Badminton Indonesia Minim Gelar, Eng Hian: Atlet dan Pelatih Harus Sinkron

Ayu Nabila | e. kusuma .n
Badminton Indonesia Minim Gelar, Eng Hian: Atlet dan Pelatih Harus Sinkron
Jafar Hidayatullah/Felisha Pasaribu (instagram.com/badminton.ina)

Setengah dari agenda BWF World Tour Series tahu. 2025 telah digelar. Mulai dari Malaysia Open 2025 di bulan Januari hingga terakhir Indonesia Open 2025 pada awal Juni. Sayangnya prestasi badminton Indonesia masih belum maksimal dan bahkan bisa dibilang minim gelar.

Dari sederet turnamen level Super 300 sampai Super 1000, wakil Indonesia yang ikut serta berpartisipasi hanya persembahkan dua gelar. Kedua gelar itu pun hanya dari turnamen level Super 300, yaitu di Thailand Masters 2025 dan Taipei Open 2025.

Gelar pertama tahun ini dipersembahkan oleh Lanny Tria Mayasari/Siti Fadia Silva Ramadhanti yang tampil cukup apik di Thailand Masters 2025. Sementara di Taipei Open 2025, hasil yang cukup membanggakan lahir dari all Indonesian final yang dimenangkan Jafar Hidayatullah/Felisha Alberta Nathaniel Pasaribu atas Dejan Ferdinansyah/Siti Fadia Silva Ramadhanti.

Tak pelak hasil minor hingga Juni 2025 ini pun banyak mendapat sorotan dari badminton lovers tanah air. Di sisi lain, Pelatnas PBSI pun telah melakukan berbagai evaluasi demi mendorong hasil yang sesuai harapan.

Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Kabid Binpres), Eng Hian pun buka suara dengan memberikan sorotan pada pelatih, pengiriman atlet ke turnamen, hingga kesiapan pemain.

"Bagaimanapun pelatih adalah pemandunya, jadi bukan selalu mengikuti keinginan atlet. Contohnya adalah atlet menginginkan turnamen A, padahal menurut pelatih kondisi atletnya belum siap, tapi karena ada tuntutan dari sponsor itu harus berangkat. Ini yang sekarang sedang saya diskusikan terus dengan pimpinan, supaya kondisi atlet ini siap dulu menurut standardisasi pelatih by data, itu baru dikirimkan", jelas Eng Hian.

Lebih lanjut Eng Hian juga menegaskan jika pemilihan turnamen akan dilaksanakan sesuai program meski tetap akan menyesuaikan kondisi dan hasil evaluasi.

"Sejauh ini pelatih baru masih mengikuti apa yang menjadi keinginan. Saya sebagai Binpres tentunya tidak akan membatasi turnamen kalau emang itu sudah menjadi program. Tapi kalau kita lihat kondisi dan pencapaiannya juga tidak maksimal, tentunya akan ada evaluasi", tambah mantan kepala pelath ganda putri Pelatnas tersebut 

Di sisi lain, sinkronisasi antara atlet dan pelatih serta keinginan atlet untuk meraih gelar juga menjadi sorotan lainnya yang diperhatikan Eng Hian.

"Atlet harus paham juga mereka berangkat itu bukan sekadar mempertahankan ranking, tapi juga harus juara. Itu yang kami tekankan dan sampaikan ke atlet. Jangan hanya atlet itu mencari sejahtera, tanpa mengejar juara", ungkap Eng Hian lebih lanjut.

Enam bulan pertama tahun 2025 dengan capaian dua gelar memang terbilang cukup miris bagi Indonesia yang punya nama besar di dunia tepok bulu. Padahal beberapa wakil Indonesia sempat tembus babak final dan berpeluang raih gelar tambahan.

Mulai dari turnamen kandang Indonesia Masters 2025, Jonatan Christie dan Fajar Alfian/M. Rian Ardianto hanya mampu menjadi runner up. Termasuk di Indonesia Open 2025, harapan Sabar Karyaman Gutama/Moh. Reza Pahlevi Isfahani menhadi juara pun kandas.

Muhammad Shohibul Fikri/Daniel Marthin juga dua kali berpeluang sabet gelar tapi berakhir kekalahan. Fikri/Daniel pun harus puas menjadi runner up Thailand Masters 2025 dan Swiss Open 2025.

Gelar di German Open 2025 dan Orleans Masters 2025 pupus di partai puncak usai kekalahan yang diterima Rehan Naufal Kusharjanto/Gloria Emmanuelle Widjaja.

Bahkan tradisi juara All England Open 2025 di sektor ganda putra juga terlepas. Kala itu Leo Rolly Carnando/Bagas Maulana yang menjadi satu-satunya wakil di babak final harus legawa usai gagal naik podium tertinggi.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak