagi-lagi bikin ngakak. Bukan berarti ketegangannya hilang ya. Kalau menurutku, kita akan diajak berpikir, sekaligus ketawa bersamaan.
Bahkan, interaksi Deborah dengan male lead yaitu Isidor Visconti, yang juga putra tunggal Duke Visconti yang kaya raya sekaligus penyihir yang menggunakan nama samaran Master Blanchia pun nggak kalah heboh.
Sebab, Isidor sering mengubah visualnya hingga 180 derajat ketika berperan menjadi Master Blanchia. Dia mengubah warna rambut pirangnya menjadi abu-abu, dengan visual kantung mata khas seorang pecandu. Pokoknya suram. Selain itu, dia juga memelihara singa betina bernama Cookie, yang bisa berubah menjadi kucing lucu saat berperan menjadi Isidor.
Alih-alih menyajikan nuansa romantis yang bikin cengar-cengir atau deg-deg ser, mereka justru lagi-lagi bikin readers sakit perut saking lucunya.
Apalagi, Deborah dan Master Blanchia sama-sama mata duitan dan pandai memainkan taktik hingga politik. Baik dalam hal mengumpulkan informasi penting, hingga menjadi partner dalam penjualan berlian hingga mendirikan restoran dengan menu-menu dari dunia Dohee. Yaitu cappucino, tiramisu, hingga kopi-kopian lah. Uniknya lagi, brand ambassadornya adalah Isidor Visconti.
Demi apa sih, ini Isidor alias Master Blanchia main kucing-kucingan begini?!
Selain menawarkan alur yang unik dan lucu, art style-nya pun nggak kaleng-kaleng, bahkan bisa dibilang tipe art dewa. Dengan menyuguhkan efek shadow dan permainan gradasi warna yang apik, beradu dengan kehadiran chibi-chibi imut sebagai eksekusi komedi, manhwa ini layak bernilai 9 dari 10.
Meski begitu, The Perks of Being A Villaniness juga menyusupkan unsur misteri yang membuat readers penasaran untuk lanjut membaca ke chapter berikutnya. Jadi, readers nggak hanya diajak tertawa terpingkal-pingkal saja, melainkan ikut diajak mikir mengenai alur ke depannya. Sebab, satu persatu karakter sus mulai memasuki arena meski tetap dibalut dengan kekocakan Deborah.
The Perks of Being A Vilainess masih on-going ya. So, kamu berminat membaca?
Siap-siap ngakak sih, haha!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Review Air Mata Terakhir Bunda: Magenta yang Bikin Mata Menganak Sungai!
-
Banda Neira 'Langit & Laut': Melankolis Manis yang Mengusik Memori Lama
-
Ulasan Novel Eavesdrop: Ketika Sahabatmu adalah Teroris Berbahaya!
-
Bullying, Kasta Sosial, dan Anak Oknum dalam Manhwa Marked By King BS
-
Pecah! Begini Keseruan Manhwa All I Want is A Dream Home Yang Amboi Banget!
Artikel Terkait
-
As You Wish, Prince: Manhwa dengan Alur Ringan, Art Lumayan, Tapi Penuh Plot Hole
-
Lovesomnia: Manhwa Romcom, Alur Ringan, Art Kece, dan Penderita Insomnia
-
The East Wind of the Altas: Alur Seru Penuh Roman Misteri, Tapi Art Berubah
-
5 Shadow Terkuat Sung Jinwoo Tampil Perdana di Musim Ketiga Solo Leveling
-
3 Bos Dungeon Terkuat di Solo Leveling yang Berhasil Dikalahkan Sung Jinwoo
Ulasan
-
Reality Show Paling Gila, Adu Nyawa Demi Rating dalam Film The Running Man
-
Lafayette Coffee & Eatery: Nongkrong Cantik ala Princess Dubai di Malang!
-
Sabtu Bersama Bapak: Novel yang Menggugah dan Penuh Perenungan
-
Netflix Ungkap Kasus Nyata Paling Ngeri dalam The Monster of Florence
-
Ulasan Novel Never Over, Cinta yang Tak Pernah Selesai
Terkini
-
Setelah 28 Tahun, Nicolas Cage dan John Woo Reuni Lewat Film Biopik Gambino
-
Psikolog Lita Gading Sentil Nikita Mirzani Live Jualan dari Rutan: Apa Bedanya dengan di Luar?
-
Idealis, Danilla Riyadi Minta Album Barunya Didengar dari Awal
-
Inspirasi Gaya Photobooth Bareng Pacar ala Hanum Mega dan Rafly Ardiansyah
-
Ammar Zoni Minta Dokter Kamelia Urus Surat Nikah, Sang Kekasih Respons Belum Siap