Dalam seri Kimetsu no Yaiba, Tanjiro Kamado dikenal luas sebagai protagonis yang memiliki hati tulus dan penuh empati. Sifat uniknya ini menjadi kekuatan yang membedakannya dari Pembasmi Iblis lainnya. Dia sering menunjukkan belas kasih, bahkan kepada musuh terkejamnya, yakni para iblis yang telah membunuh banyak manusia.
Namun, di dunia yang kejam dan penuh bahaya, kebaikan hati yang begitu murni terkadang bisa menjadi kelemahan fatal. Sikap Tanjiro yang cenderung berempati pada musuh sering kali menempatkannya dalam situasi sulit. Berikut adalah lima momen penting di mana kebaikan Tanjiro justru menyebabkan masalah dan mengancam nyawanya.
1. Saat menghadapi Iblis Tangan di Seleksi Akhir

Selama ujian seleksi terakhir, Tanjiro bertarung melawan Iblis Tangan atau Teoni, iblis tua yang telah memakan banyak murid Sakonji Urokodaki. Setelah melemahkan iblis tersebut, dia melihat rasa sakit dan kesedihan di matanya yang memohon. Hatinya merasa iba, terlebih lagi saat dia melihat masa lalu iblis tersebut yang menyedihkan.
Keraguan dan belas kasihan Tanjiro membuatnya sempat menunda serangan terakhirnya. Hesitasi ini nyaris membuatnya terbunuh oleh serangan balik. Meskipun pada akhirnya dia berhasil mengakhiri hidup Iblis Tangan, momen ini menunjukkan betapa bahayanya simpatinya dalam sebuah pertempuran.
2. Momen belas kasih untuk Ibu Laba-laba

Di Gunung Natagumo, Tanjiro menghadapi iblis Ibu Laba-laba yang memanipulasi keluarganya dengan kejam. Ketika berhasil memojokkannya, dia justru menyadari bahwa iblis tersebut hidup dalam ketakutan dan penderitaan. Hati nuraninya pun tergerak melihat kesedihan yang tulus di wajah iblis tersebut.
Alih-alih membunuhnya secara cepat dan brutal, Tanjiro memilih memenggal Ibu Laba-laba dengan Teknik Pernapasan Air yang lebih halus dan tidak menyakitkan. Keputusan ini menunjukkan kelembutan hatinya, tetapi juga memperlambat laju pertarungan. Namun, keputusannya ini memberikan kematian yang damai bagi iblis yang tersiksa dan berterima kasih tersebut.
3. Merasa ragu saat melawan Rui

Setelah mengalahkan iblis Ibu Laba-laba, Tanjiro berhadapan dengan Rui, iblis peringkat bawah yang kuat dan berambisi memiliki ikatan keluarga. Dia menyadari ikatan palsu Rui yang hanya didasari paksaan dan kekerasan. Namun, dia juga merasakan kerinduan yang mendalam akan kehangatan keluarga di dalam diri Rui.
Perasaan empati terhadap Rui membuat Tanjiro sempat ragu dan goyah, nyaris membuatnya terbunuh oleh serangan iblis tersebut yang cepat dan berbahaya. Hesitasi ini membuatnya dan Nezuko Kamado terdesak dalam pertarungan. Dia hampir saja kehilangan nyawanya, tetapi belas kasih itu juga menjadi kunci untuk memahami musuhnya.
4. Saat bersimpati terhadap masa lalu Akaza

Dalam pertarungan yang brutal di Kereta Mugen, Tanjiro menyaksikan betapa kejamnya Akaza, iblis peringkat atas. Meskipun Akaza telah membunuh banyak orang, setelah pertarungan berakhir, dia merasakan kesedihan yang mendalam dari masa lalu Akaza. Dia merasakan kesepian dan tragedi yang telah mengubah Akaza menjadi iblis.
Kebaikan hati Tanjiro pada momen pertarungannya dengan Akaza membuatnya terpaku dan sangat emosional. Dia tidak langsung memburu Akaza yang terluka dan kabur begitu saja. Giyu Tomioka-lah yang akhirnya mengingatkannya untuk mengejar iblis tersebut, bukan untuk membunuhnya, tetapi untuk mengakhiri penderitaannya.
5. Berempati pada semua iblis yang mati

Sikap simpati Tanjiro tidak hanya terjadi pada iblis-iblis peringkat tinggi, tetapi juga pada setiap iblis yang dia temui. Setelah membunuh musuhnya, dia sering menunjukkan kebaikan kepada iblis yang sudah mati. Dia akan menahan air mata dan menawarkan doa agar iblis itu mendapatkan kedamaian.
Simpati besarnya yang Tanjiro miliki membuatnya sering mengabaikan fakta kejam bahwa iblis-iblis ini telah membunuh orang. Dia cenderung berfokus pada kesedihan mereka di masa lalu, yang kadang membuat dirinya dianggap naif. Namun, sikapnya ini menunjukkan bahwa dia bertarung untuk membasmi iblis, bukan untuk membalas dendam.
Kebaikan Tanjiro merupakan kekuatan sekaligus kelemahan baginya yang kompleks. Sifatnya yang penuh empati terhadap iblis membuatnya menjadi karakter yang berbeda dari Pembasmi Iblis lainnya. Sifat ini juga yang menempatkannya dalam bahaya, tetapi pada saat yang sama, menjadikan dirinya sebagai protagonis yang unik dan menginspirasi bagi banyak orang.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS