Api bisa menyala dari hal kecil, dan begitu pula luka yang juga bisa menganga akibat hal sepele. ‘Smoke’, series kriminal dari Apple TV yang digarap Dennis Lehane, mencoba menyalakan keduanya sekaligus, yakni nyala dari sebuah misteri dan bara psikologis para karakter.
Berkisah tentang apa sih? Sini kepoin lebih lanjut!
Kisahnya mengikuti jejak sang penyelidik forensik kebakaran dan kasus pembakar berantai. Menariknya, series yang tayang sejak 27 Juni 2024 ini sempat menyala terang di awal-awal episode lho, sampai menyulut rasa penasaran dan emosi.
Sayangnya, seperti api yang nggak dikendalikan, cerita film ini akhirnya terbakar sama ambisinya sendiri. Lho, kok bisa? Kepoin terus ya!
Series ini diawali dengan gaya yang pasaran. Ya, ada investigasi kriminal seputar pembakar berantai. Di saat itulah, Dave Gudseb si ahli forensik api (diperankan Taron Egerton), mencoba mengejar pelaku-pelaku kebakaran misterius itu.
Eits, tapi jangan tertipu. Setelah beberapa episode, cerita menukik tajam ke wilayah yang jauh lebih liar dan psikologis.
Gudsen tuh bukan sebatas penyelidik lho. Dia seorang orator yang nyaris romantis bahas soal keindahan api, tapi dia juga sosok kompleks yang menyimpan bara dalam dirinya.
Suatu ketika Gudse dipertemukan dengan Detektif Michell Calderon (Jurnee Smollett), perempuan yang pernah jadi korban percobaan pembunuhan oleh ibunya sendiri dengan api.
Di balik keduanya, ada sosok lain: Freddy Fasano (Ntare Guma Mbaho Mwine) di penyendiri yang nyaris nggak terlihat, sampai pertemuannya dengan sosok penata rambut bernama Brenda (Adina Porter) yang perlahan mengembalikan sisi ‘manusianya:.
Gitu deh, Freddy bukan penjahat flamboyan. Dia seperti luka lama yang nggak pernah sembuh, tapi saat dirinya mencoba sembuh, justru luka baru yang tercipta.
Namun, semua dinamika karakter yang begitu kaya ini mulai goyah di babak kedua. Series ini seolah-olah nggak tahu harus menyambungkan benang merah dari semua lapisan psikologis yang sudah dirajut.
Karakter Freddy menghilang dari cerita tanpa konklusi yang memuaskan, dan fokus cerita beralih ke antagonis yang lebih sensasional tapi kurang substansi. Lebih parahnya lagi, pengkhianatan pada karakter Michell Calderon terasa kayak ledakan twist yang dipaksakan.
Namun demikian, Series Smoke masih layak dinikmati, senggaknya karena kualitas akting yang di atas rata-rata.
Dengan sinematografi yang cakep, atmosfer kota yang mendung dan nyaris berbau asap, Series Smoke punya presentasi visual yang kece. Sayangnya, semua itu nggak cukup untuk menyelamatkan naskahnya dari kehancuran di dua episode terakhir. Series ini berjalan dari cerita trauma dan obsesi menjadi parade twist yang terlalu berlebihan, hingga akhirnya diriku bertanya-tanya: Untuk apa semua ini dibangun, kalau akhirnya dibakar habis?
Sayangnya, seperti api yang terlalu cepat membesar, Smoke akhirnya membakar dirinya sendiri. Sebuah tontonan yang memulai dengan bara emosi dan potensi, tapi berakhir sebagai asap tipis yang cepat hilang tertiup angin.
Bila Sobat Yoursay masih tetap penasaran, maka tontonlah tanpa banyak mempertimbangkan kesan-kesan dariku. Kadang, satu-satunya cara buat tahu apakah sebuah film benar-benar cocok di hati kita adalah dengan menyelaminya sendiri, tanpa terlalu banyak terpengaruh review atau omongan orang lain. Siapa tahu, justru bagian yang menurutku mengganggu malah terasa relate banget buatmu. Karena pada akhirnya, selera itu perkara pribadi, dan perjalanan menonton juga soal pengalaman yang unik untuk tiap orang.
Seluruh delapan episode tersedia sekaligus untuk kamu yang ingin menyelami kisah panas ini dalam satu kali duduk, walau kamu mungkin kesal dengan hati yang sedikit hangus. Yap, series ini memang bisa bikin kamu terperangkap dalam intensitas ceritanya. Mulai dari konflik batin yang menggelora, hubungan yang nggak mudah ditebak, sampai adegan-adegan yang membuat dada sesak atau bahkan geregetan setengah mati. begitulah, kadang bikin betah, kadang bikin capek hati. Dan kalau kamu tipe penonton yang suka binge-watching, siap-siap deh bergumul dengan emosi selama berjam-jam.
Ups. Mungkin ada luka kecil yang tertinggal, mungkin ada tokoh yang bikin kamu ingin teriak saking kesalnya. Selamat nonton dan terima kasih sudah membaca Review Series Smoke hingga akhir.
Selamat nonton, ya!
Baca Juga
-
Menyusuri Misteri Film The Banished: Apa yang Dicari, Nggak Pernah Kembali
-
Review Film Cloud: Dunia Digital yang Menelan Kemanusiaan
-
Review Film Madea's Destination: Cerita dan Komedinya Begitu Hambar?
-
Review Film Ghost Train: Teror Tanpa Akhir di Jalur Bawah Tanah
-
Review Film Believe: Kobaran Cinta Tanah Air
Artikel Terkait
-
Janjikan Aksi Lebih Brutal, Ini 5 Alasan Mortal Kombat II Layak Ditunggu
-
Menyusuri Misteri Film The Banished: Apa yang Dicari, Nggak Pernah Kembali
-
Ulasan Film Doti: Tumbal Ilmu Hitam, Horor dengan Sentuhan Budaya Lokal
-
Alasan Glen Powell Tolak Bintangi Jurassic World Rebirth, Merasa Tak Cocok?
-
Baru Mulai Syuting, Film The Odyssey Kena Kecaman karena Hal Ini
Ulasan
-
Review Drama Head Over Heels: Drama Romansa Heartwarming Dibumbui Supranatural
-
Menyusuri Misteri Film The Banished: Apa yang Dicari, Nggak Pernah Kembali
-
Ulasan Nine Puzzle, Duet Kim Da Mi dan Son Suk Ku Pecahkan Kasus Pembunuhan
-
Ulasan Film Doti: Tumbal Ilmu Hitam, Horor dengan Sentuhan Budaya Lokal
-
Ulasan Novel 3726 mdpl: Saat Pendakian Membawa Cinta dan Luka
Terkini
-
Pedro Pascal hingga Ariana Grande Galang Bantuan untuk Kelaparan di Gaza
-
5 Ankle Boots Lokal Stylish yang Bisa Kamu Temukan di Shopee, Wajib Punya!
-
Mun Ka Young Dikabarkan Main Drama Bareng Choi Woo Shik, Agensi Buka Suara
-
Janjikan Aksi Lebih Brutal, Ini 5 Alasan Mortal Kombat II Layak Ditunggu
-
Final Piala AFF U-23 dan Pembelajaran Mahal dari Junior Shin Tae-yong kepada PSSI