Bulan Desember 2025 ini akan menjadi bulan ke-12 Timnas Indonesia berpisah dengan pelatih Shin Tae-yong. Sepertimana yang telah diketahui bersama, PSSI memutuskan kontrak pelatih berkebangsaan Korea Selatan tersebut pada bulan Januari 2025, sehingga secara perhitungan kasar berbasis bulan, Desember ini akan menjadi 1 tahun persepakbolaan Indonesia tanpa seorang STY.
Selama 12 bulan tanpa Shin Tae-yong, prestasi Timnas Indonesia yang diharapkan meningkat seiring dengan kedatangan pelatih baru, justru ambruk total dan terjun bebas.
Alih-alih hanya gagal di satu tingkatan, tanpa seorang Shin Tae-yong, hampir semua level Timnas yang ada di tanah air, mendapatkan hasil buruk dan gagal.
Jika semasa kepelatihan Shin Tae-yong level sepak bola Indonesia sudah mulai menanjak ke tingkatan benua, maka tidak demikian halnya dengan sesudahnya.
Capaian-capaian manis ketika Indonesia berhasil mencapai babak 16 besar Piala Asia, babak semifinal Piala Asia U-23 hingga menghabisi lawan-lawannya di babak kualifikasi Piala Dunia 2026, sama sekali tak berbekas.
Dimulai dari kegagalan Timnas Indonesia U-23 di Piala AFF U-23, hasil minor anak asuh Gerald Vanenburg terus merembet hingga pada akhirnya gagal melaju ke putaran final Piala Asia U-23 tahun depan. Sebuah hasil yang cukup ironis mengingat status Indonesia adalah tim semifinalis di gelaran edisi terakhir.
Pun demikian halnya dengan Timnas Indonesia senior. Kedatangan Kluivert di tampuk kursi kepelatihan, justru membuat permainan Pasukan Garuda semakin amburadul dan pada akhirnya gagal mewujudkan mimpi lolos ke Piala Dunia tahun depan.
Dampak ketidakhadiran STY juga mulai merembes ke Timnas Indonesia U-22 yang turun di SEA Games 2025. Tanpa kebijakan potong generasi yang dilakukan oleh STY, Pasukan Garuda Muda yang di edisi 2023 lalu sukses menggapai emas dengan mayoritas pemain didikan dari eks pelatih Ulsan HD tersebut kini harus pulang cepat dari gelaran dan tak mendapatkan medali apapun dari gelaran.
Bukan hanya itu, selain membuat performa Pasukan Garuda menurun total, perginya STY juga membuat circle "pertemanan" Timnas Indonesia juga berubah drastis.
Ketika di masa kepemimpinan STY Pasukan Garuda berteman sekaligus bersaing dengan kekuatan-kekuatan utama persepakbolaan benua Asia sekelas Irak, Arab Saudi, Jepang, Korea Selatan, Australia dan selevelnya, pasca tak adanya STY, mereka kembali ke habitat aslinya di lingkaran tim-tim Asia Tenggara.
Sayangnya, ketika Indonesia kembali ke circle ASEAN mereka tak membawa kekuatannya seperti saat menggulingkan tim-tim kuat Asia seperti yang pernah dilakukan bersama STY, namun mereka justru kembali ke circle ASEAN dengan setelan pabriknya yang selalu saja kewalahan ketika menghadapi kekuatan regional seperti yang kita kenal selama ini.
Yah, meskipun satu orang, ternyata dampak ketidakhadiran STY di persepakbolaan Indonesia terlihat begitu besar pengaruhnya ya!
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS