Ada sebuah anggapan bahwa jika ingin kaya, kita nggak boleh punya mental karyawan terus. Sebaliknya, kalau mau kaya harus jadi pengusaha. Apakah memang seperti itu?
Terkait hal tersebut, ada sebuah pembahasan menarik dalam buku berjudul 'Nak, Belajarlah tentang Uang' yang ditulis oleh Jeon Seong Yon. Di dalam buku ini, penulis asal Korea ini menjelaskan bahwa meskipun menjadi karyawan, seseorang tetap bisa mencapai kebebasan finansial asal tahu tahapan yang harus dilewati.
Jeong Seon Yong membahas hal tersebut dalam bentuk kumpulan esai tentang surat seorang ayah kepada anaknya agar mempelajari prinsip-prinsip ekonomi dan penerapannya sedini mungkin.
Secara umum, buku ini terbilang unik jika dibandingkan dengan buku bertema finansial lainnya. Pembahasannya dikemas dalam sudut pandang seorang ayah yang begitu mencintai anaknya.
Namun, bentuk cinta itu ia nyatakan dalam wejangan-wejangan yang berharga tentang kehidupan. Khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan.
Alasan sang ayah menekankan hal ini adalah karena pelajaran tentang cara meraih kekayaan dan segala hal tentang uang pada dasarnya tidak pernah benar-benar dipelajari di bangku sekolah. Padahal, ilmu seperti inilah yang sebenarnya paling dibutuhkan untuk membuat hidup menjadi lebih mudah.
Saat membaca buku ini, saya jadi teringat POV yang pernah disampaikan oleh Robert Kiyosaki dalam buku Rich Dad Poor Dad mengenai bagaimana sosok ayah kaya dan ayah miskin dalam mengajarkannya tentang wawasan keuangan.
Bedanya, dalam buku ini, Jeong Seon Yong terinspirasi dari kecerdasan sosok ibu dari anak-anak nya yang memiliki kemampuan untuk mengelola uang.
Ia bercerita kepada anaknya dalam kumpulan tulisan ini tentang betapa hebat ibu mereka saat berhasil membangun kekayaan hanya dengan bermodalkan gaji dari suaminya setiap bulan.
Hanya dengan mengandalkan gaji suami sebagai karyawan, uang yang disisihkan oleh ibunya bisa membeli beberapa aset. Aset tersebut berkembang ibarat bola salju yang terus menumpuk dan melipatgandakan kekayaan.
Ada beberapa poin penting yang diterapkan oleh sang ibu. Di antaranya adalah hidup hemat, menabung sebanyak mungkin, menerapkan gaya hidup minimalis, dan kecerdasan dalam membangun aset.
Sang ayah berkata bahwa jika ingin meraih kekayaan, seseorang harus mengetahui 'rasa' dari uang. Dalam hal ini, ada tiga rasa uang yang pernah diceritakan oleh ibu.
Pertama adalah rasa ketika berhemat, kedua adalah rasa ketika menggunakan uang dengan baik, dan yang ketiga adalah rasa ketika mengumpulkan uang.
Yang jelas, mengetahui rasa dari uang ini menganjurkan kita untuk bersikap mindful setiap kali berhubungan dengan uang.
Hal menarik lain yang dipaparkan oleh penulis adalah tahap-tahap dalam membangun kekayaan. Yakni ada setidaknya 4 fase tangga kekayaan yang akan dilalui oleh manusia terkait bagaimana mereka bersikap terhadap uang.
Tangga pertama adalah masa kanak-kanak yang merupakan fase untuk menanamkan pemahaman atas penggunaan uang. Meskipun kerap disepelekan, fase ini sebenarnya amat penting untuk membentuk fondasi dari mindset keuangan yang baik.
Menurut penulis, seorang anak yang diajarkan untuk mengendalikan diri dari pola hidup konsumtif akan menjadi sebuah kebiasaan yang kemungkinan tertanam hingga ia dewasa.
"Nak, berhati-hatilah dengan kebiasaan. Bisa saja kita memiliki keinginan yang sudah bertumbuh besar dan menyeret kita untuk membeli ini dan itu. Kebiasaan konsumtif seperti itu konon menghabiskan 40% keseharian kita. Empat puluh persen konsumsi kita dikuasai oleh kebiasaan." (Halaman 71)
Tangga kedua adalah masa muda yang merupakan waktu untuk fokus mencari uang dengan pekerjaan. Fase inilah yang seringkali membuat seseorang jadi tidak sabar untuk merintis karier dari nol.
Meskipun kita memulai dari status sebagai pekerja atau karyawan, tapi pelajaran hidup tentang kegigihan, keuletan, dan nilai-nilai tentang kerja keras akan tertanam di fase ini.
Tangga ketiga adalah masa dewasa yang merupakan waktu untuk berfokus mencari pendapatan dari bisnis.
Adapun tangga yang terakhir adalah masa tua yang menjadi waktu untuk fokus kepada pendapatan dari modal (hidup dari passive income).
Pda intinya, buku ini menekankan tentang pentingnya mengumpulkan uang modal dengan pola konsumsi yang baik dan pakailah uang itu untuk investasi aset stabil agar bisa membuat struktur profit di atas fondasi pendapatan dari modal.
Secara keseluruhan, buku ini cukup insightful. Bagi Sobat Yoursay yang tertarik untuk memperluas wawasan terkait finansial, buku ini bisa menjadi salah satu rekomendasi bacaan yang menarik untuk disimak!
Baca Juga
-
Ulasan Buku Revolution of Life, Inspirasi untuk Jalani Hari dengan Maksimal
-
Bikin Optimis! Ulasan Buku Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di Kehidupan Berikutnya
-
Ulasan Buku Minderella, Kisah tentang Cinderella yang Suka Minder
-
Di Tengah Budaya Skimming saat Membaca, Masih Perlukah Menulis dengan Rasa?
-
Ulasan Buku 5 Dosa dalam Mengelola Keuangan: Hindari Ini Biar Nggak Boncos
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Novel Islammu Adalah Maharku: Di Antara Amin yang Tak Sama
-
Review Jujur Selepas Nonton Film Sihir Pelakor, Masih Tayang di Bioskop
-
Seru! Review 'Pride and Prejudice and Zombies': Romansa dan Teror Wabah
-
Agnostisisme: Seni Menapaki Jalan di Antara Yakin dan Ragu
-
Enigma Wajah yang Menggugat: Menyelami Pikiran Emmanuel Levinas
Terkini
-
Somkiat Chantra Absen, LCR Honda Hanya Turunkan Johann Zarco di GP Austria
-
Kalahkan TXT, NCT Dream Raih Trofi Pertama Lagu Chiller di 'M Countdown'
-
Sejarah Futsal: Kisah Inspiratif dari Lapangan Kecil!
-
Bukan Hanya Sekadar Pindah, Hijrahnya Jay Idzes Juga Pecahkan Rekor Kawasan ASEAN!
-
Reply oleh Yuju: Ucapan Selamat Tinggal Manis untuk Mantan Kekasih