Hikmawan Firdaus | Tika Maya Sari
Novel Air Mata Terakhir Bunda (Goodreads)
Tika Maya Sari

Sebetulnya, aku kurang sreg dengan warna magenta atau ungu kemerahan terang karena tampak mencolok. Namun, ketika magenta dijadikan sampul novel Air Mata Terakhir Bunda, harus kuakui ada energi menggelitik yang berusaha disampaikan penulisnya.

Selayang Pandang

Air Mata Terakhir Bunda adalah novel yang membuatku nangis, karya Kirana Kejora. Novel setebal 204 halaman ini menyajikan unsur psychological dan perjuangan hidup yang keras, tetapi mampu memberikan hasil luar biasa.

Buku terbitan Hi-Fest Publishing ini memiliki sampul berwarna magenta dan sentuhan hitam. Sekali lihat, kupikir ada sesuatu yang cukup ‘kelam’ yang berusaha disampaikan oleh penulisnya. Dan, ya. Aku mendapati novel ini sebagai bahan renungan, lamunan, hingga tangisan begitu selesai membacanya.

Sinopsis Novel

Air Mata Terakhir Bunda menceritakan sebuah keluarga miskin di daerah Sidoarjo, Jawa Timur. Satu keluarga yang terdiri atas seorang ibu bernama Sriyani, dan dua anak lelakinya yakni Iqbal dan Delta. Lho, ayahnya sudah meninggal ya? Nggak! Ayahnya pergi dan nikah sama seorang pengusaha sepatu!

Meski demikian, Sriyani nggak pernah menyerah. Dengan berjualan lontong kupang, dan nyambi pekerjaan lain asalkan halal, dia selalu berusaha memenuhi kehidupan bahkan pendidikan anak-anaknya. Bonusnya lagi, si bungsu yakni Delta dikisahkan memiliki otak topcer yang membuatnya selalu juara kelas dan mendapatkan beasiswa.

Kalau pepatah Jawa bilang, bathok bolu isi madu!

Pengorbanan Sriyani nggak pernah sia-sia. Berkat keuletan dan kerja keras, anak-anaknya mampu melanjutkan jenjang studi dan menjadi orang terpandang. Sekalipun perjuangannya selalu penuh waspa, sweda, hingga ludira!

Keteguhan Perempuan, Mata Menganak Sungai!

Berat. Itu hal yang terlewat dalam benakku begitu selesai membaca. Sebetulnya bukan berat pada penyampaiannya yang menggunakan Bahasa Indonesia dan campuran Bahasa Jawa dialek Suroboyoan sih, tapi lebih pada konflik dan pengandaian seumpama kita berada di situasi Sriyani, maupun kedua putranya.

Meski berada dalam garis kemiskinan, Sriyani tetap semangat mengerahkan segala usaha dan pantang meminta-minta. Dia juga teguh mengajarkan kedua putranya untuk berdiri di atas kaki sendiri, tanpa mengiba pada ayah mereka yang sudah hidup bergelimang harta. Intinya, dhewe yo tatag!

Hal ini tentu menginspirasi aku sebagai sesama perempuan. Meski cuman fiksi, aku merasakan intrik semangat Sriyani yang patut diadaptasi. Nggak perlu koar-koar, cukup lakoni dan teguh menghadapi.

Sidoarjo Pride!

Air Mata Terakhir Bunda sejatinya fokus pada kisah hidup Delta ya. Sebagai anak bungsu, dia sudah mendapati perjuangan ibu dan kakaknya yaitu Iqbal, sehingga timbullah semangat baja pada dirinya. Sekalipun Delta juga menjalani hidup khas anak-anak yang bermain juga, tetapi dia lebih tangguh dari bocah seusianya.

Namun, nggak cuma hidup Delta dan keluarganya yang disorot. Novel ini juga mengusung Sidoarjo pride baik dari penyampaian bahasa Jawa dialek Suroboyo dan Sidoarjo, tragedi lumpur lapindo, hingga kuliner lontong kupang yang sekarang telah cukup terkenal dimana-mana.

Buatku sebagai anak Kediri, ini adalah novel majestic karena sukses mengakulturasikan nilai-nilai lokal dengan nilai-nilai moral. Bahkan pada ending ciamik meski sempat diwarnai banjir air mata sih.

Energi Sudah Terpancar dari Sampul?

Jujur saja, aku adalah tipe pembaca yang menilai buku dari sampulnya berdasarkan feeling, haha. Air Mata Terakhir Bunda memang bersampul mencolok dengan nuansa magenta. Namun, feeling-ku bilang bahwa buku ini ‘cukup sesuatu’, sehingga aku coba membacanya. Dan boom!

Aku nggak tahu apakah kak Kirana Kejora adalah penyintas lumpur lapindo, atau apakah beliau pernah mengalami situasi seperti Delta, tetapi emosi yang disampaikan lewat diksi kuat banget. Apa ya, rasanya macam energi pekat yang menguar bahkan dari sampul buku.

Sekalipun Air Mata Terakhir Bunda nggak pernah mengisahkan Sriyani yang menangis saking kuatnya, tapi novel ini berhasil bikin pembaca nangis sih. Harusnya Air Mata Pembaca, haha! Tentunya nangis haru ya.

After all, dari alur yang bikin baper, sampai adaptasi Sidoarjo pride yang cakep abis, Air Mata Terakhir Bunda layak dapat nilai 11 dari 10. So, kamu tertarik baca?

Identitas Buku

Judul: Air Mata Terakhir Bunda

Penulis: Kirana Kejora

Genre: Psychological, Slice of Life

Bahasa: Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa

Tebal Buku: 204 halaman

Tahun Terbit: 2011

Penerbit: Hi-Fest Publishing, Jakarta