Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Ardina Praf
Buku Stop Mempersulit Diri (goodreads.com)

Mungkin kalian pernah merasa hidup begitu rumit? Padahal kalau dipikir-pikir tidak ada masalah besar. Kadang kita merasa capek bukan karena aktivitas yang padat, tapi karena isi kepala kita sendiri yang sibuk ke sana kemari.

Nah, inilah salah satu hal yang dibahas dalam buku Stop Mempersulit Diri karya Diyan Yulianto. Buku ini mengajak kita untuk melihat hidup dengan cara yang lebih sederhana dan ringan, tanpa drama yang dibuat-buat oleh pikiran sendiri.

Ada kutipan menarik yang ada di buku ini. Hidup itu sebenarnya sederhana, tapi sering kali kita sendirilah yang membuatnya terasa rumit. Banyak hal sepele kita ributkan, bahkan jadi overthinking, sampai lupa mana yang sebenarnya penting.

Kita merasa lelah bukan karena terlalu banyak yang harus dikerjakan, tapi karena kita terlalu sibuk mengatur semua hal kecil agar sempurna. Akibatnya, fokus terhadap hal-hal yang benar-benar besar dan penting jadi terbengkalai.

Sesuai dengan judulnya, buku ini hadir sebagai semacam “rem tangan” untuk kita yang sering kebablasan menyulitkan diri sendiri. Di dalamnya ada 60 cara sederhana yang bisa dilakukan untuk menikmati hidup secara lebih ringan dan apa adanya.

Mungkin kesannya banyak. Enam puluh, serius? Tapi jangan khawatir, karena cara-cara ini ditulis dengan bahasa yang ringan dan aplikatif. Bahkan, ketika membacanya, kita akan tersadar bahwa beberapa di antaranya mungkin sudah sering kita lakukan, hanya saja belum kita sadari sepenuhnya atau belum kita arahkan dengan benar.

Salah satu poin yang menarik dari buku ini adalah soal passion. Turuti Passion-mu, Tetapi Jangan Berhenti dari Pekerjaan. Kalimat ini sederhana tapi dalam. Banyak orang menganggap bekerja sesuai passion akan membuat hidup terasa lebih menyenangkan.

Padahal kenyataannya tidak semua orang punya kesempatan seperti itu. Maka, ketika realitas hidup tidak memungkinkan kita mencari nafkah dari passion, bukan berarti passion itu harus dikubur.

Justru, passion bisa menjadi penyelamat di tengah jenuhnya rutinitas kerja. Ia bisa menjadi oasis kecil yang membuat hidup terasa lebih hidup.

Kuncinya adalah manajemen waktu. Kita masih bisa menjadi karyawan di jam kerja yang padat, kemudian menggunakan waktu luang untuk melakukan hal-hal yang kita sukai. Tidak perlu memilih salah satu, karena keduanya bisa berjalan berdampingan selama kita pandai menjaga keseimbangan.

Buku ini mengajak kita untuk bernapas sejenak, menata ulang cara pandang, dan menyadari bahwa kita punya kuasa untuk membuat hidup ini terasa lebih ringan. Karena hidup itu memang nggak perlu dibikin ribet cukup dijalani dengan penuh kesadaran dan sedikit rasa syukur.

Selain membahas soal passion dan pekerjaan, Stop Mempersulit Diri juga mengajak kita untuk lebih jujur dalam menilai diri sendiri.

Sering kali kita terlalu menuntut dan memaksakan diri sendiri. Kita terlalu membandingkan proses diri sendiri dengan orang lain dan terus merasa tidak baik. Padahal setiap orang punya waktunya sendiri-sendiri.

Buku ini seperti mengingatkan kembali bahwa tidak apa-apa untuk berjalan pelan, tidak apa-apa kalau hari ini belum sehebat yang kita bayangkan. Yang penting kita terus berusaha dan jangan berhenti.

Stop Mempersulit Diri bukanlah buku yang menjanjikan hidup bebas masalah setelah selesai dibaca. Tapi buku ini bisa menjadi sahabat perjalanan yang membisikkan, “Kamu nggak harus sempurna, cukup sadar dan terus belajar.” Ia tidak menawarkan solusi instan, melainkan mengajak kita menemukan cara yang paling tepat dalam menjalani hidup yang lebih ringan.

Secara keseluruhan, ini adalah buku yang sederhana tapi punya dampak yang dalam.

Ardina Praf