Hayuning Ratri Hapsari | Jofanina Fauziah
Cuplikan film Apocalypse Z (primevideo.com)
Jofanina Fauziah

First impression saya setelah menonton film Apocalypse Z: Wah, film zombie ini ternyata bukan bercerita tentang zombie!

Bingung? 

Para zombie di sini, hanyalah metafora. Mengapa? Akan saya jelaskan di akhir artikel. Pastikan baca sampai habis. 

Film Apocalypse Z: The Beginning of the End menceritakan tentang seorang pria bernama Manel, yang sedang berduka karena kehilangan istrinya. 

Dia hanya hidup bersama seekor kucing bernama Luculo. Setiap harinya dipenuhi trauma, rasa bersalah, dan kesepian. Mengapa? Nanti akan saya jelaskan juga. 

Satu tahun kemudian, saat ia belum pulih dari traumanya, dunia dihebohkan dengan kemunculan virus TSJ yang bisa mengubah manusia menjadi sangat agresif seperti zombie. 

Virus ini penularannya sangat cepat, melalui gigitan orang yang sudah terinfeksi.

Penerbangan dibekukan, jalanan dipenuhi kendaraan, supermarket dijarah habis. Keadaan saat itu sangat kacau.

Bellen, adik Manel, meneleponnya, memberi kabar bahwa dia dan keluarganya akan pindah ke Kepulauan Canary, yang katanya aman dari wabah virus ini.

Ia berniat untuk mengajak Manel, namun Manel menolak. Akhirnya dengan berbagai bujuk rayu, Manel setuju dan akan menyusul esok hari. 

Sayang sekali, belum sempat Manel pergi, zombie telah menguasai seluruh negeri. Ia terpaksa bertahan di rumah saja bersama Luculo. 

Sampai beberapa minggu kemudian, stok makanan dan minuman habis. Manel pun kehilangan kontak dengan Bellen karena sinyal terputus. Ia memutuskan untuk keluar menghadapi bahaya, berpetualang menuju Kepulauan Canary. 

Perjalanan Manel sangat menegangkan. Bagaimana tidak, sepanjang perjalanan dipenuhi zombie yang haus darah. Manel terus berusaha bertahan dan menghindari gigitan dengan peralatan seadanya sembari menggendong Luculo.

Perjalanan Manel ini sangat seru dan menegangkan. Saya tidak akan membahas lebih jauh tentang ini. Kamu bisa menyaksikan sendiri di Prime Video. 

Saya akan lebih berfokus pada sisi psikologis Manel yang menurut saya adalah inti sesungguhnya dalam film ini. 

Mari kita telusuri lebih dalam sisi psikologis Manel. Sebenarnya, apa sih yang dia rasakan? 

Sepanjang film, kita diperlihatkan dengan wajah muram, dan mimpi buruknya yang selalu menghantui. 

Manel mengalami trauma akibat kehilangan istrinya dalam sebuah kecelakaan mobil. Pada saat itu, dirinya dan istri sedang berdebat sambil menyetir, yang mengakibatkan hilang fokus, dan terjadilah kecelakaan. 

Istrinya tewas, Manel selamat.

Mulai saat itu, rasa bersalah tidak pernah hilang dari benaknya. Perasaan bersalah inilah yang disebut dengan “Survivor’s Guilt.” Perasaan bersalah yang muncul ketika seseorang selamat dari peristiwa tragis, sementara orang tersayangnya tidak selamat.

Perasaan ini sangat membebani hidupnya. Membuat Manel merasa tidak pantas untuk hidup. 

Survivor’s Guilt yang dialami Manel sangat terlihat ketika satu-satunya anggota keluarga yang menyayanginya, yaitu, Bellen mengajak Manel tinggal bersama di Kepulauan Canary agar terhindar dari wabah zombie, Manel awalnya menolak. 

Ia merasa lebih baik bertahan sendirian di dalam rumah. Padahal dia tahu kondisi di luar rumahnya sangatlah berbahaya. Survivor’s Guilt lebih menakutkan daripada zombie.

Sampai akhirnya, Manel menemukan sebuah alasan untuk tetap hidup. Luculo, kucingnya sendiri. Kucing yang setia dan suka menghibur. Jika saja Manel tidak mau bertahan, apakah Luculo akan bertahan tanpa dirinya? 

Satu titik harapan muncul di hatinya. Ia harus menyelamatkan Luculo. 

Pada awal artikel, saya menyebut bahwa zombie di sini bukanlah inti dari film ini. Sosok zombie di sini menurut saya hanyalah metafora. 

Iya, metafora dari kehidupan Manel itu sendiri. Zombie adalah raga yang hidup tanpa jiwa. Kosong. Hampa. Pikirannya sudah tidak bisa mengendalikan apa pun dari tubuhnya. Hidup tanpa tujuan, marah kepada siapapun atau apa pun yang ada di dekatnya. 

Seperti Manel sepeninggal istrinya. Dia sudah tidak punya tujuan hidup, hampa, pikirannya kosong. Ia marah dengan keadaan. Ia membenci dirinya sendiri. Raganya terus berjalan tanpa jiwanya yang utuh.

Menurut saya, Film Apocalypse Z: The Beginning of the End ini adalah film psikologi tentang Survivor’s Guilt, bukan film zombie. Zombie sebagai metafora, sangatlah menarik. 

Jika dilihat hanya sekilas, alurnya klise, seperti film zombie pada umumnya: Terjebak, bertahan, Menyerang. Namun, jika dilihat dari sudut pandang psikologis seperti yang saya jelaskan tadi, film ini sangat luar biasa. Sinematografinya cenderung kelabu dan suram, memperkuat suasana traumatis sang tokoh utama. 

Nilai dari saya: 9/10