Ramadan merupakan bulan yang penuh berkah, namun juga dapat mengganggu pola tidur kita. Bangun pagi untuk sahur dan menghabiskan malam dengan berdoa, membaca, atau sekadar menikmati suasana Ramadan bisa membuat banyak orang begadang dan mengorbankan tidurnya.
Pada awal puasa, Anda mungkin merasa kuat, tetapi setelah seminggu, Anda mungkin merasakan kelopak mata Anda semakin berat di siang hari, konsentrasi menurun, kelelahan meningkat, dan, yang paling memprihatinkan, penurunan kinerja.
Lantas, seberapa besar risiko begadang saat Ramadan? Apa yang bisa Anda lakukan agar tetap sehat tanpa melewatkan momen spesial di bulan ini?
Kurang Tidur di Bulan Ramadan, Apa Dampaknya?
Tidur merupakan kebutuhan pokok manusia, namun saat Ramadan kebutuhan tersebut seringkali terabaikan. Makan sahur mengharuskan kita untuk bangun pagi, dan jika kita sibuk dengan berbagai aktivitas di malam hari, jadwal tidur kita akan semakin singkat.
Kurang tidur tidak hanya membuat kita mengantuk, tapi juga bisa berdampak langsung pada kesehatan fisik dan mental. Hal ini dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh kita, mengganggu metabolisme, dan menyebabkan perubahan suasana hati.
Jadi, jika Anda merasa lebih emosional saat berpuasa, mungkin itu bukan hanya rasa lapar; bisa juga karena kelelahan akibat kualitas tidur yang buruk.
Dari segi produktivitas, kurang tidur selama Ramadan dapat menyebabkan penurunan fokus dan performa kerja. Jika Anda sering melamun atau kesulitan memahami informasi baru di tempat kerja atau sekolah, itu pertanda jelas bahwa tubuh dan pikiran Anda perlu lebih banyak istirahat.
Tren “Begadang Ramadan” dan Normalisasi Pola Tidur Buruk
Di banyak budaya, Ramadan sering dikaitkan dengan aktivitas malam hari yang lebih meriah dibandingkan bulan-bulan normal.
Ada orang yang sengaja begadang untuk ngobrol, bermain game, menonton serial TV, atau sekadar menikmati waktu berkualitas bersama teman dan keluarga. Selain itu, banyak restoran dan kafe yang buka hingga dini hari sehingga membuat orang semakin tergoda untuk tetap terjaga.
Tren ini memunculkan fenomena “Ramadan larut malam” yang dianggap wajar oleh banyak orang, padahal berpotensi menimbulkan dampak negatif jangka panjang.
Permasalahannya, banyak orang yang tidak menyadari bahwa kurang tidur bukan sekadar rasa mengantuk; itu juga dapat berdampak pada sistem kekebalan, pencernaan, dan kesehatan jantung.
Parahnya, kebiasaan begadang ini kerap terus berlanjut bahkan setelah Ramadan berakhir. Konsekuensinya? Pola tidur tetap terganggu, tingkat energi turun, dan tubuh membutuhkan waktu lebih lama untuk menyesuaikan diri dengan ritme normal.
Bagaimana Cara Menjaga Pola Tidur Sehat saat Ramadan?
Banyak orang yang percaya bahwa tidur lebih awal berarti melewatkan momen spesial selama Ramadan. Namun, menjaga kualitas tidur yang baik tidak harus mengorbankan ibadah atau menghabiskan waktu bersama orang tersayang. Kuncinya terletak pada manajemen waktu yang efektif.
Salah satu trik paling efektif adalah mengoptimalkan tidur Anda dengan power nap. Jika Anda merasa sulit mendapatkan tidur malam yang cukup, cobalah tidur siang sebentar (sekitar 20-30 menit) setelah Zuhur. Hal ini dapat membantu mengisi ulang energi Anda tanpa mengganggu jadwal tidur malam Anda.
Selain itu, penting untuk menghindari aktivitas berlebihan setelah Tarawih. Jika ingin begadang, pastikan Anda menetapkan batasan waktu yang jelas. Daripada menelusuri media sosial atau menonton acara hingga subuh, pertimbangkan untuk menggunakan waktu ini untuk berdoa singkat dan kemudian tidur lebih awal.
Menjaga pola makan yang sehat juga berperan penting dalam kualitas tidur. Hindari makanan berat dan kafein menjelang waktu tidur, karena dapat membuat Anda lebih sulit tertidur. Menjaga kesehatan selama Ramadan bukan hanya soal berapa lama kita berpuasa, tapi juga bagaimana kita menjaga diri di luar jam puasa.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS