Opini: Internet Menghancurkan Masa Depan Perpustakaan?

Tri Apriyani | Khairudz Dzakirah
Opini: Internet Menghancurkan Masa Depan Perpustakaan?
Ilustrasi Perpustakaan (Unsplash)

Kita tau bahwa di era internet seperti sekarang, orang-orang dengan mudah mendapatkan informasi yang mereka inginkan dengan cepat. Tetapi meski begitu bukan berarti semua informasi yang didapat bisa kita telan bulat-bulat. Informasi di internet memang banyak, tapi tingkat keakuratannya bisa dibilang rendah alias rawan informasi hoax kalau kita tidak pandai dalam memilah-milah sumber yang terpercaya.

Beberapa tahun lalu, saya pernah mencoba membuat jajak pendapat kecil-kecilan yang fiturnya disediakan oleh sebuah aplikasi yang mirip seperti media sosial untuk melihat suara terbanyak mengenai siapa penyedia informasi terbaik, apakah internet ataukah perpustakaan. Saya menduga orang-orang akan memilih internet, dan ternyata benar.

Internetlah yang memenangkan suara dari jumlah total 62 suara. Sekitar 60% memilih internet, sedangkan 40% memilih perpustakaan. Terdapat 7 orang memberikan alasannya, sisanya tidak. Para pemilih tersebut berasal dari berbagai negara, termasuk Indonesia juga di dalamnya.

Dari gambaran hasil jajak pendapat tadi menunjukkan bahwa internet itu memang lebih akrab dengan masyarakat (bahkan di berbagai negara) ketimbang perpustakaan. Selain itu, faktor kemudahan juga menjadi alasan memilih internet dibanding perpustakaan, apalagi bagi kaum mager dan rebahan yang terkadang mager buat pergi ke perpustakaan (termasuk saya).

Tapi jangan salah dulu, mereka yang mager ke perpustakaan pasti akan tetap datang ke sana jika mereka benar-benar butuh atau kurang puas dengan sumber informasi yang ada di internet. Jadi kesannya seperti perpustakaan di nomor duakan ya… Tapi saya yakin, pasti masih ada orang-orang yang memilih untuk mencari informasi perpustakaan terlebih dahulu lalu mencari tambahannya di internet.

Menurut saya, saya pribadi memang lebih senang menjelajahi internet demi mendapatkan suatu informasi. Lebih praktis. Tinggal buka smartphone kemudian sambungkan koneksi internet, semua informasi berada di genggaman kita dalam waktu yang lebih cepat.

Tetapi meski begitu, ketika berkunjung ke perpustakaan saya merasakan adanya sensasi tersendiri. Kita merasa seperti bisa memilih informasi mana yang kita inginkan tanpa takut termakan informasi hoax (pandangan mengenai perpustakaan merupakan sumber informasi yang akurat sangat melekat di kepala).

Sebenarnya, internet dan perpustakaan itu tidak bisa kita bilang mana yang terbaik di antara keduanya. Mereka berdua sudah seperti rekan kerja yang saling support dan melengkapi satu sama lain, jadi tidak perlu dibanding-bandingkan. Internet bisa kita bilang sebuah perpustakaan yang berbentuk digital karena menyimpan segala sumber infomasi di dalamnya.

Maka dari itu sebuah perpustakaan melalui para pustakawannya yang cerdas atau bisa dengan berkolaborasi dengan para ahli di bidangnya bisa memanfaatkan internet untuk menyebarkan segala jenis informasi yang mereka miliki yang tentunya sudah aman dari hal-hal yang berbau hoax. Harapannya agar dapat mengimbangi informasi hoax yang sudah terlanjur beredar luas.

Bayangkan saja jika semua perpustakaan berperan banyak dalam pengendalian informasi di internet, insyaAllah informasi hoax pasti akan dapat diminimalisir. Sebaliknya, perpustakaan dapat mengembangkan pelayanannya dengan menyediakan akses internet kepada penggunanya, perpustakaan pun jadi selangkah lebih maju.

Maka dari itu kalau saya katakan, mengakses internet di perpustakaan itu terasa lebih menyenangkan karena kalau ada informasi yang masih diragukan datanya, kita bisa mengeceknya langsung dari buku-buku yang ada di perpustakaan. Setuju kan? Karenanya jika dibilang internet dapat menghancurkan masa depan perpustakaan justru dari hari ke hari perpustakaan malah sudah berkembang pesat sejak maraknya penggunaan internet (dapat menyesuaikan eranya).

Malahan dari beberapa jurnal tentang perpustakaan yang saya baca, salah satunya jurnal karya Nihayati dan Luki Wijayanti yang berjudul “Implementasi Makerspace dalam Layanan Perpustakaan”, memaparkan contoh perpustakaan di luar negeri sana yang sudah mengembangkan layanan baru bernama makerspace. Mengenai arti makerspace, Gerstein (2014) mengatakan, "Makerspace is more than a space itself. It is a mindset that can and should be taught".

Kebutuhan informasi kita terus meningkat, jadi jangan heran kalau perpustakaan ingin berkembang untuk memanjakan penggunanya. Jadi makerspace yang ada di perpustakaan itu singkatnya kita tidak cuma hanya duduk sambil membaca, tetapi kita bisa mempraktekkan apa yang barusan kita baca, keren kan? Sayangnya layanan ini masih belum banyak diadakan di perpustakaan-perpustakaan di Indonesia, jadi bagi saya masih sebuah mimpi untuk merasakan layanan tersebut.

Tidak salah kok kalau kita mengandalkan internet asal kitanya pandai-pandai dalam memilah informasi, Saya rasa tidak apa-apa sekali-sekali mengandalkan internet selama perpustakaan masih dapat mengembangkan dirinya. Tapi jangan lupakan perpustakaan dengan peran besar yang dimilikinya dalam memajukan kemampuan literasi kita.

Oleh: Khairudz Dzakirah (Mahasiswi Ilmu Perpustakaan UIN-SU)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak