Keberadaan pohon zaitun tidak dapat dilepaskan dari gerakan perjuangan rakyat Palestina dalam mempertahankan tanah airnya. Hal tersebut erat berkaitan dengan filosofi zaitun yang disebut-sebut sebagai simbol universal perdamaian dan kekuatan keberakaran Palestina di tanah kelahiran mereka sendiri. Berangkat dari hal tersebut, maka lahir sebuah buku menyentuh hati sekaligus penuh makna berjudul My Olive Tree.
Buku ini ditulis oleh Hazar Elbayya dan terbit pada tahun 2024. Meski buku ini merupakan karya debutnya, penulis menguraikan dengan sangat apik makna-makna kehidupan dan perjuangan rakyat Palestina lewat narasi, dialog, dan ilustrasi yang kental dengan nuansa lokalitas. Dalam buku bergambar sederhana ini, penulis juga menunjukkan semangat solidaritas yang dibangun secara kolektif untuk menguatkan ikatan persaudaraan.
Cerita dalam buku ini dimulai dari dialog sederhana antara Salam dengan Sido atau kakeknya. Sido menjelaskan kepada Salam alasan yang membuat pohon zaitun sangat istimewa bagi rakyat Palestina. Penjelasan tersebut dimulai dari filosofi akar zaitun yang tertanam begitu dalam, menjadikannya sebagai simbol kekuatan dan ketangguhan. Selain itu, daun pohon zaitun bisa memberi keteduhan dan cabangnya melambangkan perdamaian.
Pohon zaitun yang banyak manfaat juga berperan menghubungkan rakyat Palestina dari segala kalangan. Dimulai dari para petani yang memanen zaitun, lalu mengolahnya menjadi minyak. Minyak zaitun tersebut lalu digunakan untuk membuat roti dan dijual di pasar, sedangkan buahnya biasa hadir sebagai camilan yang dimakan oleh para gadis saat berkumpul.
Salam yang mendengar manfaat pohon zaitun, lantas bergegas untuk menanam miliknya sendiri. Akan tetapi, pohon zaitun yang dinanti tidak kunjung tumbuh. Meski begitu, Sido berkata bahwa pohon yang kuat dan besar membutuhkan waktu lebih lama untuk tumbuh. Oleh sebab itu dengan segala kesabaran dan ketabahan, Salam menanti pertumbuhan pohon zaitunnya.
Sayangnya saat pohon zaitun tumbuh, sekelompok tentara datang ke tanah mereka dan merusak segalanya yang ada di sana, termasuk pohon zaitun milik Salam. Meski bersedih, Sido terus meyakinkan Salam agar terus percaya bahwa suatu saat nanti Salam bisa menyaksikan pohon zaitunnya tumbuh lebih banyak. Lalu dengan semangat kebersamaan yang dimiliki, mereka terus berupaya untuk menumbuhkan pohon zaitun sekaligus mempertahankan tanah kelahirannya.
Buku ini hadir dengan konsep picture book sehingga didominasi oleh ilustrasi yang dilengkapi dengan narasi-narasi singkat. Dari ilustrasi yang diperlihatkan, pembaca bisa menyaksikan sendiri betapa beragamnya kebudayaan Palestina yang meliputi kekayaan alam, kuliner, pakaian, hingga keadaan sosial di sana. Meski terdengar cukup banyak yang diperlihatkan, tetapi topik utama tentang penguraian makna pohon zaitun tidak hilang begitu saja.
Penulis justru menggabungkan segala elemen budaya untuk menghubungkan makna pohon zaitun secara lebih mendalam. Bagi rakyat Palestina, pohon zaitun menjadi simbol kekuatan dan perdamaian. Namun, lewat buku ini penulis menjelaskan bahwa zaitun rupanya menjadi salah satu elemen penting dalam sistem tatanan sosial mereka dan berperan membangun kesadaran kolektif terhadap tanah air.
Pohon zaitun yang diproduksi oleh petani merupakan gerbang awal untuk membangun sistem sosial yang erat dan identik dengan rasa solidaritas tinggi. Zaitun lantas menjadi komoditas unggulan yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kesehatan, hingga membentuk relasi dalam lingkup masyarakat yang lebih luas. Artinya, pohon zaitun merupakan salah satu napas yang menghidupkan situasi sosial dan budaya di Palestina.
Buku ini hadir dengan gaya penceritaan yang sederhana dan heartwarming. Pembaca bisa dengan mudah memahami makna yang ingin disampaikan penulis berkat alur yang jelas, tertata, dan ditulis dengan rapi. Ilustrasi dalam buku ini digambar dengan indah sehingga bisa memperkuat daya imajinasi pembaca sepanjang cerita. Secara keseluruhan, buku ini layak dibaca karena kisahnya mampu menggugah rasa kemanusiaan dan menyentuh hati.
Identitas buku
Judul: My Olive Tree
Penulis: Hazar Elbayya
Penerbit: Anne Schwartz Book
Tahun terbit: 2024
Tebal buku: 40 halaman
Baca Juga
-
Ulasan Novel Terusir: Diskriminasi Wanita dari Kacamata Budaya dan Sosial
-
Membaca Buku Self Improvement, Sumber Motivasi atau Malah Toxic Positivity?
-
Ulasan Novel Petjah: Benang Takdir yang Membuka Luka di Masa Lalu
-
Ulasan Novel The Lover Next Door: Ketika Jodoh Tak Akan Pergi ke Mana-mana
-
Saat Layanan Ojek Online Menjadi Jembatan Solidaritas Lintas Negara
Artikel Terkait
-
Kembalikan 36 Buku Tersangka Kasus Demo Agustus, Rocky Gerung Berharap Polisi Baca Isinya, Mengapa?
-
5 Fakta Terbaru Wanda Hamidah Kawal Bantuan ke Gaza: Dari 'Penculikan' Hingga Desakan TNI Bantu!
-
Aksi Hindia di Synchronize Fest 2025, Bendera Palestina Berkibar di Layar Besar
-
Wanda Hamidah dari Sisilia: Tekan Pemerintah Indonesia Kawal Misi Kemanusiaan ke Palestina
-
Kapal Aktivis Pengangkut Bantuan Diadang Pasukan Israel, Wanda Hamidah: Ini Tindakan Ilegal
Ulasan
-
Review Film Death Whisperer 3: Hadir dengan Jumpscare Tanpa Ampun!
-
Ulasan Novel Terusir: Diskriminasi Wanita dari Kacamata Budaya dan Sosial
-
Review Film Tukar Takdir: Kisah Penyintas yang Menyayat Hati!
-
Review Film Rangga & Cinta: Sekuel AADC yang Lebih Emosional dan Musikal!
-
Surat-Surat yang Mengubah Hidup dalam Novel Dae-Ho's Delivery Service
Terkini
-
4 Cleansing Balm Mini Size Harga Rp20 Ribuan, Praktis Dibawa Traveling!
-
Kamus Cinta Zaman Now: Dari 'Situationship' sampai 'Roaching', Istilah Kencan yang Wajib Kamu Tahu!
-
Vokal Iqbaal Ramadhan Disorot, Netizen: Perasaan Dulu Nggak Gini?
-
Penayangan A Quiet Place Part III Diundur, Hindari Bersaing dengan Film Ini
-
Quarter-Life Crisis Mengintai Anak Muda: Saat Usia 20-an Terasa Lebih Berat dari yang Dibayangkan