Novel Yang Telah Lama Pergi karya Tere Liye kembali membuktikan mengapa nama penulis ini begitu melekat di hati pembaca. Mengusung latar di tengah samudra dan kawanan perompak. Novel ini sarat akan kritik tajam tentang sebuah negara dengan pemerintahan yang penuh kemunafikan. Betapa kotornya politik yang mendarah daging di tiap sendi bahkan pion-pion terbawah sekalipun.
Identitas Buku
- Judul Buku: Yang Telah Lama Pergi
- Penulis: Tere Liye
- Penerbit: Sabakgrip
- Tahun Terbit: Mei 2023
- Jumlah Halaman: 444 halaman
Dengan tebal 444 halaman, kisah ini bukan hanya menghadirkan petualangan seru ala dunia bajak laut, tetapi juga penuh renungan mendalam tentang dendam, pengkhianatan, hingga makna hidup. Membaca buku ini ibarat menaiki kapal besar—berayun antara gelombang peperangan dan ketenangan refleksi, antara kejutan plot twist dan pesan moral yang menyentuh.
Mas’ud al-Baghdadi: Sang Pembuat Peta dan Takdirnya
Cerita bermula dari Mas’ud al-Baghdadi, seorang kartografer (pembuat peta) yang ingin melanjutkan misi lamanya bersama sang ayah: menyelesaikan peta Swarna Dwipa (Sumatra). Namun, takdir berkata lain. Kapalnya dijarah oleh perompak, semua peralatan dan peta penting miliknya dirampas. Dalam upaya mengambil kembali barang-barang itu, Mas’ud justru tertangkap dan nyaris diadili oleh para perompak.
Di titik inilah ia bertemu dengan Biksu Tsing—sosok misterius yang menjadi penghubung takdir Mas’ud dengan Raja Perompak Remasut. Sang biksu meyakinkannya bahwa hanya dengan bergabung dengan perompaklah, cita-citanya menuntaskan peta Swarna Dwipa bisa terwujud. Dari sinilah perjalanan penuh bahaya, intrik, dan pengkhianatan dimulai.
Remasut dan Armada Bajak Laut Selat Malaka
Tokoh yang mencuri perhatian justru bukan Mas’ud, melainkan Remasut, Raja Perompak yang karismatik sekaligus penuh dendam. Ia memiliki rencana besar: menyerang dan menghancurkan Kerajaan Sriwijaya sebagai balas sakit hati masa lalu.
Di sisinya berdiri tokoh-tokoh yang tak kalah menarik:
- Emishi, samurai buta yang menyimpan dendam mendalam,
- Pembayun, penasihat licik nan penuh strategi,
- Masiku, buronan seribu wajah,
- Hulubalang kedua, panglima perang yang setia,
- serta Biksu Tsing sendiri yang misterius.
Mereka adalah kumpulan manusia yang membawa luka lama, seolah seluruh hidup mereka didorong oleh dendam yang “telah lama pergi,” tetapi masih membara.
Kritik Sosial di Balik Layar Petualangan
Meskipun bersetting pada masa kejayaan Sriwijaya, pembaca cepat menyadari bahwa kisah ini bukan sekadar fiksi sejarah. Seperti banyak karya Tere Liye, ada kritik sosial yang menyelinap halus. Para pejabat kerajaan digambarkan sibuk memperkaya diri, sementara rakyat menderita. Intrik politik, penjilat yang licik, dan pengkhianatan demi kepentingan pribadi terasa begitu relevan dengan kondisi hari ini. Tak heran banyak pembaca spontan merasa, “Wah, ini nyindir negara kita banget!”
Pesan Moral: Dendam, Kebodohan, dan Harapan
Di balik adegan peperangan, perkelahian, dan darah yang tertumpah, novel ini mengajarkan refleksi berharga. Salah satunya: kejahatan lahir dari kebodohan. Sehebat apa pun seseorang—pintar, licik, atau cerdas—jika menggunakan akalnya untuk berbuat jahat, maka sejatinya ia bodoh.
Selain itu, Yang Telah Lama Pergi mengingatkan pembaca bahwa kenangan buruk tidak seharusnya dihapus. Justru dengan “memeluk” sakit hati dan dendam masa lalu, manusia bisa belajar, berdamai, lalu menemukan kebahagiaan baru. Novel ini menekankan pentingnya memahami makna hidup dan tujuan keberadaan kita di dunia.
Petualangan, Dendam, dan Makna Hidup dalam Dunia Bajak Laut
Banyak pembaca merasa seolah-olah sedang menonton Pirates of the Caribbean atau membaca kisah ala One Piece. Adegan pertempuran laut, persahabatan tak terduga, hingga momen dramatis penuh plot twist, semuanya digarap hidup dan mendebarkan. Gentong air yang disebut-sebut dalam cerita bahkan mengingatkan pembaca pada sosok Luffy dari One Piece—detail kecil yang membuat imajinasi makin liar.
Kekuatan Tere Liye ada pada kemampuannya membuat halaman demi halaman terasa mengalir, tak membosankan. Setiap bab memancing rasa penasaran, membuat pembaca sulit meletakkan buku.
Yang Telah Lama Pergi bukan hanya sebuah kisah bajak laut penuh aksi. Ia adalah perjalanan batin tentang dendam, pengkhianatan, sekaligus makna hidup yang lebih luas. Membaca buku ini, kita diajak bukan hanya untuk berpetualang di lautan, tetapi juga berlayar ke dalam hati sendiri: apakah kita masih terikat pada “hal-hal lama” yang menyakiti, atau sudah berdamai dan melangkah ke depan? Novel ini layak masuk daftar bacaan siapa pun yang mencari kisah penuh ketegangan, emosi, dan makna.
Tag
Baca Juga
-
Ulasan Novel Algoritme Rasa: Ketika Setitik Luka Jadi Dendam Abadi
-
Ulasan Novel Bandit-Bandit Berkelas: Nasib Keadilan di Ujung Tanduk!
-
Ulasan Novel Tanah Para Bandit: Ketika Hukum Tak Lagi Memihak Kebenaran
-
Ulasan Novel Bedebah di Ujung Tanduk: Titik Balik Dunia Shadow Economy!
-
5 Alasan Kenapa Kamu Harus Nonton Drama Korea Bon Appetit, Your Majesty!
Artikel Terkait
-
Ketika Cinta Menjadi Ujian: Dilarang Bercanda dengan Kenangan 2
-
Menyingkap Relasi Kuasa dan Luka Batin dalam Novel Broken Angel
-
Ulasan Novel The Lover Next Door: Ketika Jodoh Tak Akan Pergi ke Mana-mana
-
Buku Bajakan, Luka Penulis dan Pengkhianatan Literasi
-
Ulasan Novel Algoritme Rasa: Ketika Setitik Luka Jadi Dendam Abadi
Ulasan
-
Auto Chill! 5 Rekomendasi Map Gunung Tanpa Rintangan di Roblox
-
Ketika Cinta Menjadi Ujian: Dilarang Bercanda dengan Kenangan 2
-
Lagu Malang Suantai Sayang: Persembahan Sal Priadi untuk Kota Kelahirannya
-
Menyingkap Relasi Kuasa dan Luka Batin dalam Novel Broken Angel
-
Review Film Operation Hadal: Aksi Militer Tiongkok yang Penuh Adrenalin!
Terkini
-
Dari Mediterania ke Eropa: Bagaimana Cat Putih Membuat Rumah Lebih Nyaman dan Turunkan Suhu?
-
Apa yang Membuat RUU Perampasan Aset Begitu Mendesak bagi Publik?
-
Fuji Absen di Ultah Verrell Bramasta, Alasannya Jadi Sorotan
-
Yang Kosong dari Pendidikan Kita
-
Terobosan Baru! Bagaimana Bakteri Bisa Dipakai untuk Mendeteksi Mikroplastik?