Bukan Pemain, Tapi Ada di Sana: Cerita Futsal dari Pinggir Lapangan

Hikmawan Firdaus | Adhella Elviera
Bukan Pemain, Tapi Ada di Sana: Cerita Futsal dari Pinggir Lapangan
Futsal antar Tim.[Abi Hasan/Photographer Sport]

Awalnya cuma ikut jadi tim P3K. Tugasnya simpel: duduk di pinggir lapangan, siaga kalau ada peserta yang jatuh, keseleo, atau butuh pertolongan pertama. Saat itu, salah satu cabang paling ramai di event olahraga tingkat fakultas adalah futsal antar prodi. Tidak ada ekspektasi tinggi sekadar memperhatikan jalannya pertandingan sambil menjaga kotak P3K tetap siap pakai.

Tapi justru dari pinggir lapangan, atmosfer pertandingan terasa begitu nyata dan intens. Sorak-sorai dari tribun, pelatih dadakan yang teriak strategi, pemain yang jatuh bangun mempertahankan bola semuanya terasa penuh emosi. Seolah bukan lagi pertandingan kecil antar mahasiswa, melainkan laga penting yang membawa harga diri prodi masing-masing. Dulu mengira futsal hanya permainan biasa di lapangan kecil. Tapi hari itu membuka pandangan bahwa lapangan kecil bisa menjadi panggung mimpi yang besar.

Lapangan Mini, Semangat Maksimal

Permainan futsal memang berbeda dari sepak bola biasa. Ukuran lapangan futsal jauh lebih kecil, tetapi justru itulah yang membuat permainannya lebih padat dan cepat. Setiap pemain dituntut untuk bergerak lebih gesit, berpikir lebih cepat, dan selalu dalam posisi siap siaga.

Waktu bermain futsal yang hanya terdiri dari dua babak 20 menit terasa begitu intens. Setiap detik punya arti. Bahkan penonton ikut tegang saat skor imbang dan waktu hampir habis. Bukan hal aneh kalau tribun heboh sendiri gara-gara satu momen kecil umpan balik yang nyaris gol, penalti di detik akhir, atau bahkan sliding berani dari pemain bertahan.

Menariknya, dari pinggir lapangan juga terlihat bagaimana setiap tim sangat memperhatikan detail kecil. Mulai dari sepatu anti-selip, pelindung tulang kering, hingga kaus kaki yang dililit erat perlengkapan futsal benar-benar dipersiapkan. Ada yang bawa dua jersey, bukan untuk gaya-gayaan, tapi sebagai cadangan saat pertandingan berlangsung ketat dan tubuh penuh keringat.

Permainan yang Punya Cerita Panjang

Tidak berhenti di situ, penasaran soal sejarah olahraga ini pun muncul. Ternyata, sejarah futsal dimulai di Uruguay sekitar tahun 1930-an, dimainkan di ruang indoor sebagai alternatif sepak bola. Namun karena keterbatasan ruang itulah futsal tumbuh menjadi permainan yang menekankan teknik, kerja sama tim, dan konsentrasi tinggi. Asal-usul yang sederhana, tapi mampu berkembang jadi olahraga yang mendunia.

Nilai-nilai itu terasa sekali bahkan dalam pertandingan antar prodi. Semua terlihat serius. Ada yang sampai latihan jauh hari, menyusun formasi, bahkan membuat strategi khusus untuk menghadapi lawan tertentu. Semua dilakukan demi satu hal: membawa nama prodi naik ke podium.

Dan itu semua bukan cuma soal menang atau kalah. Ada solidaritas, semangat kebersamaan, dan momen-momen yang memperkuat hubungan antar teman satu tim sesuatu yang nggak semua orang lihat, kecuali mereka yang ada di dekat lapangan.

Bukan Pemain, Tapi Pernah Ada di Sana

Bukan bagian dari daftar pemain, tapi dari pinggir lapangan, semua semangat dan ketegangan tetap terasa. Ada tim yang merayakan gol seperti juara dunia. Ada juga yang tertunduk setelah kalah, tapi tetap berdiri untuk menyalami lawan dengan bangga.

Futsal bukan sekadar pertandingan. Ia adalah tentang rasa memiliki. Tentang kebersamaan. Tentang teman-teman satu jurusan yang saling dorong untuk terus maju. Tentang bagaimana ruang kecil bisa menjadi saksi dari ambisi yang begitu besar.

Tak harus mencetak gol untuk jadi bagian dari permainan. Kadang cukup jadi saksi. Cukup hadir dan menyadari bahwa setiap orang punya peran, sekecil apapun itu. Dan dari pinggir lapangan itulah, pelajaran berharga banyak bermunculan.

Yuk lihat lebih dekat semangat kompetisi futsal di anc.axis.co.id & axis.co.id

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak