Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Ardina Praf
Buku Siapa yang Datang ke Pemakamanku Saat Aku Mati Nanti? (goodreads.com)

 “Siapa yang Datang ke Pemakamanku Saat Aku Mati Nanti?”. Membaca judulnya saja rasanya terdengar menyeramkan.

 Namun begitu membuka halaman demi halaman, kita akan disambut oleh kehangatan dan ketulusan dari penulisnya, Kim Sang-hyun. Buku ini tidak sedang membahas kematian secara harfiah atau menakut-nakuti pembacanya.

Alih-alih memberi jawaban pasti, buku ini malah menuntun kita merenungkan hidup, bagaimana cara kita menjalaninya, dan apa yang akan kita tinggalkan setelah semuanya berakhir.

Justru sebaliknya, isinya lebih seperti catatan harian dari seseorang yang sedang mencoba hidup sedikit lebih baik dari hari ke hari.

Kim Sang-hyun menukis buku ini dengan nada yang terasa tenang dan jujur. Ia berbagi banyak pemikiran kecil, tentang mimpi, hubungan dengan orang lain, menghadapi kekecewaan, dan bagaimana tetap bisa bersyukur meski hidup tak selalu sesuai harapan.

Yang membuat buku ini menonjol adalah cara penyampaiannya yang sederhana, namun penuh makna. Tidak ada kalimat yang terlalu rumit, tapi justru karena itulah ia mudah sampai ke hati.

Rasanya seperti sedang duduk mendengarkan nasihat dari teman lama yang tulus, bukan seseorang yang menggurui atau menghakimi. Rasanya seperti diajak untuk istirahat sejenak dari panjangnya perjalanan yang melelahkan ini.

Dari judulnya saja, buku ini sudah memunculkan kesan suram dan memancing pikiran soal kematian, topik yang biasanya membuat kita merasa tidak nyaman.

Tapi ternyata, isinya lebih banyak berbicara tentang kehidupan itu sendiri. Tulisan-tulisan Kim hadir dalam bentuk potongan pendek yang berisi pemikiran-pemikirannya yang sangat pribadi, namun tetap terasa relevan bagi siapa pun.

Ia tidak menempatkan dirinya sebagai orang bijak yang sudah tahu semua jawaban, tetapi sebagai seseorang yang sedang berusaha memahami hidup, persis seperti kita semua.

Salah satu kekuatan buku ini terletak pada caranya membicarakan hubungan antar manusia. Lewat tulisannya, Kim Sang-hyun mendorong kita untuk menanyakan pada diri sendiri apakah selama ini kita sudah cukup baik pada orang-orang terdekat kita? Sudahkah kita hadir dengan tulus untuk mereka yang berarti dalam hidup kita?

Pertanyaan-pertanyaan semacam ini perlahan menuntun kita pada perenungan lebih dalam. Jika kita meninggal nanti, siapa yang akan benar-benar kehilangan kita? Siapa yang akan datang mengantarkan kita ke tempat peristirahatan terakhir?

Tanpa menyuruh, buku ini memberi kesadaran bahwa menjadi orang baik, menyebar kebaikan sekecil apa pun, dan hidup dengan lebih tulus ternyata memiliki dampak yang jauh lebih luas dari yang kita kira.

Apa yang kita tabur selama hidup, dalam bentuk perhatian, kehangatan, bahkan kehadiran yang sederhana, itulah yang nanti mungkin akan menentukan siapa yang datang ke pemakaman kita, secara harfiah maupun maknawi.

Meski bukunya tergolong tipis, isi dari tiap bab mengandung banyak pemikiran yang bisa direnungkan. Hal ini menjadikannya sebagai bacaan yang cocok ketika kalian ingin bersantai.

Namun, bagi kamu yang lebih suka membaca cepat, buku ini juga cocok karena bahasanya ringan dan mengalir, sehingga mudah dipahami meski dibaca dalam sekali duduk.

Narasinya yang sederhana seolah mengatakan kepada pembaca bahwa hidup memang tidak selalu sesuai dengan apa yang diinginkan. Yang terpenting adalah terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dengan cara yang tulus dan bermakna.

Ini adalah buku yang bisa kamu baca di sela-sela hari yang sibuk, atau saat sedang butuh teman untuk bicara secara tidak langsung. Buku ini akan menyapa hatimu dengan cara yang halus tapi membekas.

Ardina Praf