Membaca Sesunyi Cahaya karya Adi K bukan hanya soal mengikuti rangkaian kata demi kata, tapi lebih seperti menyingkap tirai menuju ruang batin yang sering kita abaikan. Ruang yang menyimpan tanya tentang siapa kita, untuk apa hidup ini, dan ke mana sebenarnya kita ingin kembali. Buku ini bukan kumpulan puisi biasa.
Buku ini terasa seperti perenungan yang sunyi, dituturkan lewat bahasa yang lembut dan puitis, namun di balik ketenangannya terselip kritik halus yang menggugah.
Setiap kalimat mengajak pembaca untuk tidak sekadar memahami teks, melainkan turut larut dalam pencarian yang tak sederhana. Mengenal diri sendiri, mengenal asal-usul, dan mencoba meraba wujud-Nya dalam hening yang kadang menyakitkan.
Buku ini bisa dibilang sebagai refleksi spiritual dalam bentuk puisi, bukan yang menggurui, tetapi yang menggugah. Setiap baitnya seperti membagkitkan rasa ingin tahu pembacanya, serta ketenangan sekaligus kegelisahan.
Adi K menyusun puisi-puisinya seperti manik-manik yang tampak sederhana, tetapi jika diperhatikan dengan saksama, kita akan sadar betapa dalam makna yang terkandung di dalamnya.
Buku ini tidak menawarkan kepastian dalam bentuk jawaban. Sebaliknya, ia mengundang kita merenung lebih jauh tentang hidup dan akhir, tentang siapa diri kita, dan ke mana sebenarnya kita melangkah.
Keunikan Sesunyi Cahaya terasa kuat lewat pilihan gaya tulisannya yang tak biasa, bahkan nyaris semua kata disusun dalam huruf kecil, kecuali beberapa kata yang tampaknya sengaja ditonjolkan, seolah memberi penekanan pada makna yang lebih dalam.
Di sinilah pembaca diajak aktif, tidak hanya membaca tapi juga mencari.
Di tiap baitnya, tersimpan isyarat-isyarat halus yang sengaja ditanamkan, dengan pilihan kata yang terasa matang dan bukan sekadar rangkaian indah tanpa makna. Bahkan keheningan antarbaris pun terasa bermakna, seolah pesan justru bersembunyi di ruang-ruang kosong yang tak terucap.
Isi buku ini sebagian besar mengangkat tema tentang kehidupan dan kematian, serta pertanyaan besar tentang eksistensi manusia dalam semesta. Tapi semua itu tidak diuraikan dalam uraian panjang atau dogma filosofis yang rumit, melainkan dalam bentuk puisi-puisi pendek, yang sebagian besar hanya terdiri dari satu bait saja.
Justru dalam kesingkatannya itu, kekuatan puisinya terasa. Setiap baris adalah kemungkinan: bisa menenangkan, bisa juga mengguncang.
Salah satu hal yang paling menarik dari Sesunyi Cahaya adalah cara buku ini mendekatkan kita pada Tuhan dengan cara yang tidak biasa.
Bukan dengan memaksakan definisi yang kaku, melainkan dengan menghadirkan ruang untuk kembali menggugat apa yang selama ini kita anggap pasti.
Membaca puisi-puisinya tentang Tuhan bisa memunculkan dua rasa sekaligus, rasa hangat karena merasa dekat, dan rasa haus karena makin ingin tahu.
Dan keduanya sah untuk dirasakan. Karena memang begitulah hakikat pencarian, bukan tentang sampai atau tidak, tetapi tentang keberanian untuk terus menapaki.
Adi K juga seakan mengajak kita untuk menikmati buku ini tanpa terburu-buru. Dengan ukuran kecil yang pas dalam genggaman, buku ini bisa diselipkan di saku atau tas, dibaca di sela waktu, dan direnungkan dalam keheningan.
Tidak ada aturan dalam membaca Sesunyi Cahaya. Tidak perlu urutan. Tidak perlu logika kaku. Karena setiap pembaca akan menemukan maknanya sendiri, sesuai luka dan rindu yang ia bawa saat membuka halaman-halamannya.
Pada akhirnya, Sesunyi Cahaya adalah perjalanan batin yang sunyi namun tidak sepi. Buku ini bukan hanya untuk para pencinta puisi, tetapi untuk siapa pun yang tengah mencari arah, yang pernah merasa kosong, atau sekadar ingin diam dan merasakan.
Buku ini tidak hadir untuk memberi jawaban, melainkan mengajak kita membuka kembali pertanyaan-pertanyaan lama yang mungkin selama ini kita simpan dalam diam. Sebuah karya yang sederhana dalam bentuk, namun luas dan dalam jika diselami dengan hati.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Buku The Productive Muslim: Menggabungkan Iman dalam Produktivitas Muslim
-
Ulasan Buku Dont Be Sad, Motivasi Islami yang Menenangkan Jiwa
-
Menemukan Bahagia di Tengah Hidup yang Kacau dalam Buku How To B Happy
-
Isu Mental Health dalam Buku Kupikir Segalanya Akan Beres Saat Aku Dewasa
-
3 Rekomendasi Buku Islam Anak, Kisah Menyentuh dan Ilustrasi yang Menarik
Artikel Terkait
-
Melihat Prespektif Berbeda Lewat Buku There Are No Bad People in The World
-
Ulasan Buku The Metamorphosis: Ketika Manusia Dinilai dari Manfaatnya
-
Wirang Birawa Luncurkan Firasat Melawan Siasat Edisi III: Bukan Sekadar Buku, Tapi Peta Selamat
-
Ulasan How Can I Be Grateful When I Feel So Resentful? Berdamai dengan Masa Lalu
-
Ulasan Buku Pasien, Saat Luka Keluarga Menjadi Teror Psikologis yang Nyata
Ulasan
-
Ulasan Film Night Always Comes: Perjuangan Sengit di Malam yang Kelam
-
Ulasan Film The Sun Gazer: Drama Romansa yang Menyayat Hati
-
Review Film Labinak: Praktik Sekte Kanibalisme dalam Keluarga Bhairawa
-
Horor Kanibalisme dalam Film Labinak yang Memunculkan Sumanto
-
Ulasan Novel 0 KM (Nol Kilometer): Simbolis Pertemuan dan Perpisahan
Terkini
-
Mulai dari Kita: Mengelola Sampah Rumah Tangga Demi Bumi Lestari
-
Rp100 Juta Per Bulan Hanya untuk Joget? Momen yang Mengubur Kredibilitas DPR
-
Electric Heart oleh 8TURN: Emosi Cinta yang Meledak Seperti Aliran Listrik
-
Ingin Bebas Balapan, Jorge Martin Tak Pasang Target untuk GP Hungaria 2025
-
Megawati Ganti Bambang Pacul dengan FX Rudy, Ini Perbandingan Latar Belakang Keduanya