Relevansi Antara Sebuah Kata Daring dan Kesehatan Mental Generasi Muda

Rendy Adrikni Sadikin | alfasya
Relevansi Antara Sebuah Kata Daring dan Kesehatan Mental Generasi Muda
Ilustrasi, gejala kesehatan mental saat pandemi. (Envato)

Pada 2 Maret 2020 lalu, untuk pertama kalinya pemerintah Indonesia mengumumkan dua kasus pasien yang terkena COVID-19. Pandu Riono seorang pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) menyebutkan bahwa virus jenis SARS-CoV-2 ini sebagai penyebab COVID-19 sudah masuk Indonesia sejak awal Januari.

Dilansir dari Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), dengan masih kurangnya upaya dalam 3T (trace, test, treat) di 2020-2021 masih terjadi penurunan anggaran secara signifikan. Selain itu tantangan terbesar adalah kesadaran dari masyarakat Indonesia. Banyak dari kita yang masih enggan untuk memakai masker dan menaati protokol Kesehatan dengan anggapan bahwa COVID-19 adalah penyakit yang tidak mudah menular.

Masyarakat pun tidak sedikit yang enggan untuk divaksin karena menganggap vaksin itu berbahaya dan dengan beberapa alasan yang kurang masuk akal untuk dicerna. Pandemi yang panjang ini membawa dampak besar yang bukan hanya mengganggu sektor ekonomi dan kesehatan imun,  tetapi juga mengganggu kesehatan mental para generasi muda.

Kebijakan belajar jarak jauh dan pembatasan sosial yang diterapkan di masyarakat membawa dunia di kondisi yang mengkhawatirkan terkait masalah penanganan kesehatan mental. Bahkan di Amerika, 8 dari 10 remaja mengalami gangguan kecemasan yang mana hal ini menunjukan bahwa pandemi COVID-19 membawa dampak yang jelas terkait tentang masalah mental generasi muda.

Hal ini juga membuat Indonesia mengalami permasalahan di bagian kesehatan mental bagi para generasi muda, dibuktikan dari kedudukan depresi di peringkat ke-9 sebagai alasan ketidakmampuan bekerja. Jika keadaan terus menerus memburuk, Indonesia akan kehilangan penerus di masa mendatang untuk menggantikan kursi-kursi kepemimpinan.

Kesehatan mental juga ditegaskan dalam undang–undang nomor 18 tahun 2014 yang menjelaskan bahwa kesehatan mental adalah hal yang membuat setiap individu dapat bekerja dengan komprehensif, menyadari setiap kemampuan yang dipunya, dapat mengatasi permasalahan yang ada, dan dapat berkontribusi bagi komunitas.

Namun, pelayanan kesehatan mental nampaknya belum ada secara penuh terlaksana. Pasalnya, masih banyak dari sisi fasilitas mau pun para ahli yang terbatas. Ditambah lagi dari beberapa penderita dan keluarga tidak ingin memeriksakan ke tempat terkait untuk mengecek masalah mental yang diidap walaupun gejala penyakit mental sudah dirasakan dan terlihat.

Hal ini disebabkan karena biasanya rasa malu dan pemikiran yang berlebihan terhadap penyakit mental yang diidap, padahal jika hal ini tidak mendapat perhatian dari ahlinya akan berdampak ke jenjang yang lebih serius. Kesehatan mental belum sepenuhnya hadir di kehidupan masyarakat Indonesia karena kurangnya sosialisasi akan pentingnya kesehatan mental sehingga masyarakat menganggap ini adalah sebuah aib yang harus ditutup rapat-rapat.

Masyarakat belum sepenuhnya sadar pentingnya kesehatan mental bagi generasi muda dan belum sepenuhnya peduli terhadap langkah-langkah penanganan terhadap gangguan mental.

Generasi muda yang ada di era COVID-19 sekarang cenderung merasa depresi terutama pada masalah sekolah. Tidak sedikit sekolah yang tidak memperhatikan bahwa sekolah dalam daring berbeda dengan sekolah yang luring sehingga tugas-tugas yang diberikan pun cenderung harus diselesaikan dalam waktu singkat, tetapi jumlah yang diberi terkadang berlebihan.

Hal ini ditambah lagi ketika para generasi muda harus menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah sehingga komunikasi bersama teman hanya bisa dilakukan lewat media elektronik. Terlebih untuk generasi muda yang berada di garis kemiskinan tidak dapat mengikuti pembelajaran secara daring karena tidak memiliki media elektronik.

Generasi muda membutuhkan banyak dorongan untuk beradaptasi di perubahan signifikan yang dibawa oleh pandemi ini, mulai dari orangtua, sekolah hingga pemerintah harus mencari faktor penunjang keberhasilan bagi para generasi muda. 

Oleh karena itu, pelayanan kesehatan harus bergerak aktif dalam menciptakan upaya strategis dalam memberikan pelayanan dan dukungan dalam menciptakan kesehatan mental bagi para generasi muda sehingga dengan adanya fasilitas layanan kesehatan mental baik secara offline mau pun online dapat dirasakan oleh setiap generasi muda dan tidak tertutup bagi masyarakat secara garis besar.

Bappenas pun melakukan pendekatan strategis dalam mendeteksi masalah kejiwaan, pemberiaan informasi tentang kesehatan mental secara rutin, dan mengobati pasien gangguan jiwa. Ini adalah salah satu celah terang untuk membawa Indonesia ke masa depan yang lebih cemerlang.

Pemerintah juga diharap bisa memastikan semua generasi muda untuk bisa merasakan bangku sekolah sehingga tidak ada ketimpangan pendidikan di masyarakat dan bertanggung jawab dalam memberikan pengasuhan dan pelatihan bagi anak (perawatan kesehatan, pendidikan dan pelatihan) dengan bekerja sama dengan instansi terkait lainnya, untuk menyediakan beberapa program untuk pelatihan, rehabilitasi dan pengobatan bagi penderita gangguan mental, seperti Kementerian Kesehatan untuk mengadakan kursus pelatihan untuk mempromosikan disiplin diri, moral, kesehatan fisik, kesehatan mental.

Pemerintah bisa bekerja sama dengan media untuk mensosialisasikan dan memberitakan pentingnya kesehatan mental bagi generasi muda dan relevansinya terhadap cemerlangnya masa depan di Indonesia kelak.

Sekolah juga bertanggung jawab dalam penanganan dan pengembangan kesehatan mental siswanya, pihak sekolah harus memperhatikan setiap kondisi siswa dan materi yang diberikan sehingga para siswa akan merasa aman dan sejahtera. Sekolah juga  bisa melakukan dorongan, pembuatan solusi sebagai penggerak dalam membentuk mental positif bagi para siswa terutama di era pandemi ini dan terus memberikan pendidikan moral untuk mencetak generasi yang berkarakter dan mempunyai manfaat.

Hal ini akan membantu para siswa untuk meningkatkan kesehatan mental. Sekolah harus bisa berkolaborasi dengan para orang tua karena orang tua memegang peranan penting dalam pendidikan di era pandemi. Keluarga memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan mental generasi muda dengan peduli terhadap pengembangan mental.

Hal ini akan meminimalisasi permasalahan mental pada generasi muda karena pandemi ini menekan psikologis dan kesehatan mental yang nyata sehingga semua aspek harus berkolaborasi dalam menjaga kesehatan mental untuk membentuk Indonesia yang lebih baik dengan kesehatan mental sebagai karakter positif bagi generasi muda.
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Ikatan Psikologis Klinis. (15 Desember 2020). Gambaran kondisi psikologis siswa di indonesia pada masa pandemi covid-19:  analisis berdasarkan cara pembelajaran dan jenjang pendidikan.
 
Ayuningtyas, Dumilah., Misnaniarti., Rayhani, Marisa. (Maret 2018) Analisis situasi kesehatan mental pada masyarakat di indonesia dan strategi penanggulangannya.

Mental Health America. (2020). COVID-19 and mental health : a growing crisis.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak