Siapa sangka, dari sebuah novel fiksi fantasi bisa membuat seseorang jatuh cinta pada buku. Tidak ada yang tidak mungkin apabila seseorang sudah membaca salah satu novel yang berjudul "The Cat Who Saved Books".
Premis utama yang diangkat dalam novel ini adalah tentang bagaimana buku memiliki kuasa yang amat besar dalam kehidupan manusia.
Buku bukan sekadar bahan bacaan saja, tetapi lebih dari itu buku dapat membuat seseorang lebih empati terhadap lingkungan di sekitarnya.
Novel ini merupakan novel terjemahan yang ditulis oleh penulis asal Jepang yaitu Sosuke Natsukawa yang merupakan seorang dokter di Bagano, Jepang.
Setelah karya pertamanya yang berjudul "God's Medical Record" sukses mendapat posisi kedua di Japan Bookseller Award, buku "The Cat Who Saved Books" juga telah berhasil terjual lebih dari 1,5 juta eksemplar bahkan telah diadaptasi menjadi film yang laris di Jepang.
Buku ini pertama kali diterbitkan di Indonesia oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama dengan cetakan kedelapannya adalah pada April 2025.
Buku ini secara keseluruhan hanya berjumlah 200 halaman tetapi kisah-kisah yang ada di dalamnya membuat kita berpikir serta akan menemukan makna di balik sebuah buku.
Visual cover buku yang sangat eye-catching juga membuat buku ini terlihat menarik, sehingga tak jarang orang tertarik untuk membacanya. Walaupun isinya pun ternyata tidak kalah menarik dari covernya.
Buku ini mengisahkan seorang anak SMA bernama Rintaro Natsuki, yang merupakan seorang anak yang introvert dan sering menyendiri dan menghabiskan waktunya untuk membaca buku (hikokomori).
Suatu hari, kedukaan menghampiri kehidupan Rintaro, kakeknya yang merupakan keluarga satu-satunya harus pergi meninggalkan dirinya. Lantas hal itu menjadi sebuah duka yang mendalam bagi Rintaro.
Kakeknya merupakan pemilik toko buku bekas bernama Natsuki Books. Setelah kematian kakeknya, Rintaro berencana untuk menutup toko tersebut.
Namun, kehidupannya seketika berubah setelah Rintaro bertemu dengan seekor kucing tabby bernama Tiger yang memiliki kemampuan yang tidak biasa. Kucing itu memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berbicara dengan manusia.
Tiger datang untuk meminta bantuan Rintaro untuk menyelamatkan buku-buku yang terlupakan dan disia-siakan oleh pemiliknya.
Bersama Tiger, Rintaro memulai petualangannya memasuki berbagai labirin magis untuk menyelamatkan buku-buku dari orang yang menganggap dirinya mencintai buku tetapi malah menyalahgunakannya.
Mulai dari orang yang memenjarakan buku, mencincang buku, bertemu dengan penerbit yang hanya menerbitkan buku-buku laris saja.
Walaupun buku ini adalah buku terjemahan, tetapi yang menjadi salah satu kelebihannya adalah bahasanya yang sangat runut dan mudah dipahami khususnya bagi pembaca yang baru pertama kali membaca buku terjemahan.
Terkadang buku terjemahan membuat kita lebih lama dalam mencerna makna dari setiap kalimatnya, tetapi untuk novel ini sangat jauh dari kata itu. Mengalir dan bisa dinikmati bahkan bagi orang yang pertama kali membaca buku terjemahan.
Kelebihan lain dari buku ini adalah banyak sekali kutipan-kutipan menarik yang bisa diambil dan memiliki makna yang mendalam khususnya tentang buku.
Bagi seorang pencinta buku mungkin akan ada beberapa yang masuk akal dan ada juga yang tidak. Hal ini menambah nilai dari novel ini selain menyajikan ceritanya yang juga unik dan menarik.
Salah satu kutipan menarik dalam buku tersebut adalah "Buku diisi pikiran dan perasaan manusia, orang-orang yang menderita, orang-orang yang sedih atau bahagia, tertawa penuh suka cita. Dengan membaca kata-kata dan kisah-kisah mereka, dengan mengalaminya bersama-sama, kita belajar tentang hati dan pikiran orang lain, bukan cuma hati dan pikiran kita sendiri."
Kekurangan dari novel ini adalah pada pembawaan plot ceritanya yang begitu lambat, mungkin bagi beberapa orang akan merasa bosan.
Hal-hal kecil seperti suasana dari setiap alur ceritanya disampaikan dan dideskripsikan dengan mendetail, hal itulah mungkin yang membuat sedikit agak lambat.
Namun di balik semua itu, pesan dari perjalanan Rintaro dan Tiger memasuki labirin untuk menyelamatkan buku-buku ini tersampaikan dengan baik kepada pembaca.
Meskipun ceritanya fiksi fantasi, yang dipenuhi dengan hal-hal yang susah ditangkap oleh logika, tetapi penulis berhasil menyampaikan pesan utama dalam buku ini.
Novel ini merupakan perpaduan antara realisme magis dan juga petualangan filosofis. Pembaca diajak berpikir lewat petualangan-petualangan Rintaro dan Tiger dalam menyelamatkan buku-buku yang disia-siakan oleh pemiliknya.
Pembaca juga diajak untuk merenungi terkait pentingnya membaca dengan sepenuh hati, bukan untuk sekadar mengejar tren atau efisiensi.
Kalimat yang sangat sering diulangi dalam novel ini adalah bahwa "Buku memiliki kuasa yang amat besar". Melalui buku seseorang diajak untuk bisa merasakan dan berempati terhadap orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Buku juga bisa menjadi pelipur lara dan sumber kekuatan ketika seseorang sedang mengalami kedukaan atau kesedihan.
Buku The Cat Who Saved Books ini sangat cocok untuk para remaja yang tengah duduk di bangku putih abu-abu. Tetapi tidak menutup kemungkinan buku ini juga sangat cocok untuk pembaca dewasa atau orang-orang yang memiliki hobi membaca buku.
Gaya penulisannya sangat sederhana namun juga penuh dengan makna sehingga sangat cocok untuk dibaca oleh berbagai kalangan usia.
Karena membaca buku itu, tidak mengenal usia, buku dapat menjadi konsumsi siapa saja. Novel ini berhasil menyampaikan bahwa buku memiliki kuasa yang besar. Buku dapat mengubah cara pandang seseorang dalam menilai dan melihat dunia
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Review Novel Pulang: Kisah Eksil Politik yang Terasing dari Negara Asalnya
-
Membeli Buku karena Covernya: Antara Gaya Hidup dan Kebiasaan Membaca
-
Bukan Hanya Sekadar Penanda Halaman: Makna Bookmark Bagi Pencinta Buku
-
Komik: Bentuk Sastra Paling Sederhana yang Tak Boleh Diremehkan
-
Review Novel Perkumpulan Anak Luar Nikah: Luka Lama Sejarah Etnis Minoritas
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Cover Story: Ketegangan Romansa di Kantor Media Cetak
-
Ulasan Buku Mereka Bilang Aku Malas: Penyakit yang Menghambat Produktivitas
-
Ulasan Novel Problematic Summer Romance: Romansa Musim Panas yang Rumit
-
Ulasan Novel This is Not a Game: Mengungkap Pembunuhan di Gala Amal
-
Ulasan Buku Road to Akad: Menyambut Pernikahan dengan Persiapan yang Matang
Ulasan
-
Buku The Proudest Blue: Ketika Hijab Jadi Simbol Keberanian dan Identitas
-
Studio Rosid: Menyusuri Jejak Ingatan dalam Sunyi yang Terawat
-
Review Film Mickey 17, Angkat Isu Sosial yang Keras Dibalut Humor Gelap
-
Menikmati Menu di Lesehan Selera Malam Jambi, Sambalnya Bikin Nagih
-
Ulasan Buku How to Die: Menyambut Kematian dari Segi Filsuf Romawi
Terkini
-
Nasib Gerald Vanenburg Lebih Tragis dibanding STY di AFF U-23, Kok Bisa?
-
Sakitnya Pendukung Indonesia, Harus Saksikan Vietnam Catatkan 3 Rekor Sekaligus di SUGBK!
-
Key SHINee Bagikan Pesan Tentang Dirinya Sendiri di Album Solo 'Hunter'
-
Vivo Y400 4G Segera Rilis ke Indonesia, Desain Layar HP Flagship dan Lulus Sertifikasi Tahan Air
-
Mengungkap Greenwashing: Menjual Keberlanjutan, Menyembunyikan Kerusakan